Loading...
Logo TinLit
Read Story - MANITO
MENU
About Us  

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

Kita harus tetap sabar menjalani hidup. Karena, semua memang butuh proses. Dan, hasil tidak akan mengkhianati usaha bila kita melakukannya dengan sepenuh hati. 

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

"Maaf... Kak. Aku nggak bermaksud buat--" Nada bicara Libby sedikit bergetar, takut bila Razel akan memarahinya. Terlebih, ia masuk ke dalam kamar itu disaat yang tidak tepat. 

"Nggak apa-apa, tapi lain kali tolong ketuk pintu dulu." Razel sembari menatap Libby yang terlihat takut pada dirinya. 

Libby menghela napas, merasa lega mendapat respon tidak seperti yang dipikirkan. Padahal, bukan salahnya mencoba masuk ke dalam kamar itu. Karena, ia sudah mengetuk pintu kamar sahabatnya beberapa kali. Namun, tidak mendapatkan respon. Sehingga, memberanikan diri mengecek keadaan kamar itu. 

Akan tetapi, Libby tidak mau situasi semakin rumit. Sehingga, ia memilih tidak memprotes perkataan Razel. 

"Nyari Sera, ya?" Razel sudah bisa menebak bila gadis itu pasti ingin bertemu dengan Sera. Adiknya. Karena, ia cukup mengingat bila adiknya memang berteman dengan Libby. Meskipun, sebagian ingatannya telah hilang akibat kecelakaan yang dialami. 

Libby menganggukkan kepala sebagai respon dari pertanyaan Razel. 

"Dia ada di kamar sebelah." Razel memberitahu keberadaan adiknya pada Libby. Kemudian, Libby melangkah meninggalkan Razel. Walaupun, seingatnya tempat itu merupakan kamar Sera. Namun, entah kenapa justru ia bertemu dengan Razel bukan Sera di sana. Akan tetapi, hal itu bukan urusannya. 

Tak mau ambil pusing, Libby melangkah menuju kamar yang ditunjukan oleh Razel. Lalu, ia mencoba mengetuk pintu sembari memanggil nama Sera. Agar, sahabatnya bisa mengetahui kedatangannya. Sehingga, ia tidak terjadi kesalahan. 

"Eh... Sori, Libby. Pasti lo tadi ke kamar gue dulu, ya?" Sera merasa bersalah lupa memberitahu keberadaannya pada Libby. Karena, ia memang diminta pindah ke kamar kakaknya secara mendadak. Meskipun, di sana ia hanya duduk lalu berbaring. 

Libby mengangguk sembari tersenyum, tak mempermasalahkan hal itu. Yang terpenting, sekarang ia sudah bertemu dengan sahabatnya. "Oh iya, aku udah bawain novel yang kamu mau pinjem, Ser."

"Huah... Makasih banget, Libby. Gue pinjem dulu, ya. Soalnya, gue butuh bahan bacaan di rumah sering bosen. Jadi, kayaknya baca novel bakalan bikin hidup lebih berwarna." Sera senang bisa mempunyai sahabat sebaik Libby. Tidak hanya itu, Libby juga bisa diandalkan. Sepertinya, ia sangat beruntung bisa bersahabat dengan Libby. 

Libby tersenyum, merasa bahagia bisa berguna untuk orang lain. Terlebih, itu bagi sahabat terbaiknya. "Kalo gitu, aku balik dulu, Ser. Soalnya, ini udah lumayan malam. Takut nanti Papaku marah."

"Eh... Bentar. Lo yakin mau langsung pulang? Padahal, baru sampai lho." Sera menjadi tak enak hati pada Libby. "Mending lo duduk-duduk dulu, deh. Nanti biar nanti gue antar lo pulang. Ehm... Atau nggak, minta Kak Razel anterin lo kalo takut kemalaman."

Libby menggelengkan kepalanya. Tak mau merepotkan orang lain. "Nggak perlu, Ser. Aku bisa pesan taksi online, tenang aja."

"Nggak baik, cewek pulang sendirian malam-malam." Sera tahu, sering terjadi kejahatan pada wanita ketika malam hari. Jadi, ia tak mau itu terjadi pada Libby. Sehingga, dengan cepat Sera berlari hendak menemui Razel. Karena, ia ingin meminta bantuan kakaknya untuk mengantar Libby. Meskipun, sahabatnya akan menolak. Namun, ia tetap akan memaksa Razel untuk menuruti permintaannya. 

