Malam ini Jihan sedang tidak melakukan apa-apa selain menatap langit-langit kamarnya yang gelap karena lampu sengaja dimatikan. Bulan dan bintang yang masih menempel tidak lagi terlihat terang karena mereka sudah lelah menempel di sana.
Hari ini melelahkan, namun menyenangkan.
Kalung yang Natha berikan masih melingkar di lehernya sebab hatinya mengatakan kalung secantik itu tidak boleh berpisah dengannya walau hanya sebentar.
Dan entahlah, sudah berapa lama dirinya merasa sangat bahagia seperti sekarang ini. Karena emosinya masih meledak-ledak Jihan tidak bisa tertidur, jadi dia mengambil ponselnya yang ada di atas nakas samping tempat tidur untuk melihat hasil jepretannya saat di taman bunga.
Omong-omong, sebelum mereka pulang Jihan yang penasaran menanyakan tentang Natha yang bisa mengetahui hari lahirnya dan lelaki itu menjawab dengan jujur, jika Beno yang memberitahu dan bagaimana rekan kerjanya itu mengetahuinya.
Dan sebagai ucapan terima kasihnya, Jihan berniat membuatkan kue cokelat untuk Natha. Kue yang pernah perempuan itu buatkan untuk ayah, bunda, serta Albin.
Mengingat orang terakhir membuat Jihan menghela napas karena mendadak otaknya mengingat sesuatu dan sialnya ingatan itu tidak bisa dihentikan karena beberapa ingatan pernah membuatnya bahagia, termasuk pertemuan singkatnya beberapa hari yang lalu.
Karena ingatan di masa lalu, suasana hatinya menjadi berantakan. Dahulu Jihan pernah berpikir, karena mereka saling mencintai, cinta mereka akan abadi seperti orang tuanya. Saat mereka bersama Jihan selalu menatapnya hangat karena cintanya begitu kuat. Namun, setelah Albin sengaja meninggalkannya perempuan itu menyadari satu hal, di dunia ini tidak ada perasaan cinta yang akan bertahan selamanya.
Kemudian tatapan matanya yang pernah hangat berubah menjadi dingin. Dahulu dia begitu bahagia, lalu perlahan menjadi kesepian seperti tanaman yang tidak terurus. Karena Albin, Jihan mulai layu sendiri. Kesedihan yang begitu pekat membuatnya tidak berdaya karena menghancurkan hatinya, kisah cinta pertamanya telah berakhir seperti kematian.
Lalu Albin yang masih menempel di kepalanya ini membuat Jihan berdecak sebal, buru-buru dia mendudukkan diri di pinggir ranjang, memejamkan mata dan menarik napas sampai hati serta pikirannya menjadi tenang.
Seandainya Jihan bisa menghapus kenangan buruknya, dia akan melakukannya sejak lama hingga kesedihan tidak lagi menyiksanya. Agar nama Albin tidak lagi tiba-tiba muncul di pikirannya.
Setelah lebih tenang, Jihan tidak lagi memejamkan mata karena fokusnya kembali tertuju pada ponselnya di genggamannya. Dalam sekejap saat melihat foto-foto di taman bunga perasaan senangkan kembali muncul.
Foto berbagai macam bunga, langit, kupu-kupu, lebah madu bahkan fotonya bersama Natha. Akan selalu diingat dan Jihan begitu berharap semoga Natha tidak meninggalkannya seperti orang itu, tidak lagi memberikan luka yang sulit disembuhkan.
Masih menatap gambar yang tersimpan di galeri ponselnya, samar-samar Jihan mendengar suara ketukan pintu dan tadinya sempat berpikir sekadar salah dengar saja, tapi ketukan itu terdengar lebih jelas dan sesaat Jihan terdiam. Kira-kira siapa yang mengetuk pintu rumahnya? Lalu nama Natha terlintas di kepalanya dan segera Jihan beranjak untuk membukakan pintu.
