Loading...
Logo TinLit
Read Story - Help Me Help You
MENU
About Us  

"Aku dari kemarin penasaran bagaimana Bari akan keluar dari sekolah tanpa diketahui Pak Eko," bisik Aditya. Posisi mereka yang harus berhimpit agar dapat ditutupi pilar yang cukup sempit ternyata membuat bibir Aditya begitu dekat dengan telinga Vania. Embusan napas panas menggelitik kulit Vania hingga ia perlu mencubit pipinya sendiri agar menghentikan apapun itu yang suara Aditya lakukan pada kulitnya.

Mereka melihat Bari mengguncangkan pintu besi gudang yang terantai. Engsel pintu dengan mudahnya terlepas begitu saja. Bari memasuki gedung terlantar itu kemudian menutup pintu kembali dari dalam.

Aditya dan Vania menunggu selama dua menit –yang terasa begitu lama dan cepat sekaligus. Kemudian melakukan hal yang sama seperti Bari. Begitu mereka masuk ke dalam gudang terlantar itu, debu menyerbu hidung mereka dan membuat keduanya bersin. Setelah beberapa kali bersin, mereka akhirnya dapat melihat jelas bolongan kecil di sisi lain gudang. Bagian dinding itu terbuat dari batu bata dan beberapa bata di bagian bawah menghilang, membuat terowongan kecil menuju bagian luar sekolah.

"Jadi selama ini Bari menggunakan terowongan kecil seperti ini untuk keluar sekolah," komentar Aditya. 

Untuk sesaat Aditya dan Vania hanya saling bertatap. Hingga akhirnya Vania menghela napas dan merangkak terlebih dahulu melalui lubang itu. Aditya dengan tubuhnya yang lebih besar harus mengeluarkan tasnya dulu baru dirinya dapat merangkak keluar. Begitu mereka berada di sisi lain bangunan, mereka membersihkan pakaian mereka dari debu. 

Aditya menunjuk ke arah kanan, di mana Bari baru saja berbelok di sudut jalan. Dengan cepat mereka mengikuti Bari dari jarak yang terasa aman. Selama perjalanan, beberapa kali Bari menoleh ke belakang tetapi Aditya dan Vania dengan cekatan selalu bersembunyi di balik berbagai hal; koran, pohon, mobil, bahkan orang lain.

Bari berhenti berjalan di sebuah gang, di mana sekelompok pemuda SMA Pelita Cahaya menyambutnya dengan sorakan. Para pemuda itu tampak mabuk dengan berbagai botol minuman keras. Tas mereka yang terbuka menunjukkan berbagai senjata tawuran; gerigi, pemukul baseball, dan senjata lain yang tidak ingin Vania maupun Aditya bayangkan. 

Para pemuda itu terlihat senang dengan kedatangan Bari... sebaliknya Bari terlihat terbebani. "Gue bikin Si Kevin itu mundur, lo akan bayar gue. Itu kesepakatannya, Jek." kata Bari dengan nada rendah. Meski Aditya dan Vania menjaga jarak di belakang tempat sampah besar di gang tersebut, mereka masih bisa mendengar Bari. 

"Tenang aja bro," kata pemuda bernama Jek. Dia mengalungkan satu lengan pada pundak Bari, sementara tangan satunya membawa satu botol miras. Jek berusaha membuat Bari meminum minuman miras di tangannya. Namun Bari dengan cepat memutar lengan Jek dan membuat Jek meringis kesakitan. 

"Gue mau lima ratus ribu," kata Bari datar.

"Buset!" seru pemuda lain yang terlihat lebih mabuk dari Jek. Dia dan teman-temannya hanya tertawa melihat Jek disakiti.

"Oke! Oke!" seru Jek di tengah ringisannya, "Gue akan bayar!"

Bari akhirnya melepas lengan Jek dengan sebuah dorongan. Kemudian dia mengambil alat pemukul baseball dari tas salah satu pemuda itu dan melangkah mantap melewati gang tersebut. Di ujung gang, terdapat sebuah lapangan basket terbengkalai yang kosong. Cat lapangan sudah mengelupas hingga tersisa hanya abu semen yang retak di berbagai tempat. Rumput-rumput liar tumbuh subur di setiap kerak tersebut. Lapangan itu dikelilingi oleh pagar besi yang juga sudah karatan dan bolong di berbagai sisi. Di tengah lapangan, lima orang pemuda berseragam sekolah lain berdiri seakan menunggu. 

"Jek, lo ga akan ikut berantem?" tanya pemuda lain setelah muntah di jalanan. Butuh usaha besar agar Vania tidak mengumpat karena bau muntahan itu yang lebih tajam daripada bau bak sampah.

"Kagak lah," seru Jek yang berjalan sudah sempoyongan, "itulah gunanya gue bayar Bari mahal. Nanti kita tinggal ambil kreditnya saja."

Para pemuda itu tertawa terbahak-bahak sementara langkah Bari sama sekali tidak menunjukkan keraguan.

"Gila ya Si Bari itu," celetuk Vania keceplosan. Begitu ia sadar dirinya sudah bersuara, Vania langsung menutup mulutnya. Ia menatap Aditya yang sama-sama memberikan tatapan panik

"Siapa coy?" tanya Jek dan para pemuda itu. Untungnya, koordinasi tubuh mereka terlalu buruk sehingga Aditya dan Vania dengan cepat dapat menghilang tanpa ketahuan mereka.

