Loading...
Logo TinLit
Read Story - MANITO
MENU
About Us  

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

Kita harus berani menghadapi segala sesuatu yang terjadi. Agar, tidak merugi tetap merasa pada satu titik. Berusaha sebaik mungkin untuk mengubah hal yang mungkin buruk menjadi lebih baik.

 

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

 

Kenapa Seta ngomong kayak gitu ya? Apa mungkin dia tahu teman rahasia gue. Atau, jangan-jangan malah selama ini dia yang menjadi teman rahasia.

 

Itulah sedikit pemikiran sekaligus tebakan Razel. Akan tetapi, jika Semesta teman rahasianya mungkin akan terjadi seperti tadi. Tak perlu hanya berbicara mengenai sesuatu yang menjelaskan ke arah rahasia teman. Menurutnya, terlalu manis semua chat yang diterimanya selama ini. Seperti bukan dari sosok laki-laki. Atau, mungkin Semesta tahu siapa sebenarnya dibalik sosok teman rahasianya.


Akan tetapi, kalau Semesta bukan teman rahasianya. Tapi, diketahui kenapa cowok itu seperti mengetahui hal yang tidak orang lain. Razel cukup penasaran dengan sosok Semesta. Terlihat seperti anak remaja biasa, tapi ia tidak boleh melupakan teman kelas adiknya yang berasal dari keluarga bukan main-main. Bahkan, memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

"Seta bisik-bisik ngomong apa ke Kakak? Kok, wajah kakak berubah begitu?" Sera merasa khawatir, melihat perubahan raut wajah Razel. Kakaknya. Takut, bila Semesta mengatakan sesuatu yang tidak-tidak.

Razel menghela napas, lalu menyenggingkan senyum ke arah Sera. Adiknya. Agar, Sera tidak curiga lagi. Lagi pula, mengenai teman rahasianya memang tidak ada orang yang tahu. Termasuk, Sera yang selalu menjadi adik terbaik untuk Razel. Karena, ia memang sengaja merahasiakan semua chatnya bersama teman rahasia. Namanya juga teman rahasia. Makanya, Razel memang tidak memberitahu orang lain. Akan tetapi, kini ia sedikit mewujudkan Semesta. Meskipun sebenarnya kata Semesta belum tentu pria itu mengatakan sesuatu mengenai rahasia teman yang selama ini bertukar pesan bersamanya. "Nggak ada apa-apa, Dek. Tau sendiri, kalo Seta kan kata lo suka ngomong ngelantur. Jadi nggak perlu dipikirin kan?"

Sera mengangguk, meskipun masih penasaran seperti ada yang disembunyikan Razel darinya. Akan tetapi, dia tidak mau terlalu mencampuri urusan pribadi Razel. Kakaknya. "Kalau begitu, gue juga harus ke kelas. Sampai jumpa Kak Razel."

Razel sambil tersenyum mengecewakan Sera. Tahu, bila adiknya pasti masih penasaran dengan apa yang dibicarakan Semesta dia. Namun, sekarang belum waktu yang tepat untuk memberi Sera tentang teman rahasia itu. Karena, ia harus menemukan siapa dibalik identitas teman rahasianya itu. Baru setelahnya, ia memberitahu adiknya. Agar, dirinya tidak salah memberikan informasi. Berharap, sosok manito-nya merupakan orang yang baik seperti yang diketahui saat melakukan tukar pesan selama ini.

Bel masuk sudah berbunyi, kini Razel fokus melihat sekaligus menerima materi dari guru. Materi pelajaran Matematika memang tidaklah mudah. Akan tetapi, Razel cukup cepat bisa memahami rumus, soal, sekaligus cara penyelesaikan yang dijelaskan guru. Terlebih, ia sudah memasuki tahun akhir di sekolah. Harus bisa berkonsentrasi penuh dalam memahami segala materi. Agar, saat mengerjakan ujian akhir bisa mendapatkan nilai memuaskan. Meskipun, ia termasuk siswa terpintar. Namun, harus tetap belajar dengan giat. Lantaran, itu akan menentukan hasil maksimal serta untuk masa depan cerah.

Selesai jam pelajaran pertama selesai. Ada cukup waktu untuk saling bertukar pikiran dengan teman-temannya. Sembari menunggu pelajaran selanjutnya.

"Kayaknya, kita butuh ikut kelas tambahan di luar sekolah, deh. Biar, nilai kita konsisten atau mungkin bisa bertambah baik. Soalnya, anak-anak lain yang udah ikut les buat persiapan ujian." Helga memulai pembicaraan, di depan Razel serta Januar.

