Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sang Pencari Ketenangan 2 - Ark Kontroversi
MENU
About Us  

    'Ketegasan' adalah kata yang sangat melekat pada hidupku.

    Sejak kecil aku tumbuh didalam keluarga yang sangat ketat. Kedua orang tuaku berprofesi sebagai seorang guru, sementara aku hanyalah anak tunggal dari mereka. Karena aku adalah anak tunggal, keduanya selalu mengharapkan sesuatu yang lebih dariku.

    Ketika aku berada di sekolah dasar, aku selalu mendapatkan prestasi yang lebih unggul dari anak sebayaku, hingga suatu saat para guru mulai memperhatikanku dan mengharapkan banyak hal dariku juga. Aku ingat mereka pernah berkata ... "teruslah berkembang, saya yakin kamu pasti bisa menjadi tokoh jenius di luar sana" ... itulah mengapa sejak saat itu aku berusaha mendapatkan hasil yang sempurna.

    Kupikir... pujian adalah sesuatu yang membuatku termotivasi melakukannya. Sampai saat ini, aku masih meyakini hal itu.

    Tujuan utamaku adalah untuk mendapatkan pengakuan dari semua orang agar mereka tahu bahwa aku adalah seorang superior diantara superior lain—itulah mengapa aku memutuskan untuk mengejar cita-cita yang tinggi. Dengan menjadi seorang presiden, aku mungkin mampu mengubah sesuatu yang telah menjadi 'budaya' yang seringkali menyimpang di negeri ini.

    Dari perspektifku, secara objektif manusia mudah sekali melakukan sesuatu yang menyimpang. Di lingkunganku, tak sedikit juga dari mereka yang sudah beberapa kali ku lihat dan ku hadapi secara langsung. Bukan dengan kekerasan, melainkan penegasan yang disertai dengan argumen yang logis. Meski demikian, tipikal orang di generasi sekarang lebih condong membantah tanpa mempedulikan logis tidaknya perkataan yang hanya 'bertujuan untuk menang dalam berdebat' secara sepihak. Karena itulah—aku paling benci orang-orang yang memiliki pola pikir seperti itu.

    Ketika berada di sekolah menengah pertama, aku dipercayakan oleh wali kelasku untuk menjadi ketua kelas dikarenakan prestasiku. Tentu saja sebagian para murid ada yang menyetujuinya dan ada yang diam-diam tak menyetujuinya. Yah—kupikir itu wajar, karena pada waktu itu, tidak ada pemilihan seperti voting yang biasanya diadakan.

    'Seorang murid yang berprestasi dan unggul dalam berbagai bidang akan lebih diprioritaskan', itu adalah bagian dari visi di sekolah menengahku dulu.

    Awalnya... sebagai ketua kelas baru aku hanya memiliki pengaruh di sebagian kecil kelas saja, tapi tak lama setelahnya, dari waktu ke waktu pengaruhku menjadi meluas.

    Aku tidak akan mengatakan bahwa 'mereka semua menyukaiku', karena itulah yang bisa kukatakan pada tahap ini adalah 'aku berusaha berperan sebagai sosk ketua kelas yang sempurna', itu saja. Jika sedikit dijabarkan, tujuanku di kelas membimbing mereka dan mengawali inisiatif mereka. Aku memberikan dorongan serta solusi layaknya seorang cendekiawan bagi mereka. Jika mereka mengikutiku, aku merasa itu sudah cukup untukku. Aku hanya ingin mereka mengakuiku dan menganggapku sebagai panutan mereka.

    Suatu hari aku diajak bergabung kedalam anggota OSIS, tentu saja tanpa ragu aku langsung menyetujuinya. Kupikir itu adalah 'cabang jalur lain' agar bisa menjadi pemimpin yang ideal. Dengan menempa pengalaman mulai dari saat ini, maka tidak ada hal yang akan menjadi sia-sia. Lalu, ketika kakak kelas telah lulus, secara mengejutkan aku di rekomendasikan untuk menjadi ketua OSIS selanjutnya. Dari lubuk hatiku aku benar-benar merasa senang dan juga puas—ada sesuatu yang terbenak, mungkin aku harus lebih bersungguh-sungguh dalam memainkan peranku sebagai seorang pemimpin. Bukan hanya menjadi ketua kelas saja, melainkan juga menjadi ketua OSIS di sekolah ini.

    Selang beberapa hari setelah menjabat, aku menggunakan hak otoritasku untuk membangun moral siswa dan menertibkan mereka, terutama memberi teguran dan hukuman bagi murid bermasalah.

    'ketegasan' adalah senjata, itulah yang terus kuyakini hingga sekarang—sampai hari kelulusan, aku terus memegang satu-satunya 'senjata' tersebut.

    Lantas, sebagai perjuanganku di 'level terakhir' aku memutuskan untuk memasuki sekolah futuristik yang dikatakan sebagai sekolah terbaik di zaman ini. Karena seluruh murid yang berprestasi pasti berkumpul di sana dan membuat lingkungan persaingannya menjadi jauh lebih kompetitif, itu cukup menarik minatku untuk segera mendaftarkan diri.

    Mengapa aku menyebut sekolah itu sebagai 'level terakhir'—itu dikarenakan setelah lulus dari sana akan ada jaminan, serta rekomendasi yang diberikan sekolah untuk murid berprestasi, maka tidak heran jika sekolah tersebut dapat menghasilkan orang-orang berdedikasi dalam membangun negara di masa depan.

    Aku... ingin menjadi orang diantara mereka—tidak. Mungkin lebih tinggi dari mereka. Kedengarannya memang sulit, tapi seperti inilah diriku. Terlahir di dalam lingkungan keras di era modern ini, aku merasa cukup beruntung dapat menempuh jalan hidupku sendiri tanpa harus bergantung kepada orang lain.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Call(er)
1119      643     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...