Kini, Libby hanya bisa pasrah dengan kelakuan Sera. Walaupun, sedari awal ia sudah menolak tawaran sahabatnya itu. 

Beberapa menit kemudian, Sera kembali menghampiri Libby. Kali ini, gadis itu sudah bersama Razel. 

"Kak Razel udah setuju mau antar lo pulang, Bby. Jadi, nggak usah sungkan sama dia. Lagipula, pasti Kakak gue bakalan jagain lo sepenuh hati. Kalo sampai nggak, biar itu jadi urusan gue." Sera tersenyum, senang sudah bisa membujuk Razel bersedia mengantar Libby. 

Libby beralih menatap Razel, merasa tak enak hati. Pasti Sera sudah memaksa kakaknya. "Beneran nggak usah, Ser. Aku bisa pulang sendiri, kok." 

"Nggak apa-apa, Bby. Ayo ... Gue antar pulang." Tanpa diduga, Razel mulai berbicara. Seakan, ia tidak mempermasalahkan apapun. Ia bersedia mengantarkan Libby. 

"Tuh... Dengar kan lo, Kakak gue nggak keberatan. Gas aja, tanpa pikir panjang. Mumpung dia belum berubah pikiran." Sera kembali menyakinkan Libby agar setuju dengan penawarannya. 

Menghela napas sejenak, lalu dengan pasrah Libby menuruti permintaan Sera. Meskipun, ia merasa tak enak. Akan tetapi, ia tak mau membuat sahabatnya kecewa bila menolak permintaannya. "Oke. Sebelumnya, makasih, Ser, Kak Razel."

Sera tersenyum, senang sahabatnya mau menuruti penawarannya. Razel mengangguk, mendengar persetujuan Libby. 

Setelah itu, Razel mengantarkan Libby pulang dengan selamat. Meskipun, dalam perjalanan pulang tidak banyak pembicaraan tercipta. Namun, Libby merasa nyaman serta beruntung diantar oleh kakak dari sahabatnya itu. 

"Sekali lagi, aku makasih banget kakak udah mau antar pulang. Maaf... Kalo aku jadi ngerepotin. Selamat malam." Libby berpamitan sembari hendak keluar dari mobil milik Razel.

"Tunggu..." Razel menahan lengan Libby. Sepertinya, ada sesuatu yang dibicarakan. 

Libby menoleh, sembari menatap heran kepada Razel. "Kenapa, Kak?"  

"Terima kasih udah mau jadi sahabatnya Sera. Soalnya, kadang gue ngerasa dia ngerasa kesepian. Tapi, dia nutupin itu dari orang terdekatnya." Razel senang bisa melihat adiknya ceria seperti sekarang saat sudah berteman dengan Libby. 

"Iya sama-sama, Kak. Kalo gitu, aku masuk dulu." Libby kembali berpamitan pada Razel. Kemudian, cowok itu melepaskan lengan Libby. 

Seusai kepergian Libby, Razel bergegas meninggalkan area rumah Libby. 

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

Seperti biasa, suasana kelas sebelum bel masuk berbunyi selalu dipenuhi suara bersautan satu sama lain diantara siswa maupun siswi. Itu sudah menjadi bukan rahasia. 

"Yum... Hebat peringkat lo selalu bagus tiap ujian. Gue yakin, semester depan nilai lo bakalan tetap bagus. Bahkan, bisa naik sekaligus lebih baik lagi. Pantas saja, bokap sama nyokap lo bangga banget. Keluarga lo harmonis banget." Salah satu siswi kelas XI IPA 1 seraya memuji sosok Yumika. 

Melihat itu, Libby menghela napas sadar bila memang benar yang dikatakan teman sekelasnya tentang Yumika. Bahkan, sepertinya tidak ada yang tahu bila dia dan Yumika merupakan saudara tiri. Karena, ia memang tidak pernah membicarakan atau menunjukan keluarganya di depan umum. Hanya beberapa orang saja yang mengetahui tentang keluarganya. Papanya saja seperti tidak pernah menganggap nya ada. Selalu memuji serta membandingkan prestasi Yumika dengan dirinya. 

