"huh... memangnya seberapa menarik sekolah di sini?"
Seorang Remaja Laki-laki yang berbicara dalam hati demikian, adalah salah satu murid baru yang berdiri menatap gerbang sekolah dengan ekspresi datar—setelah turun dari bus dari beberapa detik yang lalu.
Seraya menyesuaikan langkah kaki seperti murid-murid lainnya, dia masuk kedalam sambil melirik staf guru yang ada di situ, terlihat seperti bertugas menyambut kedatangan murid di samping gerbang. Namun, tidak seperti seolah sedang menyambut para murid baru, staf guru tersebut hanya berdiri memperhatikan mereka yang masuk tanpa melakukan banyak gerakan seperti mengucapkan 'selamat datang' atau menggunakan arahan tangan sebagai media sapaan. Bahkan, ekspresinya juga terlihat kaku.
Pemuda itu melewati gerbang dengan santai. Berhenti sejenak untuk sedikit mengangkat bahunya yang sedang membawa tas, dia kemudian berjalan menuju tempat berkumpul seperti yang sudah dialokasikan setelah dirinya berhasil terdaftar masuk.
Ketika pertama kali melewati latar depan sekolah, terlihat ada sebuah tugu di tengah-tengah halaman itu. Tugu tersebut bertuliskan "JEP-RA FUTURISTIC" dengan lambang kota tersebut di antara tulisannya. Itu adalah salah satu tempat awal yang sangat bagus untuk sarana berfoto.
Sekolah futuristik yang pemuda ini masuki adalah sekolah yang berdiri di kawasan kota Jep-Ra. Berbeda dengan luas tempat di sebuah universitas umum, lingkungannya sangat luas yang bahkan bisa dikatakan hampir mencakup setengah bagian desa. Untuk sekolah futuristik, tampilan serta kondisi awalnya sudah cukup memuaskan untuk dimasuki murid baru. Belum lagi, nantinya akan ada metode belajar baru yang akan sangat berbeda dengan sekolah-sekolah biasa lain. Beberapa murid mungkin saja sangat penasaran dengan metode tersebut, namun untuk pemuda yang satu ini, dirinya seolah sedang mencari 'sesuatu' di dalamnya. Dan itu adalah 'tujuannya' mendaftar di sekolah ini.
Masih ada waktu beberapa menit sebelum upacara dimulai, pemuda itu berkeliling terlebih dahulu disekitar lapangan yang letaknya di sebelah timur dari gedung sekolah. Dia berkeliling di pinggiran sendirian seraya memperhatikan kesibukan OSIS di sana yang sedang mempersiapkan banyak hal.
"Ting... tung... ting...." (Suara bel yang terdengar unik terdengar dari arah lapangan)
Bel itu adalah tanda bahwa upacara pembukaan akan segera dimulai. Kurang dari satu menit setelah bel itu berbunyi, suara speaker tiba-tiba terdengar.
Dari arah suaranya, terlihat anggota OSIS di sana yang bertugas memberi arahan, serta ketertiban pelaksanaannya pada upacara pembukaan tersebut mulai berbicara....
"Diharapkan kepada para murid baru dan murid lama untuk berkumpul di lapangan segera. Upacara pembukaan akan segera dimulai!"
Meskipun upacara ini dimaksudkan sebagai sarana penyambutan siswa baru, hal tersebut tidak lepas dari murid kelas 11 dan 12 untuk ikut serta dalam pelaksanaannya.
Karena banyaknya murid yang perlu diatur supaya turun ke lapangan, waktu persiapan untuk membuat barisan kurang lebih menghabiskan waktu sekitar sepuluh menit.
Beberapa saat kemudian, upacara dimulai.
Upacara pembukaan itu sendiri hampir tidak jauh berbeda dari sekolah biasa. Namun, jika ada yang membedakan itu adalah inisiatif murid-murid OSIS yang sangat jelas terlihat lebih aktif dibandingkan staf guru. Seolah mereka telah menjalani latihan dengan sempurna, hampir tidak ada kesalahan selama proses upacara tersebut berlangsung.