Pukul sembilan malam lewat tiga puluh menit, Jihan membukakan pintu dengan senyuman ramah di wajah untuk menyambut kedatangan Natha yang sama sekali tidak mengganggu waktu istirahatnya.
Tapi ternyata harapan tidak sesuai dengan ekspektasi, senyumnya tidak lagi terlihat sebab yang berdiri di depan rumahnya bukanlah Natha melainkan Albin.
Saat Jihan menatapnya, emosi yang tersimpan di dalam tubuhnya mulai bereaksi dan yang menjadi pertanyaannya kini, untuk apa orang itu datang ke sini? Mengganggu waktu istirahatnya saja.
"Udah lama kita nggak ketemu," ucap seseorang yang selalu Jihan usahakan untuk dilupakan, Albin membawa sebuket bunga, keberanian, serta senyuman yang dahulu pernah perempuan itu sukai. "Kamu baik-baik aja, kan?" lanjutnya yang membuat Jihan mendengkus sebal.
Entah, Jihan tidak tahu apa maksudnya. Orang itu benar-benar bertanya atau sedang meledek? Tapi yang jelas ada gumpalan aneh yang rasanya menyumbat tenggorokan yang akibatnya sulit bernapas, dada terasa sesak. Hingga perempuan itu berusaha untuk tidak menangis dengan kedua tangan mengepal kuat.
Dia bodoh, Albin memang bodoh karena terbuai oleh rayuan perempuan lain, Albin rela meninggalkan perempuan berharga seperti Jihan. Maka, untuk memulai semuanya dari awal. Albin melangkah mendekat sedangkan Jihan masih terdiam di tempat.
"Forget me not, aku bawa bunga kesukaan kamu." Orang itu kembali tersenyum sembari menyodorkan sebuket bunga bernama forget me not yang ada di genggaman tangannya.
"Kenapa?" Fokus Jihan bukan pada bunga, melainkan pada si pemberi bunga. "Kenapa, tiba-tiba kamu muncul lagi di hadapan saya?"
Jihan memalingkan wajah bermaksud mengontrol emosinya yang sewaktu-waktu bisa meledak, setelah Jihan kembali menatap Albin. Omong-omong, tidak ada lagi tatapan hangat yang sering dia perlihatkan untuk orang itu.
"Gara-gara kamu tinggalin saya. Saya nggak punya siapa-siapa lagi, selain kesepian!"
Ingatan-ingatan itu, di hari-harinya yang kelam mulai bermunculan. Satu hari setelah Albin meninggalkannya Jihan pikir itu hanya khayalan buruknya, dua hari setelah Albin meninggalkannya Jihan pikir lelaki itu sedang bercanda, di hari ketiga Jihan pikir Albin akan menghubunginya, lalu di hari keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan seterusnya Jihan tersadar bahwa Albin benar-benar meninggalkannya.
Sementara itu Albin yang tahu akan kebodohannya merasa menyesal. "Aku mau minta maaf, Han. Enggak seharusnya aku bikin kamu kesepian." Dia menghela napas sebentar. "Aku bener-bener nyesel tinggalin kamu demi perempuan lain. Dan sekarang aku baru sadar kalau ternyata kamu perempuan yang aku butuhkan," lanjutnya dengan harapan Jihan mau memaafkannya.
Mendadak Jihan tidak tahu harus melakukan apa mengepal tangannya kuat-kuat. Albin benar-benar merusak hati, pikiran, serta suasana.
Lelaki itu kembali menyodorkan bunga yang katanya kesukaan Jihan dan kini fokus perempuan itu tertuju pada bunga kecil berwarna biru bernama forget me not. Nama yang unik, kan? Dan sesuai dengan namanya.
Forget me not adalah bunga yang mengartikan cinta sejati yang tidak ingin dilupakan. Bunga forget me not memiliki bentuk bunga yang kecil tapi tumbuh berkelompok, lalu warna bunganya adalah biru, tapi selain biru ada juga yang berwarna putih dan merah muda.
