Kesetiaan
Dari dalam ruangan terlihat jelas diluar sana langit sedang menangis tersedu-sedu tanpa memperdulikan apapun. Suasana di ruangan ini yang tadinya sepi kini menjadi gaduh karena tumpahan air dari langit itu semakin deras. Tempat ini menjadi tempat yang paling menyenangkan bagi para kutu buku. Cuaca yang tidak bersahabat itu membuat sosok gadis yang baru saja berumur 17 tahun ini gelisah. Sebuah buku karangan Tere Liye yang sempat dia baca kini hanya tergeletak dimeja. Banyak tumpukan buku yang masih belum dia baca. Selisih beberapa meter dari tempat yang dia tempati ada sosok lelaki yang terlihat seumuran dengannya sedang berdiri dibelakang gadis itu sambil membicarakan sesuatu kepadanya.
“Itu buku cuma dibuat pajangan aja nih... gak mau dibaca lagi?” tanya lelaki itu.
“Haduh Gilang... Kirain siapa tiba-tiba muncul dari belakang...” respon gadis itu sambil masang wajah gelisah.
“Kamu ini lagi ngelamun apa ngelihatin hujan sih?” tanya lelaki itu lagi, panggil saja Gilang.
“Gak dua-duanya.” jawab Mita, gadis yang baru saja berumur 17 tahun itu.
“Terus....” perkataan Gilang yang menggantung hingga membuat Mita segera melanjutkan perkataannya.
“Ya aku cuma lagi bingung aja. Kalau hujannya gak reda-reda sampai nanti malam, berarti...” belum selesai Mita berbicara Gilang memotongnya.
“Tunggu...tunggu.... Emang nanti kita jadi meet up? Emangnya Tio udah balik dari Surabaya?” ekspresi Gilang tampak terkejut campur bahagia.
“Iya udah balik lah. Kalau belum balik mana mungkin dia ngajak kita meet up nanti malam.” Mita masih saja tetap terlihat gelisah.
“Iya juga sih..Tapi kok aku gak dikabarin ya kalau dia udah balik dari Surabaya dan mau ngajak kita meet up...” tanya gilang sambil menggaruk-garukkan kepala.
“Siapa bilang dia gak ngabarin kamu. Dia itu udah ngabarin kamu beberapa hari yang lalu sebelum dia ngabarin aku. Kamu nya aja yang OFF WA.“ tatapan mata Mita masih tertuju pada tangisan langit yang deras itu.
“Serius dia ngabarin aku??? Ngabarin lewat WA??? Haduhh..”ucap Gilang sambil menepuk dahinya.
“Iya serius. Lagipula siapa suruh pakai acara uninstall WA segala..” kata Mita. Tidak lama, dia melanjutkan pembicaraannya lagi. “Aku berharapppp banget, kalau nanti kita jadi meet up bareng Tio dan kita bisa bernostalgia. Hmmm... jadi kangen.... ”
“Terus...gimana perasaan kamu dengan Tio? Apa masih tetap seperti beberapa bulan yang lalu?” pertanyaan Gilang membuat Mita terkejut dan mengalihkan pandangan menuju mata Gilang.
“Emangnya kamu tau?” tiba-tiba saja Mita masang wajah yang serius.
“Aku udah mengenal kamu lebih dari aku mengenal diri aku sendiri, aku tau apa yang ada dihati kamu. Kamu yang selalu menunggu kehadirannya. Aku tau semuanya...” papar Gilang dengan wajah yang cukup serius. Mendengar perkataan Gilang, hati Mita tersentuh dan menatap Gilang dengan heran, namun tidak lama kemudian Gilang melanjutkan pembicaraannya. “Hmmm maaf...maaf... Aku gak bermaksud untuk ikut campur. Hmmm sepertinya udah mulai reda, kita langsung pulang yukk, kita kan masih butuh persiapan untuk acara nanti malam. Ayokk...
Melihat Mita yang terus saja terheran-heran, Gilang berusaha mengalihkan pembicaraannya. “Udah ya, lupakan perkataan aku tadi. Tadi aku cuma asal bicara aja kok. Yukk pulang..” Dengan perasaan yang campur aduk Mita akhirnya mengikuti ajakan Gilang. Tidak lama kemudian mereka bergegas pulang..