Lalu, ketika susunan acara telah sampai di tahap pidato, kepala sekolah naik ke atas podium yang telah dipersiapkan. Sebelum berbicara beliau melihat seluruh barisan murid-murid tanpa terkecuali.
Seperti pidato formal pada umumnya, kepala sekolah yang berbadan besar dan bermartabat itu menyampaikan apa yang ingin disampaikan untuk murid lama dan baru. Karena tidak ada unsur humor di dalam pidatonya, beberapa murid tampak bosan dengan keadaan ini. Didalam isi pidatonya, beliau menekankan visi misi sekolah, serta aturan-aturan yang berlaku di lingkungan sekolah.
Visi :
TERBENTUKNYA MURID BERDEDIKASI TINGGI TERHADAP DUNIA MODERN YANG MAMPU BERPERAN AKTIF DALAM MENINGKATKAN KUALITAS DUNIA PENDIDIKAN
Aturan sekolah :
(1) Selama semester dilarang keluar dari lingkungan sekolah kecuali jika ada Kondisi tertentu yang mengharuskan.
(2) Siswa dilarang membuka ponsel ketika pelajaran dimulai, kecuali jika guru pengajar mengharuskan membukanya.
(3) Seperti norma pelajar pada umumnya, siswa dilarang merokok, bullying, Dll.
(4) Aturan untuk kelas dan selebihnya akan dibuat secara pribadi oleh wali kelas setelah sekolah berjalan.
Ancaman pelanggaran :
(1) Melanggar norma pelajar diberi peringatan pertama sampai ketiga sebelum dikeluarkan.
(2) Hukuman ringan : memutari lapangan, menulis surat permohonan maaf, denda dan sejenisnya.
(3) Hukuman sedang : membersihkan toilet, berkeliling lapangan, denda, pemotongan jatah makan kantin, memotong rumput belakang sekolah, berkebun dan sejenisnya.
(4) Hukuman berat : ruang khusus mengerjakan soal-soal tertentu ditimbang sesuai dengan pelanggaran yang siswa lakukan (RKB) cara menghukum siswa dengan metode pemberian soal setiap hari selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Kemudian, setelah pidato kepala sekolah berakhir selama sepuluh menit, dilanjutkan dengan pidato dari ketua OSIS saat ini. Ketua OSIS tersebut bernama Rendi, murid kelas 12. Didalam isi pidatonya, Rendi menjelaskan tentang kebijakan sekolah yang belum di sampaikan oleh kepala sekolah secara menyeluruh. Diantaranya seperti fasilitas dan keunggulan dari sekolah futuristik. Kemudian, ketua OSIS juga menjelaskan mengenai penggunaan 'ponsel pelajar' yang akan dibagikan kepada setiap murid. Tentu saja banyak murid yang terlihat tidak sabar menantikannya dan menjadi antusias sendiri di antara barisan. Ketua OSIS segera menenangkan kegaduhan yang terjadi sejenak, lalu mulai menjelaskan kembali perihal fitur yang ada di konten ponsel.
Fitur ponsel pelajar :
(1) Saldo secara otomatis ditampilkan pada layar ponsel ketika dinyalakan, letaknya ada di samping keterangan baterai.
(2) Aplikasi sosmed yang dikhususkan untuk pelajar. 'Student life' hampir mirip seperti sosmed pada umumnya, namun ada pembatasan yang terletak pada jaringan sosial interaktif yang telah diatur dalam pencarian akun para pelajar (hanya bisa diakses lewat jaringan yang sama dengan sekolah futuristik)
(3) Mesin pencari yang sudah dibatasi umur.
(4) Beberapa aplikasi yang dioperasikan untuk mencari referensi pembelajaran.