Januar tahu, memang sebenarnya beberapa orang memang sudah melakukan apa yang dikatakan oleh Helga. Hanya saja, ia memang tidak tertarik mengikuti les di luar. Karena, harus bisa pintar membagi waktu sekaligus mengeluarkan banyak biaya. "Gue nggak terlalu minat ikut les. Kayaknya, kalo ikut sekarang juga udah telat nggak, sih? Soalnya, kan tinggal beberapa bulan lagi ujian akhirnya. Mending, kita fokus belajar sendiri dengan giat di rumah."

Razel terdiam, merasa yang dikatakan Januar ada benarnya. Bukan tidak mau mengeluarkan banyak uang. Namun, memang mengikuti les membutuh uang sekaligus waktu tidak sedikit. Ia rasa, bisa belajar giat sendiri. Karena, ia cukup yakin dengan kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, ia tak mau membebani orang tuanya. Meskipun, ia yakin kedua orang tuanya tidak masalah bila mengeluarkan biaya untuk les. Akan tetapi, ia memilih belajar lebih rajin di rumah. Seperti, menambah jam belajar agar bisa menyerap materi yang sudah diberikan guru sekolahnya. "Gue setuju sama Januar. Soalnya, kalo kita rajin belajar pasti bisa menghasilkan nilai memuaskan. Kita juga harus percaya sama kemampuan diri kita sendiri."

Helga mengangguk, sepertinya setuju dengan pendapat dari kedua sahabatnya. Lagipula, nilainya tidak terlalu buruk. Hanya butuh rajin belajar untuk memperbaiki sekaligus bisa mendapatkan nilai lebih memuaskan dari sebelumnya. Tak hanya itu, ia memiliki dua sahabat yang bisa diajak untuk belajar bersama. Itu cukup efisien dilakukan untuk saat ini. Ia percaya, Razel maupun Januar pasti mau diajak kerjasama meningkatan nilai dengan cara belajar bersama. "Kalian nggak keberatan kalo harus belajar bareng gue, kan? Ajarin gue, soalnya kalian tau butuh teman belajar. Biar bisa belajar sekaligus memahami materi dengan baik."

Baik Razel maupun Januar mengangguk sembari menyunggingkan senyum. Tak masalah, bila harus membimbing Helga saat belajar. Karena, Helga hanya butuh dukungan sekaligus pemahaman untuk bisa berhasil dalam mengerjakan ujian.

"Oke." Razel tidak merasa keberatan untuk membantu Helga belajar. Karena, ia juga bisa ikut belajar semakin memahami materi yang ada. Lagipula, Helga memang hanya butuh bimbingan untuk bisa maju.

"Nggak masalah, asal lo serius belajarnya. Jangan malas-malasan, apalagi kebanyakan bercanda pas belajar." Januar setuju dengan permintaan Helga. Akan tetapi, ada persyaratan yang harus disetujui Helga. Karena, mereka butuh konsentrasi saat belajar.

Helga tersenyum, merasa senang kedua sahabatnya mau membantu dirinya belajar. Agar, ia bisa mengerjakan serta mendapat nilai memuaskan saat ujian. Lagipula, ia tak perlu meragukan kemampuan Razel maupun Januar. Karena, sudah terbukti akurat bagus. Selalu berada di peringkat atas kelas sekaligus pararel sekolahnya. "Oke. Semua aman, tenang aja. Gue bakalan turutin apa kata kalian berdua."

Razel maupun Januar mengangguk, cukup mempercayai perkataan dari Helga. Karena, terkadang cowok itu bisa dalam mode serius. Sehingga, tidak ada salahnya menyetujui apa yang dilakukan Helga.

"Berarti mulai hari ini, kita bakalan belajar bareng habis pulang sekolah." Helga tersenyum, sangat bersemangat karena akan memulai belajar dengan kedua sahabatnya.

"Nggak hari ini juga kali, Ga. Butuh waktu buat rencanakan semuanya. Kan, nggak bisa dadakan kayak tahu bulat." Januar sedikit kesal dengan perkataan Helga. Karena, merasa butuh waktu mempersiapkan segala hal saat belajar.

"Kita rencanakan secara mateng, biar nggak cuma sekali dua kali doang belajarnya. Takut banget, itu cuma bertahan bentar." Razel ingin memikirkan kegiatan itu dengan baik. Agar, tidak bertahan sesaat serta berhenti di tengah jalan.

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

 

Beberapa jam kemudian. Sepulang sekolah, Libby pergi ke salah satu tempat makan yang ada di pusat perbelanjaan untuk bertemu dengan pengacara yang dipercaya Mamanya.