Forget me not, tanaman kebun indah yang sering dijadikan simbol kesetiaan.
Karena bunga forget me not yang dia lihat, Jihan jadi teringat oleh cerita ayah tentang bunga kecil berwarna biru itu. Sebelum tidur, ayah pernah menceritakan padanya tentang kisah bunga kecil itu. Menurut cerita yang Jihan dengar, nama serta makna dari bunga itu begitu mengesankan dan menarik.
Kisah pertama. Di Jerman pada abad kelima belas forget me not menjadi lambang kesetiaan kepada pasangan. Ceritanya berawal saat sepasang suami istri menyusuri sungai yang panjang menemukan tamanan kecil dan cantik. Lalu ketika ingin memetik tanaman itu sang suami terpeleset ke sungai sementara tangannya melemparkan sebuah karangan bunga yang tadi dipetik olehnya sembari berteriak 'Forget Me Not' kepada sang istri.
Lalu pada kisah kedua. Kata Ayah saat itu, Tuhan baru saja menciptakan alam semesta lalu tiba waktunya Tuhan menghiasi alam semesta dengan berbagai macam tanaman bunga yang begitu indah dan cantik.
Tiba saatnya Tuhan menamai bunga-bunga yang telah diciptakan, satu persatu bunga-bunga yang begitu indah dan cantik itu diberi nama Hawthorn, Kencana Ungu, Baby's Breath, Anggrek, Agaphantus, Edelweiss, Sunflowers, Krisan, Rose, Chamomile, Dandelion, Teratai, Anyelir, Lili, Tulip, Peony, Daisy, Magnolia, Jasmine, Poppy, Aster, Canola, Acacia, dan masih banyak lagi.
Bunga-bunga yang telah diberi nama, tentunya membuat mereka senang. Namun sayangnya, terdapat bunga kecil yang tidak kalah indah dari yang lain berada di antara semak-semak belukar. Bunga kecil itu belum diberi nama entah karena Tuhan lupa atau memang sengaja memberinya di saat terakhir.
Bunga kecil yang belum diberi nama itu pun berkata 'Forget Me Not, My Lord! Forget Me Not' lalu karena perkataannya itu membuat Tuhan tersenyum dan memberikan nama bunga kecil itu adalah Forget Me Not.
Karena makna serta kisah yang pernah ayah ceritakan. Jihan langsung jatuh cinta pada bunga kecil itu meski dirinya belum pernah melihatnya secara langsung. Dan saat itu setelah ayah selesai bercerita. Di dalam hatinya Jihan amat berharap, jika suatu saat nanti bisa menemukan cinta sejatinya.
"Aku harap hubungan kita bisa kembali seperti dulu lagi, Han." Kalimat yang Albin ucapkan membuat Jihan menatapnya.
Di saat dirinya masih mengeluarkan air matanya tanpa suara lelaki tidak tahu diri itu malah tersenyum. "Kamu mau kan maafin aku dan kasih aku kesempatan satu kali lagi?"
Jihan benar-benar tidak baik-baik saja dan akhirnya air matanya tidak bisa ditahan, perempuan itu menangis dengan terisak-isak. Albin yang melihatnya mengambil langkah maju mendekati Jihan untuk memberinya pelukan. Albin yang membawanya ke dalam dekapannya tidak mendapat penolakan dari Jihan, karena perempuan itu sudah membuat sebuah keputusan.
Dan ternyata di balik tiang listrik seberang rumah Jihan ada Natha yang mengamati mereka, dia tidak tersenyum maupun marah, dia hanya kecewa karena ternyata Jihan masih belum bisa menerima kehadirannya.
Sebentar dia menghela napas, dan sebelum membalikkan badan meninggalkan tempat yang dirinya pijaki. Natha menatap ikat rambut berwarna ungu yang ada di genggaman tangannya, ikat rambut itu milik Jihan yang tertinggal di mobilnya dan malam ini Natha tidak jadi mengembalikannya.