(5) Aplikasi pemesanan, digunakan ketika ingin memesan sesuatu yang barangnya tak bisa diambil sekarang.
(6) Aplikasi pembayaran, untuk transaksi membeli suatu barang.
(7) Kontak nomor yang menunjukkan akun pribadi siswa.
(8) Pemutar musik, video, dan galeri pribadi.
Ketua OSIS juga menjelaskan bahwa KBM baru akan dimulai pada tiga hari mendatang. Maka dari itu, untuk sementara para murid baru diperkenankan untuk berkeliling di seluruh area maupun gedung yang ada di kawasan sekolah futuristik. Mereka juga bisa melihat-lihat kedalam fasilitas atau tempat lainnya yang ada di lingkungan tersebut. Selain itu, mereka juga diperkenankan untuk mengecek asrama yang nantinya akan dikoordinasikan oleh staf penjaga asrama di sana.
Setelah sesi penjelasan berakhir, ketua OSIS lantas menutup pidatonya. Meskipun pidato itu dirasa cukup membosankan bagi mereka karena terlalu panjang lebar, untungnya para murid dapat bertahan selama kurang lebih satu jam selama upacara pembukaan ini.
***
—Pemuda X
Setelah upacara pembukaan yang panjang itu selesai, kami... murid-murid baru digiring masuk ke aula depan yang begitu luas di dalam gedung sekolah utama.
Disini, Kakel OSIS mulai membagikan ponsel pelajar sambil menginstruksikannya kembali dan membuka peluang bertanya bagi anak yang masih belum memahaminya. Seperti ponsel pada umumnya, kupikir 99,9% orang pasti sudah paham cara mengoperasikannya. Kecuali dari sekian 0,01% yang memungkinkan jika memang diduga ada yang tidak bisa menggunakannya. Tapi, itu sepertinya hampir tidak mungkin di zaman yang maju ini.
Setelah negara ini memasuki era modern yang menyesuaikan perkembangan dunia luar saat ini, alat pintar seperti ponsel, komputer dan sejenisnya sudah menjadi hal umum untuk dimiliki setiap individu. Bahkan, bayi yang baru lahir saja sudah mempunyai kecenderungan akan interaksi di dunia modern. Alhasil... seperti kondisi sekarang, semua aspek kehidupan benar-benar telah maju pesat karena manusia telah sepenuhnya bergantung pada teknologi.
Setelah mendapatkan ponsel yang diberikan, aku mencoba menghidupkan tampilan layar hanya untuk memuaskan rasa penasaranku. Disitu ada keterangan daya baterai 100% serta keterangan poin sebanyak 200p untuk bonus awal pendaftaran. Dengan segera, aku menarik layar dari bawah ke atas dan di situ muncul tampilan beberapa icon aplikasi yang bisa dijalankan. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Ketua OSIS sebelumnya, aplikasi yang ditawarkan rata-rata hanya berisi konten mengenai pembelajaran sederhana dan pengelolaan sarana secara mandiri.
"Apakah bisa menginstal aplikasi lain di ponsel pelajar ini?"
Salah seorang murid tiba-tiba mulai bertanya ketika sesi bertanya dibuka kembali setelah pembagian ponsel selesai dilakukan.
Sebelum menjawab pertanyaan itu, salah seorang anggota OSIS tersenyum kecil, lalu melihat rekannya di samping, kemudian memberikan jawaban yang seolah sudah menduga.
"Maaf jika itu tidak sesuai ekspektasimu. Ponsel ini telah diatur untuk tidak dapat menginstal aplikasi yang tidak diperlukan. Ini bertujuan untuk menjaga stabilitas sekolah, serta kebijakan penggunaannya dalam kehidupan pelajar di sini."
Setelah mendengar jawaban dari kakak kelas OSIS ini, beberapa murid tampak kecewa dan ada juga yang mengeluh diam-diam secara serentak. Tapi, seperti yang telah disampaikan, peraturan adalah peraturan. Aku sangat mengerti tujuan dari peraturan itu diterapkan.