 

Kini, Libby duduk sembari memperhatikan situasi di sana. Sesekali melirik kanan serta kirinya. Memastikan, dirinya tidak menjadi pusat perhatian. Meskipun, memang sedang berada di tempat umum.

 

Sepuluh menit kemudian.

 

Libby melihat lelaki paruh baya mendekat ke arahnya. Sepertinya, itu benar pengacara Mamanya. Karena, langsung mengenal dirinya tanpa harus kembali mengirim pesan.

 

"Libby, Putri tunggal Arini, kan?" Lelaki itu to the poin, saat sampai di hadapan Libby.

 

Libby bangkit dari duduknya, lalu menyunggingkan senyum sembari mengulurkan tangan pada Aksa. Pengacara Mamanya. Pun, Aksa menjabat tangan Libby sembari memperkenal diri.

 

"Salam kenal, Om. Maaf... Kalo saya ganggu waktunya. Soalnya, ada sesuatu yang ingin saya bicara." Libby memulai pembicaraan dengan lelaki yang lebih tua darinya. Mungkin, umurnya tidak jauh dengan Papanya. Meskipun, memang terlihat lebih muda Aksa.

 

Aksa tersenyum, tahu pasti ada hal penting ingin dibicarakan Libby dengannya. Mungkin, berhubungan dengan harta milik Arini. Kliennya. "Tidak apa-apa, saya memang sedang tidak terlalu sibuk."

 

Sebenarnya, Libby cukup ragu sekaligus sedikit takut harus menanyakan tentang harta milik Mamanya. Terlebih, ia belum mengenal sosok Aksa. Meskipun, Mamanya percaya dengan lelaki itu. Bahkan, menjadikan Aksa sebagai orang kepercayaannya. Perasaanya sedikit gelisah, terlihat dari tangannya mulai berkeringat.

 

Aksa tersenyum, menyadari keraguan dirasakan Libby. Lantaran, ia cukup tahu apa yang dialami gadis itu. Ia memiliki data lengkap Libby. Anak dari koleganya itu. Sehingga, ia akan membuat gadis di depannya itu lebih nyaman saat berbicara dengannya. Agar, bisa memperlancar inti masalah yang akan dibahas bersamanya. "Nggak usah takut, minum aja dulu. Lagipula, saya udah tau keadaan kamu. Jadi, langsung ngomong apa yang ingin dibicarakan aja. Biar, kamu lebih nyaman, Nak."

 

Mendengar itu, Libby mulai menghela napas, menetralkan keadaan tubuhnya. Cukup percaya, bila orang di depannya itu bukan orang jahat. Bahkan, seperti sudah tahu semua hal tentang dirinya. "Hm... Saya cuma tanya tentang semua aset punya Mama. Soalnya, saya nggak mau nanti ada orang yang mengambil dengan memanfaatkan Papa."

 

Aksa tersenyum, benar dugaannya gadis itu membahas harta milik Arini. Akan tetapi, itu tidak masalah baginya. Karena, Libby berhak mengetahuinya. Lantaran, sudah mulai beranjak remaja. Lagipula, ia melihat Libby bukanlah gadis yang akan menghambur-hamburkan uang begitu saja. Berbeda, dengan anak remaja lain. Pasti ada alasan gadis itu ingin mengetahui harta Mamanya.

 

"Semua aset Mama kamu aman, tidak bisa ada yang mengotak-atik nya. Kecuali, orang yang berhak. Itupun, saya belum bisa memberitahu siapa orangnya." Aksa menjelaskan apa yang harus disampaikan. "Termasuk juga, harta milik bersama dengan Pak Bimo. Tidak akan bisa beralih atas persetujuan ahli warisnya. Jadi, nggak perlu khawatir akan diambil orang luar. Apalagi, keluarga baru Pak Bimo. Mereka tidak memiliki hak apapun mengenai aset seperti rumah maupun perusahaan."

 

Libby merasa lega, mendengar penjelasan dari Aksa. Setidaknya, untuk sekarang tak perlu khawatir bila Mawar akan mencoba mengambil aset-aset milik keluarganya. Karena, itu memang bukan hal wanita jahat yang sedang berpura-pura menjadi malaikat di depan Papanya. "Terima kasih infonya, Om."

 

Aksa terdiam, melihat reaksi Libby seperti tidak ingin mengetahui siapa ahli waris Arini. Atau, mungkin gadis itu sudah merasa dirinya ahli waris Arini. "Kamu tidak penasaran ahli waris Mama kamu? Kamu nggak berharap menjadi ahli waris itu? Kan, kamu anak kandung Arini dengan Bimo?"