"Makasih, ya. Semua juga karena dukungan orang tua gue. Jadi, gue lebih semangat buat belajar. Dan, mungkin itu yang bikin nilai gue semakin membaik. Nggak usah berlebihan gitulah mujinya. Lo juga nanti bisa dapat nilai bagus. Mari berjuang bareng-bareng. Karena, semua orang pasti bisa berprestasi." Seperti biasa, Yumika terlihat lemah lembut disertai senyuman manis saat berbicara dengan orang lain. 

Tanpa disadari, perasaan tak nyaman mulai muncul dalam diri Libby. Karena, ia ingin merasakan kasih sayang dari Papanya. Akan tetapi, itu mustahil didapatkan. Mengingat, Papanya sangat membenci dirinya sejak kematian Mamanya. Itu cukup membuat Libby trauma. Terbukti, sekarang tangannya mulai bergetar. Jujur, Libby terkadang memang merasa ingin mendapatkan perlakuan yang sama seperti kasih sayang yang didapatkan oleh Yumika dari Papanya. Akan tetapi, ia harus bisa menahan diri serta membuang perasaan itu sejauh mungkin sadar bila sulit mendapatkannya. 

"Nggak usah didengerin kalo itu bikin lo kurang nyaman. Karena, gue tau lo nggak selemah itu. Dan, lo jauh lebih baik dari orang lain. Semangat, ya. Semua akan indah pada waktunya. Gue tahu, apa yang lo rasain, Bby." Tiba-tiba, Semesta menepuk bahu Libby. Tahu, apa yang dirasakan gadis itu. Hanya saja, mungkin Libby cukup pandai menutupi rasa sakit itu. Tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang yang disayangi memang menyedihkan. 

Libby menatap sedikit heran, kenapa Semesta berkata seperti itu. Seakan cowok itu, mengetahui isi pikiran serta perasaannya. Sepertinya, Semesta memang cukup peka dengan sekitarnya. 

"Jalani aja apa yang ada sekarang. Berusaha sekaligus berjuang mendapatkan apa yang diinginkan memang perlu. Jadi, jangan pernah menyerah, ya." Semesta tersenyum, lalu melangkah menuju tempat duduknya. 

Mendengar perkataan Semesta, bisa membuat perasaan Libby lebih tenang. Sepertinya, tingkat kepekaan tinggi tanpa diduga-duga. Padahal, ia jarang mengobrol dengan cowok itu. Namun, Semesta tahu apa yang dirasakan Libby. 

- To Be Continue - 


 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
IMPIANKU
27847      4207     14     
Mystery
Deskripsi Setiap manusia pasti memiliki sebuah impian, dan berusaha untuk mewujudkan impiannya itu. Walau terkadang suka terjebak dengan apa yang diusahakan dalam menggapai impian tersebut. Begitu pun yang dialami oleh Satria, dalam usaha mewujudkan segala impiannya, sebagai anak Broken Home. Walau keadaan keluarganya hancur karena keegoisan sang ayah. Satria mencoba mencari jati dirinya,...
Warisan Tak Ternilai
606      245     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Sunset in February
982      546     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
Ojek Payung
548      395     0     
Short Story
Gadis ojek payung yang menanti seorang pria saat hujan mulai turun.
The Call(er)
1782      1031     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
4046      1645     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
Gadis Kecil Air Tawar
501      360     0     
Short Story
Mulailah berbuat baik terhadap hal-hal di sekelilingmu.
Because I Love You
1391      771     2     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
About Secret Admirer
692      431     0     
Romance
Untukmu yang bernasib sepertiku Hanya bisa menyimpan sebuah nama Selalu menyimpan rasa rindu dan cinta Namun tak bisa memiliki hati dan raganya Menyelami lautan rasa penuh luka Merajut kisah sendiri bersama puluhan rasa dalam diam Berharap dia tahu tanpa kita mengatakannya Hatinya berisik, mulutnya bungkam Selamat menikmati πŸ˜ƒπŸ˜ƒ Based on true story πŸŒƒπŸŒƒ
Let me be cruel
5599      2804     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.