Karena sekarang ini aku sedang diserang oleh rasa lelahku, aku memutuskan untuk langsung menuju ke asrama sendirian setelah sesi pembagian ponsel dibubarkan, sebab sudah selesai. Seharusnya setelah ini tadi masih ada kegiatan lain seperti mengelilingi beberapa tempat dan area-area sekolah yang dipandu langsung oleh Kakel OSIS—namun, aku sengaja melewatkannya. Karena sebelumnya Kakel OSIS berkata bahwa kami diberikan kebebasan berinteraksi dengan lingkungan dimana saja, tidak ada salahnya jika para murid baru seperti kami akan berpencar dan justru malah memilih untuk berkeliling sendiri.
Tepat ketika matahari berada di ujung kepala, saat ini aku menyeka keringat sambil mengeluhkan kondisi panas ini di dalam hati. Berharap untuk cepat sampai, aku sedikit mempercepat jalanku menuju ke asrama. Waktu yang dibutuhkan dari gedung sekolah ke asrama adalah sekitar enam sampai delapan menit jika lewat jalur depan, dan sekitar lima menit jika lewat jalur belakang.
Sesampainya di sana setelah mendaki beberapa anak tangga, sekarang aku bisa melihat bangunan asrama itu. Berbeda dari yang kubayangkan, rupanya asrama ini tidak dipisah antara laki-laki dan perempuan sehingga membuatku bertanya-tanya mengenai privasinya. Disini, bangunan asrama ini keliatannya memang digabungkan dan akan dihuni oleh satu angkatan. Dengan kata lain, ini adalah bentuk dari asrama campuran.
Yah... kupikir itu tidak akan mempengaruhi hidupku selama tidak ada sesuatu yang buruk terjadi. Intinya, aku hanya harus menjalani kehidupan SMA-ku secara normal tanpa membuat orang lain merasa terganggu. Di beberapa kasus, aku sering mengalami 'kejenuhan' dan 'kebosanan.' Bisa kukatakan itu adalah salah satu penyakit yang menjadi halangan terbesarku dalam berinteraksi dengan orang lain. Tapi, meskipun begitu itu tidak masalah untukku.
"Apa kau sendirian?" seseorang yang seharusnya disebut penjaga asrama menghampiriku.
Penampilan luarnya seperti ibu-ibu kos, namun agak-agaknya masih berumur sekitar 20 tahun.
"Ya, saya sendirian. Saya ingin segera mengecek kamar asrama tempat yang akan saya gunakan," mengatakannya tanpa basa-basi, aku berniat menyelesaikan percakapan ini dengan cepat.
Saat ini yang kupikirkan hanyalah kasur yang ingin segera ku tiduri. Namun, respons ketika mendengar perkataanku ibu asrama ini justru malah tampak seperti mencurigaiku.
"Apa ada masalah?"
Aku mulai bertanya ketika ibu asrama ini memperhatikanku selama sepuluh detik tanpa berkedip.
"Hmm... tidak, hanya teringat dengan sesuatu. Ah, jangan dipikirkan, tidak ada yang salah denganmu kok," kata ibu asrama, kembali ke kondisinya yang biasa.
"Apakah murid biasanya tidak ada yang langsung menuju ke asrama setelah upacara pembukaan?" tanyaku, memastikan.
"Kupikir begitu. Biasanya murid akan lebih dulu berkeliling ke berbagai tempat fasilitas untuk melihat hal-hal baru di sana. Ada aturan yang mencantumkan itu sebelum akhirnya mereka kembali serentak menuju ke asrama bersama-sama. Sepertinya ada aturan yang sudah diubah...," kata ibu asrama, mulai menjelaskan panjang lebar.
"Oh," responsku datar, tidak mempedulikan ocehan dari ibu asrama.
