πππ
Jangan terlalu berpikir berlebihan. Karena, belum tentu apa yang kita pikirkan terjadi. Meskipun demikian, memang diperlukan pemahaman dalam menjalani hidup .
πππ
Sesampai di kelasnya, Semesta langsung duduk di bangku setelah mendapat izin dari guru. Senyumnya sedari terus terpancar, membuat teman-temannya merasa heran tingkah Semesta. Meskipun begitu, cowok itu memang lumayan terkenal sebagai cowok aneh. Akan tetapi, kali ini berbeda seperti ada sesuatu yang membuat Semesta lebih bahagia dari biasanya.
"Kenapa lo senyum-senyum mulu dari tadi. Padahal, lagi nggak ada yang lucu di sini. Emang nggak takut kalo guru sampai liat, atau lo dikira gila, Ta." Hansean membalikan badan dari bangkunya, diam-diam mengajak berbicara Semesta.
"Nggak ada apa-apa, mending lo fokus sama guru di depan. Daripada, malah lo yang ketahuan nggak perhatiin penjelasan gue. Kalo gue sih jelas aman." Masih dengan tersenyum, Semesta merasa nyaman Hansean. Sahabat yang duduk di bangku depannya.
Hansean ketidakpastian, sementara kembali fokus dengan penjelasan guru. Tak habis pikir dengan tingkah Semesta.
"Pasti ada yang bikin tuh bocah senyum-senyum, tapi kayaknya ada yang seru, sih." Haikal sedikit berbisik dengan Harlan, yang berada di bangku sebelahnya. Mereka berdua sama seperti Hansean sahabat dekat Semesta.
"Jangan-jangan si Seta nemuin target buat dijailin. Makanya, dia keliatan bahagia banget. Tapi, senyumnya kayak beda dari biasanya." Harlan merasa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di Semesta. Sahabatnya.
Sepertinya, Semesta terlihat berbeda dari biasanya. Apalagi, senyumnya menjelas ada hal tersirat yang mungkin membuat cowok itu senang.
Kelas itu bisa dibilang merupakan kelas unggulan. Bagaimana tidak, peringkat teratas pararel kelas sebelas berisi siswa maupun siswi dari kelas XI IPA 1. Dan, salah satu siswa berprestasi itu tidak lain adalah Semesta. Meskipun demikian, pria itu terlihat tidak menyukai buku-buku. Akan tetapi, kecerdasannya di atas rata-rata.
Sehingga, terkadang siswa maupun siswi dari luar sekolah heran melihat Semesta bisa mewakili lomba sekolahnya. Padahal, Semesta termasuk siswa aktif di sana.
Waktu telah berlalu. Kini, bel jam istirahat berbunyi. Para siswa serta siswi berhamburan keluar kelas. Entah untuk pergi ke kantin, perpustakaan, lapangan, atau tempat lain. Karena, mereka punya cara sendiri menikmati waktu istirahat belajarnya.
Semesta, Haikal, Hansean, dan Harlan memutuskan pergi menuju kantin. Seperti biasa, mereka membeli makanan dan minuman terlebih dahulu sebelum meluangkan waktu untuk bermain sambil menunggu istirahat selesai.
Kini, mereka sudah duduk di salah satu tempat di kantin. Sudah memesan beberapa makanan sekaligus minuman. Serta, memutuskan untuk berbincang-bincang ringan.
"Tadi pagi, lo dipanggil kepala sekolah, ada masalah apa lagi, Ta?" Hansean cukup penasaran dengan apa yang sudah terjadi di Semesta.
Senyuman kembali muncul dari bibir Semesta. Ia rasa, tidak ada sesuatu perlu diceritakan. Karena, itu menyangkut pekerjaannya yang tidak boleh banyak orang mengetahuinya. "Nggak ada apa-apa, cuma ngobrol bentar aja."
Hansen, Haikal, serta Harlan mengangguk paham. Seperti paham, tidak semua hal harus Semesta ceritakan kepada mereka. Mungkin saja, itu hal pribadi yang bersifat rahasia.