 

Libby pusing, sudah merasa lega mengetahui bila Papanya tidak bisa mengubah atau mengambil aset yang berhubungan dengan Mamanya. Sehingga Mawar tidak bisa memanfaatkan Bimo. Papanya."Saya percaya, kalo ahli warisnya itu memang dipercaya sama Mama buat memiliki semua aset maupun harta Mama. Soalnya, Mama pasti udah mikirin itu dengan baik. Meski, Mama sempat bilang kalo saya punya hak, tapi kalo misal nggak ya udah. ​​​​Yang terpenting, semuanya aman."

 

Aksa merasa salut dengan pemikiran anak remaja di depannya. Meski begitu, seharusnya sudah tahu bila akan mendapatkan hak waris. Namun, sekarang tidak mempermasalahkan jika memang bukan dirinya. Ia sadar, ternyata sifat Libby sedikit mewarisi kepribadian milik Arini.

 

Kemudian, Aksa salah fokus saat melihat seragam sekolah yang dipakai Libby. Ia rasa, motifnya milik seragam keponakannya. "Sepertinya kamu satu sekolah keponakan saya. Apakah kamu kenal dengan Semesta?"

Libby terdiam sejenak, sambil mengerutkan kening sambil menatap Aksa.


 

- Akan Dilanjutkan -






 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Peri Hujan dan Sepucuk Mawar Merah
1001      613     9     
Short Story
Sobara adalah anak SMA yang sangat tampan. Suatu hari dia menerima sepucuk surat dari seseorang. Surat itu mengubah hidupnya terhadap keyakinan masa kanak-kanaknya yang dianggap baginya sungguh tidak masuk akal. Ikuti cerita pendek Peri Hujan dan Sepucuk Mawar Merah yang akan membuatmu yakin bahwa masa kanak-kanak adalah hal yang terindah.
7Β°49β€²S 112Β°0β€²E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
1080      719     1     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7Β°49β€²S 112Β°0β€²E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
The Story of Fairro
3109      1398     3     
Horror
Ini kisah tentang Fairro, seorang pemuda yang putus asa mencari jati dirinya, siapa atau apa sebenarnya dirinya? Dengan segala kekuatan supranaturalnya, kertergantungannya pada darah yang membuatnya menjadi seperti vampire dan dengan segala kematian - kematian yang disebabkan oleh dirinya, dan Anggra saudara kembar gaibnya...Ya gaib...Karena Anggra hanya bisa berwujud nyata pada setiap pukul dua ...
Coretan Rindu Dari Ayah
699      502     1     
Short Story
...sebab tidak ada cinta yang lebih besar dari cinta yang diberikan oleh keluarga.
Dead Time
0      0     0     
Action
Tak ada yang tahu kapan waktu mulai berhenti. Semuanya tampak normalβ€”sampai detik itu datang. Jam tak lagi berdetak, suara menghilang, dan dunia terasa membeku di antara hidup dan mati. Di tempat yang sunyi itu, hanya ada bayangan masa lalu yang terus berulang, seolah waktu sendiri menolak untuk bergerak maju. Setiap langkah membawa pertanyaan baru, tapi tak pernah ada jawaban yang benar-be...
Monday
324      255     0     
Romance
Apa salah Refaya sehingga dia harus berada dalam satu kelas yang sama dengan mantan pacar satu-satunya, bahkan duduk bersebelahan? Apakah memang Tuhan memberikan jalan untuk memperbaiki hubungan? Ah, sepertinya malah memperparah keadaan. Hari Senin selalu menjadi awal dari cerita Refaya.
HARMONI : Antara Padam, Sulut dan Terang
1374      661     5     
Romance
HARMONI adalah Padam, yang seketika jadikan gelap sebuah ruangan. Meski semula terang benderang. HARMONI adalah Sulut, yang memberikan harapan akan datangnya sinar tuk cerahkan ruang yang gelap. HARMONI adalah Terang, yang menjadikan ruang yang tersembunyi menampakkan segala isinya. Dan HARMONI yang sesungguhnya adalah masa di mana ketiga bagian dari Padam, Sulut dan Terang saling bertuk...
Aku yang Setenang ini Riuhnya dikepala
87      78     1     
True Story
Mendadak Halal
8768      2433     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
Naskah Novelku
7      4     1     
Inspirational
Ini cerita kita, penulis kecil yang nulis tanpa suara. Naskah dikirim, tanpa balasan. Postingan sepi, tanpa perhatian. Kadang bertanya, β€œApakah aku cukup baik?” Aku juga pernah di sana. Hingga suatu malam, bermimpi berada di perpustakaan raksasa, dan menemukan buku berjudul: β€œNaskah Novelku.” Saat bangun, aku sadar: Menulis bukan soal dibaca banyak orang, Tapi soal terus berka...