Aditya dan Vania memutuskan untuk berlari mengitari jalan lain untuk mendapatkan pandangan jelas ke lapangan. Mereka menemukan gang lain yang buntu ditutup oleh dinding beton. Tepat di balik dinding itu adalah lapangan tempat Bari sudah saling berhadapan dengan lima pemuda di lapangan. Sebuah retakan besar berada setinggi mata Aditya. Mengikuti ide Vania kemarin, Aditya mengambil ponselnya dan memperbesar kamera hingga menangkap Bari dan lima pemuda di lapangan dengan jelas. Sementara Vania mengawasi gang di depan mereka, memperhatikan tanda-tanda para pemuda tadi mengejar mereka.

Tidak lama suara teriakan nyaring dan suara dentuman keras terdengar. 

"Sudah dimulai," kata Aditya dengan nada tidak percaya, "ini pertama kalinya gue lihat tawuran secara langsung."

Vania tidak membalas komentar itu. Jantungnya sendiri seakan berlari dan terancam untuk melompat dari rongga dadanya. Asam lambungnya berisiko untuk naik kembali meski sudah minum dua obat lambung.

Untuk sesaat, Aditya dan Vania hanya menonton tangkapan layar kamera ponsel Aditya dalam diam. Seperti menonton film dokumenter mengenai sebuah pembantaian. Namun bukannya Bari yang dibantai, melainkan lima pemuda dari sekolah lain itu. Bari, teman satu sekolah mereka, seperti menjadi binatang buas. Kedua mata Bari seperti menggelap, dirinya seakan hanya mengenali kekerasan. 

Brutal, adalah kata yang akan digunakan Vania.

Sakit, adalah kata yang akan digunakan Aditya.

Rekaman selesai dengan lima pemuda itu berlari ke arah berlawanan. Kemudian Jek dan para pemuda mabuk sebelumnya menghampiri Bari dan melemparkan tiga lembar uang berwarna merah pada Bari yang dipenuhi luka. Pelipis Bari berlumuran darah, seragamnya sobek di beberapa tempat, dan lebam berterbangan di lengannya.

Setelah Bari meninggalkan lapangan, Aditya menghentikan rekaman. Namun tidak ada dari Aditya dan Vania yang bergerak sedikit pun. Kali ini, mereka dapat mendengar degup jantung satu sama lain. 

"Ayo, Dit," kata Vania pelan, "Ada satu bukti lagi yang perlu kita kumpulkan sebelum menghadap Pak Tirto."

Aditya hanya mampu mengangguk sebagai balasan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • innda_majid

    Persaingan ketat, Nih. semangat nulisnya Kakak

    Comment on chapter Bab 1 : Peringkat Satu Itu Milikku
Similar Tags
LARA
8538      2081     3     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
DariLyanka
2948      1025     26     
Romance
"Aku memulai kisah ini denganmu,karena ingin kamu memberi warna pada duniaku,selain Hitam dan Putih yang ku tau,tapi kamu malah memberi ku Abu-abu" -Lyanka "Semua itu berawal dari ketidak jelasan, hidup mu terlalu berharga untuk ku sakiti,maka dari itu aku tak bisa memutuskan untuk memberimu warna Pink atau Biru seperti kesukaanmu" - Daril
AMBUN
450      320     1     
Romance
Pindahnya keluarga Malik ke Padang membuat Ambun menjadi tidak karuan. Tidak ada yang salah dengan Padang. Salahkan saja Heru, laki-laki yang telah mencuri hatinya tanpa pernah tahu rasanya yang begitu menyakitkan. Terlebih dengan adanya ancaman Brayendra yang akan menikahkan Ambun di usia muda jika ketahuan berpacaran selama masa kuliah. Patah hati karena mengetahui bahwa perasaannya ditiku...
Untuk Navi
1139      633     2     
Romance
Ada sesuatu yang tidak pernah Navi dapatkan selain dari Raga. Dan ada banyak hal yang Raga dapatkan dari Navi. Navi tidak kenal siapa Raga. Tapi, Raga tahu siapa Navi. Raga selalu bilang bahwa, "Navi menyenangkan dan menenangkan." *** Sebuah rasa yang tercipta dari raga. Kisah di mana seorang remaja menempatkan cintanya dengan tepat. Raga tidak pernah menyesal jatuh cinta den...
Comfort
1270      559     3     
Romance
Pada dasarnya, kenyamananlah yang memulai kisah kita.
Lusi dan Kot Ajaib
8229      1428     7     
Fantasy
Mantel itu telah hilang! Ramalan yang telah di buat berabad-abad tahun lamanya akan segera terlaksana. Kerajaan Qirollik akan segera di hancurkan! Oleh siapa?! Delapan orang asing yang kuat akan segera menghancurkan kerajaan itu. Seorang remaja perempuan yang sedang berlari karena siraman air hujan yang mengguyur suatu daerah yang di lewatinya, melihat ada seorang nenek yang sedang menjual jas h...
Metanoia
36      31     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Kita
682      446     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
It's Our Story
1050      489     1     
Romance
Aiza bukan tipe cewek yang suka nonton drama kayak temen-temennya. Dia lebih suka makan di kantin, atau numpang tidur di UKS. Padahal dia sendiri ketua OSIS. Jadi, sebenernya dia sibuk. Tapi nggak sibuk juga. Lah? Gimana jadinya kalo justru dia yang keseret masuk ke drama itu sendiri? Bahkan jadi tokoh utama di dalamnya? Ketemu banyak konflik yang selama ini dia hindari?
Daniel : A Ruineed Soul
557      326     11     
Romance
Ini kisah tentang Alsha Maura si gadis tomboy dan Daniel Azkara Vernanda si Raja ceroboh yang manja. Tapi ini bukan kisah biasa. Ini kisah Daniel dengan rasa frustrasinya terhadap hidup, tentang rasa bersalahnya pada sang sahabat juga 'dia' yang pernah hadir di hidupnya, tentang perasaannya yang terpendam, tentang ketakutannya untuk mencintai. Hingga Alsha si gadis tomboy yang selalu dibuat...