"Makasih, Kak. Tau aja, kalo aku tuh emang suka minum susu coklat kotak kayak gini. Ah... Kamu emang pacar paling pengertian." Sontak perkataan itu, membuat beberapa beralih menoleh ke arah suara Auretta.
Kini, Auretta sudah duduk di sebelah Javian. Salah satu cowok paling terkenal di sekolah itu. Terlebih, Javian merupakan siswa berprestasi.
Javian tersenyum, sembari menatap lembut ke arah Auretta. Tak hanya itu, Javian juga mengelus kepala Auretta. Kekasihnya. Tindakan itu terlihat sangat manis di mata orang lain. "Kalo gitu, diminum sampai habis, ya. Nanti kalo masih kurang, aku beliin lagi."
Dari kejauhan, Semesta fokus melihat interaksi Javian serta Auretta. Seperti sudah tidak kaget dengan apa yang dilihatnya. Terlebih, Auretta terlihat sangat bahagia sekaligus nyaman.
"Tuh cewek anak baru kah? Soalnya, gue baru liat hari ini. Mana, keliatan ceria dan cantik banget. Tapi, dia udah pacaran sama Kak Javi." Hansean sedari tadi memperhatikan sosok Auretta yang terlihat memiliki aura ceria.
"Kayaknya, sih. Sayang banget udah ada pawangnya. Mana langsung Kak Javi lagi pemilik hatinya. Susah. Benar-benar definisi cewek cantik, ceria, sekaligus seru nggak mungkin jomlo." Haikal sembari menatap Auretta yang masih tersenyum berbincang dengan Javian.
"Beruntung banget kak Javi. Pokoknya, udah nggak ada celah buat masuk jadi orang ketiga." Harlan ikut menimpali perkataan Hansean dan Haikal.
Diam-diam, Semesta tersenyum saat mendengar perbincangan sahabat-sahabatnya. Tahu, di dunia ini tidak ada yang sempurna. "Justru yang keliatannya manis tuh, ke depannya mungkin bakalan ada badai besar tanpa disangka-sangka. Jadi, lebih baik dalam sebuah hubungan itu ada kewaspadaan. Biar, kalo suatu masalah atau penghalang bisa bertahan."
Sontak Haikal, Hansean, serta Harlan menoleh ke arah Semesta. Kemudian, saling pandang satu sama lain. Tahu, bila sebenarnya hubungan Javian dengan Semesta selama ini tidak terlalu baik sebagai teman. Meskipun, keduanya pernah cukup dekat dulu sebelum ada hal yang membuat dua cowok itu seperti musuh. Dan, sepertinya Semesta mempunyai rencana terselubung saat melihat interaksi Auretta dan Javian.
Seperti paham, dengan jalan pikiran tiga sahabatnya. Semesta tersenyum, lalu menoleh ke arah mereka bertiga. "Tenang aja. Gue nggak punya maksud apa-apa ngomong kayak tadi. Cuma, biasanya kalo hubungan terlihat harmonis justru ada sesuatu yang bisa bikin keretakan tanpa diduga."
Di sisi lain, Auretta terlihat sangat nyaman bisa berada di dekat Javian. Kekasihnya. Tak hanya itu, di sana juga ada Januar seraya mengawasi interaksi Auretta dengan Javian. Karena sebagai kakak, Januar tak mau terjadi sesuatu berlebihan dalam hubungan Auretta. Adiknya. Itu sudah menjadi tanggung jawabnya menjadi Auretta.
Sejujurnya, Januar sedikit tidak nyaman seperti menjadi pusat perhatian di sana. Hanya saja, aura Auretta terlalu bersinar. Sehingga, sering menjadi sorotan di mana pun gadis itu berada. Padahal, Auretta sama sekali tak punya maksud seperti itu. "Dek, bisa kalem dikit nggak? Soalnya, sekarang kita jadi pusat perhatian semua orang yang ada di kantin."
Auretta paham dengan perkataan Januar. Kemudian, melirik kanan serta kirinya. Ternyata benar, apa yang dikatakan kakaknya. "Sori... Kak. Gue nggak bermaksud. Cuma, ya emang kan kalo temu kangen sama Kak Javi. Soalnya, jarang ketemu karena beda sekolah. Dan, sekarang kita akhirnya satu sekolah."