Dalam hati memberontak, 'aku ingin segera masuk kedalam dan mengistirahatkan tubuhku' tapi sepertinya ibu asrama ini cukup cerewet memperhatikan sesuatu yang tidak ingin kudengar saat ini.
"Huh..." tanpa sadar, suara mengeluh ku keluar. Ibu asrama yang melihatku bosan, segera kembali fokus ke pekerjaannya.
"Maaf, maaf. Akan ku jelaskan sedikit ya mengenai aturan yang harus di taati ketika hidup di asrama," ujar ibu asrama.
Aku mengangguk pelan. Dan setelah itu, ibu asrama mengeluarkan buku note dan kemudian menggiringku masuk ke lingkungan asrama melewati gerbang depan. Tapi, saat akan menjalankan proses ini....
"Huf... akhirnya sampai. Tolong tunggu sebentar...!"
Ada seorang Perempuan yang datang sendirian dan sepertinya dia terburu-buru berlari sampai kesini. Ibu asrama berbalik melihatnya, setelah itu aku juga.
Dari penampilannya, dia terkesan 'biasa.' Entah mengapa aku langsung berpikir demikian. Walaupun dari luarnya seperti perempuan pada umumnya, tanpa kusadari, aku menjadi agak penasaran dengan kesan yang dimiliki sosok Perempuan ini.
"Sepertinya masih ada, ya...."
Reaksi yang ditujukkan oleh ibu asrama kurang lebih mirip seperti reaksinya saat melihatku datang ke asrama sendirian.
"Ayo masuk."
Ibu asrama mengalihkan perhatiannya setelah mengajak Perempuan itu ikut juga. Menyadari bahwa aku menatapnya terlalu lama, dia mencoba tersenyum sambil melambaikan rendah tangannya. Aku melihatnya selama beberapa detik sebelum mengalihkan pandanganku ke arah ibu asrama.
***
Setelahnya, kami dibawa masuk kedalam pos untuk melakukan registrasi awal sebelum menempati asrama. Dari ponsel kami masing-masing, diberikan formulir online secara langsung. Didalam formulir itu hanya terdapat pengisian nama dan scan ID siswa. Serta di bawahnya juga ada keterangan mengenai aturan di asrama yang harus ditaati murid.
Aturan asrama :
(1) Setiap murid berkewajiban membersihkan ruangannya sendiri.
(2) Dilarang membuat kegaduhan setempat yang mengganggu murid lain.
(3) Usahakan untuk tidak merusak ruangan.
(4) Kegiatan bersih-bersih bersama dilakukan seminggu sekali setiap hari Minggu jam 6 sampai 7 pagi oleh semua murid tanpa terkecuali (bisa izin jika ada halangan sakit atau sebagainya).
(5) Murid dilarang berada di luar lingkungan asrama atau menongkrong di balkon depan ketika mmemasuki pukul 8 malam sampai pukul 4 pagi.
"Boleh saya bertanya?" kata Perempuan yang berdiri di sebelahku sambil mengangkat rendah tangannya.
"Ya, silahkan," kata ibu asrama.
"Jika ada murid yang melanggar salah satu aturan itu, hukuman seperti apa yang akan diberikan?"
Untuk beberapa saat, aku juga berpikir untuk menanyakannya. Dengan kehadiran Perempuan ini, kurasa aku bisa menghemat tenagaku untuk sementara waktu dengan memperhatikannya saja.
"Kalau itu, ibu sendiri yang akan memutuskan hukumannya. Ringan atau berat, itu tergantung dari apa yang dilanggar..."
Jadi begitu. Jika aturannya dibuat sederhana seperti itu, ibu asrama yang satu ini pasti sudah berpengalaman menangani murid-murid bermasalah. Selain itu, mengingat asrama ini adalah asrama campuran yang terdiri dari murid tahun pertama, 'keterbatasan barang pribadi' murid kurasa masih perlu dipertanyakan. Sembari menunggu pertanyaan itu muncul dan dijawab, aku masih menunggu dan mengamati mereka.