*****
Tidak terasa siang pun berganti malam. Kini cuaca yang cerah dan hawa dingin menyelimuti malam yang indah. Terlihat Mita dan Gilang sedang berada ditengah-tengah keramaian kendaraan dipusat kota dengan menaiki sepeda motor kesayangan Gilang. Tiba-tiba saja Gilang memecahkan suasana yang sempat hening sepanjang perjalanan.
“Mita, kamu gak marah kan?” tanya Gilang.
“Marah? Marah kenapa?” tanya Mita balik.
“Iya marah karena kejadian tadi.” kata Gilang sambil fokus mengendara.
“Hmmm emang tadi ada apa?” Mita terus saja bertanya.
“Haduhh..Mita....aku serius...” ekspresi Gilang agak kesel
“Iya aku juga serius. Emang kejadian apa? Jangan bilang kalau yang kamu maksud itu masalah perasaan aku sama Tio... Iya kan...” pinta Mita santai. Belum sempat Gilang menjawabnya Mita langsung saja melanjutkan perkataannya. “Iya emang sih tadinya aku sempat heran, kaget, kesel. Tapi ya udahlah ya ngapain dipikirin terus. Yang penting sekarang kita happy....”
Mendengar perkataan Mita, Galang terasa canggung dan masih mengingat kejadian tadi siang. Beberap menit kemudian tidak terasa sepeda yang dinaiki Galang dan Mita tiba didepan sebuah mall.
“Iya udah yuk kita langsung masuk aja, kita langsung ke tempat biasa kumpul. Siapa tau Tio udah nunggu kita disana.” ucap Mita sambil berjalan menuju mall kemudian diikuti dengan Gilang dibelakangnya.
Mita dan sahabat kecilnya itu menelusuri mall. Tempat itu sudah menjadi tempat favorite mereka. Setiap ada waktu luang mereka selalu kesana.Tidak terasa mereka sampai resto yang tempatnya berdekatan dengan tempat bermain anak-anak.
“Wauwww...Resto nya makin bagus aja ya. Empat hari kita gak kesini udah banyak perubahan ya.” celetuk Gilang.
“Haduh Gilang... Ini bukan makin bagus, tapi udah di booking sama orang. Coba kamu lihat ada beberapa bunga dan hiasan dimeja. Dan beberapa menu makanan juga sudah dihidangkan. Sepertinya akan ada meeting keluarga.” papar Mita dengan gaya sok taunya sambil melihat hiasan indah sepanjang resto.
“Sok tau banget sih...Eh tapi bener juga ya, sepertinya udah ada yang booking tempat ini. Tapi kenapa Gilang menyuruh kita ketemuan disini ya.” kata Gilang sambil kebingungan. Tiba-tiba saja terdengar suara mengejutkan.
“Surprise....” suara Tio yang cukup lantang membuat Mita dan Gilang terkejut.
“Gilang...” panggil Mita dan Gilang secara bersamaan.
“Haai guys....” sapa Tio dengan wajah yang gembira melepas rindu.
“Yukk kita langsung duduk aja.” lanjut Tio sambil mengarahkan Mita dan Gilang untuk duduk ditempat yang penuh hiasan itu.
“Eiitss bentar.. bentar.. meja ini kan udah di booking sama orang. Coba kamu lihat.” Mita memberitau kepada Tio.
“Iya aku tau kok tempat ini udah di booking. Yang booking meja ini kan ada dihadapan kalian, so....” Tio meyakinkan dua sahabatnya itu
“So, kamu yang booking.. kirain siapa..Keren...” Gilang mengakuinya sambil mengacungkan jempol.
“Sayangnya bukan aku yang punya ide ngerancang ini semua. Aku minta bantuan Ruly, adik aku, untuk mengirimkan beberapa gambar dekorasi ruangan yang bagus untuk dijadikan konsep meet up kita hari ini.” papar Tio dengan senyum bahagia.
“Huuu... Kirain kamu sendiri yang membuat konsepnya...” ledek Mita.