Javian tersenyum, melihat tingkah Auretta. Memang benar, ia jarang bertemu dengan gadis pujaan hatinya. Namun, masih sering menyempatkan bertemu seminggu sekali. Karena, dalam sebuah hubungan butuh intensitas pertemuan rutin. Meskipun, tidak harus setiap hari bertemu satu sama lain.
"Tapi, jangan terlalu berlebihan, Dek. Ini di sekolah lho. Jadi, sewajarnya ajalah takut nanti dikira malah keterlaluan." Januar kembali menasihati serta memperingatkan Auretta.
Auretta mengangguk, paham dengan apa yang dikatakan oleh Januar. Meskipun, sebenarnya ia masih ingin menunjukan rasa sayang dan cintanya pada Javian.
"Oke, Kak." Dengan raut wajah cemberut, Auretta menuruti perkataan Januar.
"Sekali-kali nggak apa-apa, kok. Anggap aja, itu wujud bahagia-nya dia bisa sekolah di sini." Javian seperti membela kekasihnya. Karena, tidak mau melihat raut kesedihan dari Auretta. Ia akan mencoba selalu membahagiakan orang yang paling disayanginya itu.
Januar menghela napas, benar-benar tak habis pikir dengan sikap Javian yang sering mengiyakan segala permintaan Auretta. Meskipun, terkadang di luar nalar. Akan tetapi, ia tahu itu demi kebahagiaan adiknya. Sehingga, ia sering pasrah mendapati segala hal yang dilakukan Auretta.
Tanpa diduga, tiba-tiba ada seseorang datang lalu duduk di dekat Javian dengan Auretta. Kemudian, Javian serta Januar saling pandang.
"Hai. Sori... Gue langsung duduk di sini. Soalnya, kantinnya udah penuh." Gadis itu tersenyum, sembari berbicara dengan nada sopan sekaligus lembut.
"Silakan, Kak. Nggak apa-apa, kok. Lagipula, ini kan tempat umum. Jadi, sebenarnya nggak perlu izin kayak gitu. Kebetulan juga di sini masih ada kursi kosong." Auretta tersenyum ramah, sembari menatap gadis yang sepertinya kakak kelasnya.
Gadis itu membalas senyuman Auretta. Merasa tak enak hati, terlebih melihat respon positif dari Auretta. Kemudian, ia mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan Auretta. "Makasih banget ya, Dek. Oh ya... Gue Caramel. Panggil aja, Cara. Teman sekelasnya Javian."
Auretta menerima uluran tangan itu, sambil tersenyum pada Caramel. "Salam kenal, kak. Senang bisa ketemu teman sekelasnya Kak Javian. Soalnya, gue emang baru pindah ke sekolah hari ini."
Diam-diam, Januar serta Javian menghela napas seraya merasa lega melihat interaksi Auretta dengan Caramel. Takut bila ada kesalahpahaman di sana.
Dari kejauhan, tak jauh berbeda dengan Januar serta Javian. Haikal, Hansean, dan Harlan tegang sekaligus melihat mendengar perbincangan Auretta dengan Caramel.
"Woilah, gue takut banget kirain bakalan ada kesalahpahaman. Tau sendiri, kalo--" Celetuk Harlan, masih fokus melihat ke arah Caramel dengan Auretta.
"Sama banget. Tapi, kayaknya aman aja." Hansean ikut berbicara, sama seperti Harlan.
"Kalian nggak sendiri, ternyata semuanya baik-baik. Syukur deh, emang berarti tuh siswi baru nggak cemburuan. Mana bisa-bisanya si Caramel gabung di sana." Haikal sama seperti yang lain. Padahal, sedari takut bila ada suatu masalah akan terjadi.
Berbeda dengan Semesta, sedari tadi ia tersenyum. Seperti tahu, bila Auretta bukan seperti yang dipikirkan orang lain. Karena, dia bisa melihat Auretta itu berbeda.
Menarik .
- Akan Dilanjutkan -