"Jika ada murid yang melakukan kerusakan di dalam lingkungan asrama, biasanya akan dikenakan 'hukuman sedang' dan jika masih berlanjut, maka yang paling berat adalah membersihkan lingkungan asrama secara pribadi," lanjutnya.
"Jadi begitu," Perempuan di sampingku memahami.
"Apakah hanya itu saja yang ingin kau tanyakan?" ujar ibu asrama.
"Ya. Kupikir hanya itu saja untuk saat ini."
Pertanyaan yang ku harapkan tidak diajukan, bahkan sepertinya tidak terpikirkan olehnya. Huh... sungguh naif ketika aku berpikir dia akan mengatakannya. Sepertinya aku secara pribadi harus menanyakan ini karena itu menyangkut stabilitas ruang pribadiku.
"Bolehkah saya bertanya?" pintaku.
"Ya, silahkan," ibu asrama menoleh ke arahku.
"Seperti yang anda jelaskan mengenai aturan asrama tadi, selain aturan membersihkan kamar sendiri, melarang kegaduhan serta merusak ruangan, apakah tidak ada aturan yang lebih dari itu?" tanyaku.
"Hn, bisakah untuk menjelaskan detailnya? maksud pertanyaanmu itu."
Mengatakan hal tersebut, tatapan yang diberikan ibu asrama ini agak mencurigakan. Dari caranya menanyakan, terasa seperti beliau sengaja meminta kejelasannya secara detail. Apakah ibu asrama ini memang sengaja ingin membuatku berbicara panjang? padahal dia terlihat seolah tahu maksud dari pertanyaanku.
"Hah..."
Dengan enggan serta menyesal karena sudah bertanya, sepertinya aku terpaksa harus menjelaskan 'maksud pertanyaanku itu' seperti yang beliau minta.
"Maksudku, ini tentang fasilitas yang mungkin ada di dalam ruangannya. Kami mendaftar di sekolah ini membutuhkan biaya hampir 10jt untuk menerima pembelajaran selama tiga tahunnya. Yang ingin kutanyakan adalah, hak VIP. Mengesampingkan apa yang menjadi fasilitas di lingkungan sekolah ini, bukankah asrama juga termasuk salah satu fasilitas VIP itu sendiri?"
Ketika aku menjelaskan maksud dari pertanyaanku ini, orang di sebelahku mempunyai ekspresi yang seolah ingin mengatakan 'itu tidak terpikirkan olehku' atau mungkin 'itu masuk akal.' Untuk sesaat, aku sempat melirik ke arahnya kurang dari lima detik, lalu kembali melihat ibu asrama yang masih mengoreksi pertanyaanku. Jadi, apakah ini sudah cukup? menegaskan itu di dalam hatiku, aku diam-diam mendesis tanpa sepengetahuan mereka.
"Lalu ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan. Bagaimana dengan perabotan, serta perlengkapan yang ada di dalam ruangan? dan juga, bagaimana dengan peraturan kapasitas barang yang bisa dibeli murid?" tanyaku yang kedua dengan jelas.
"Ah!" Sebuah suara terkejut terdengar dari arah sampingku. Berpura-pura tidak mendengar ataupun mencoba menoleh, aku memfokuskan diri menunggu jawaban dari ibu asrama yang tampak puas dengan pertanyaan semacam itu...
"Padahal aku ingin menjelaskan bagian itu di akhir nanti sebagai kejutan murid baru. Tapi tidak kusangka kau bisa membuat deduksi pertanyaan yang menarik hanya dengan mendengarkan penjelasan sederhana." Itulah cara beliau memuji pertanyaanku. Tapi, daripada merasa senang karena pujian itu, aku lebih puas jika dapat segera mengetahui stabilitas ruangan pribadiku.
"Anda sepertinya sangat suka menyederhanakan penjelasan. Kupikir itu akan sulit dilakukan oleh kebanyakan orang selain mereka yang sudah berpengalaman," kataku, mengembalikan pujiannya.