“Ahhh jangan gitu dong... Kan malu jadinya... Oh iya, mending kita langsung makan aja yukk....makanannya keburu dingin nih.Yuk makan... makan.. Nih ada nasi goreng, gurame asam manis, tuh aku juga pesanin soup sehat dan chicken steak dan tidak lupa juga ada udang saos pedas. Masih ingat kan kita pernah beli gurame asam manis sebanyak 3 porsi, karena porsinya banyak banget dan gak habis, mangkanya kita kasih ke kucing yang ada disebelah mall. Pas udah mau habis, eh ada orang marah-marah dikira kita yang ngambil tuh kucing, padahal kan kita gak sengaja nemuin.....” Tio terus saja berbicara tiada henti sambil bernostalgia bersama sahabat-sahabat kecilnya. Mereka tampak bahagia. Mereka menumpahkan rasa rindu yang sudah mereka pendam sekian lama. Canda dan tawa serta kehangatan hadir dalam diri mereka. Sampai akhirnya.....
“Btw, ada yang mau aku bicarakan ke kalian. Ini tentang persahabatan kita. Kalian tau kan kita udah berteman sejak kecil. Bertahun-tahun kita lakukan semuanya bersama. Cerita hidup kita penuh dengan kebahagiaan dan kesedihan yang kita lalui bersama. Sampai akhirnya aku harus meninggalkan kalian karena nenek aku yang berada diluar kota jatuh sakit. Kalian harus tau, ketidakhadiran kalian membuat hidup aku terasa ada yang hilang. Aku benar-benar sayang sama kalian. Kalian udah aku anggap seperti saudara kandungku sendiri. Aku bersyukurrr banget punya kalian. Terutama kamu, Mita, aku sayangggg banget sama kamu. Kamu adalah sahabat aku sekaligus saudaraku yang paaaaling aku sayang. Sampai kapan pun aku akan tetap setia dengan persahabatan kita...” Tio bercerita panjang lebar namun hati Mita terasa teriris pisau mendengar perkataannya. Ternyata Tio selama ini hanya mengganggap Mita sebatas saudara, tidak lebih. Tetesan air mata mulai membasahi pipinya. Tanpa berfikir panjang Mita meninggalkan tempat itu dengan alasan tiba-tiba perut dia sakit. Gilang yang melihat Mita pergi langsung mengejarnya. Sedangkan Tio terheran-heran dengan tingkah laku Mita dan Gilang. Mita terus saja berlari hingga keluar dari area mall. Gilang yang dari tadi mengejar Mita akhirnya berada dihadapannya.
“Aku tau perasaan kamu saat ini. Dan gak mudah untuk menerima semua apa yang baru aja terjadi. Tapi gak seharusnya kamu menangis dihari yang spesial ini, dimana kita bisa berkumpul lagi seperti dulu. Mita, aku tau betapa sakit hati ini ketika kita gak bisa mendapatkan orang yang kita cintai. Hati kita selalu menunggu kehadiran dirinya untuk bisa membalas cinta dan kasih sayang kita. Tapi apalah daya kita yang hanya bisa memendam perasaan itu. Mita, dengarkan aku, mungkin lebih baik, jika suatu hubungan dijalin hanya sebatas sahabat ataupun saudara. Kesetiaan, kasih sayang, kebahagiaan, akan tetap tumbuh jika kita bertiga selamanya akan terus menjalani persahabatan ini.” papar Gilang yang membuat hati Mita sedikit tenang.
‘Begitu juga dengan aku. Mungkin lebih baik aku dan kamu akan terus menjadi sahabat, daripada nantinya akan merusak persahabatan kita yang udah dibangun bertahun-tahun. Gak bisa dipungkiri, betapa sakitnya hati ini, jika orang yang kita cintai justru mencintai orang lain. Aku akan selalu setia dengan perasaanku yang selalu mencintaimu meski aku gak akan bisa mendapatkan hatimu.’
Gilang pun berbicara dalam hati. Mita yang masih saja menangis kini berada dalam pelukan Gilang. Gilang begitu tulus menenangkan hati Mita, sahabat sekaligus pujaan hatinya sejak kecil.
-THE END-