Mendengar hal tersebut, ibu asrama mulai tertawa.
"Hahaha..."
Sementara reaksi orang yang berdiri di sampingku justru terdiam menatapku.
"Sepertinya penampilan luarmu tidak seperti yang di dalam. Tidak ku sangka pengamatanmu cukup jeli," katanya.
"Itu berlebihan," kataku, dengan intonasi rendah.
"Kalau begitu langsung saja akan kujawab pertanyaanmu. Untuk pertanyaan yang pertama, mengenai fasilitas yang ada di dalam ruangan salah satunya adalah pembagian 4 tempat. Ruang depan, tempat tidur, toilet dan dapur. Untuk ruang depan, ada AC yang menyala secara otomatis ketika murid memasuki ruangan. Ah! Kalau ada yang tidak ingin memakainya bisa dimatikan dengan remote yang sudah diletakkan di atas meja. Kalian bisa mengaturnya sendiri sesuka hati. Untuk tempat tidur sudah disiapkan ranjang beserta dua seprai di dalam laci paling bawah. Untuk toilet, ada shower yang bisa diatur suhunya sesuai kenyamanan kalian. Kemudian untuk dapur, peralatan masak hanya tersedia seadanya. Tempat selebihnya ada balkon belakang di lantai 2 dan dilantai satu ada kebun kecil sebagai tambahan..."
Sepertinya, masing-masing tempat telah diatur sedemikian rupa layaknya ruangan dalam hotel.
"Untuk pertanyaanmu yang kedua, mengenai perabotan lainnya seperti meja dan kursi itu ada di dapur. Ada juga oven mini, beserta kompor di sana. Ngomong-ngomong untuk kompornya, kalian tidak memerlukan gas untuk menghidupkannya karena kompor itu adalah jenis kompor elektrik. Hanya saja kalau penggunaannya sudah melebihi batas yang diukur dengan parameter (turun ke bawah), itu adalah saat dimana kalian harus membayar tagihannya dengan poin lewat 'aplikasi pembayaran'. Jika sudah membayar tagihannya, parameter itu secara otomatis akan kembali naik. Singkatnya begitulah cara kerjanya," ibu asrama menjelaskannya panjang lebar, meskipun begitu, masih berupaya dipersingkat.
"Anu... sepertinya agak membingungkan," kata Perempuan di sampingku yang tampak sedikit khawatir.
"Tenang saja, ada prosedur tentang cara penggunaannya di buku panduan manual yang sudah diletakkan di atas meja. Jika kalian sungguh-sungguh mempelajarinya, aku yakin kalian bisa dan akan terbiasa."
Itu cukup melegakan untuk didengar. Walau semahir apapun remaja dalam beradaptasi dengan dunia teknologi saat ini, belum tentu bisa mempelajarinya tanpa adanya panduan khusus. Jika ada kecelakaan yang tidak sengaja terjadi, itu hanya akan menimbulkan masalah yang merepotkan. Bagaimanapun juga, murid di sini masihlah seorang pelajar SMA. Secara umum, kemampuan mereka rata-rata masih berada di tengah-tengah orang dewasa.
"Lampu ada 4 di masing-masing tempat. Khusus di dekat tempat tidur, ada lampu belajar LED yang berdekatan dengan meja. Kemudian lampu tidur di kedua sisi ranjang yang bisa kalian bayangkan sendiri."
Memang ada kemiripan tertentu dengan hotel. Tapi, di sini adalah asrama. Aku tidak ingin membayangkan sesuatu yang lebih mewah dari apa yang seharusnya didapat oleh anak SMA.
"Lalu untuk pertanyaan mengenai kapasitas yang bisa dimuat dalam satu ruangan itu pertama-tama tergantung muatan besar kecilnya barang yang dibeli murid. Jika ada murid membeli barang yang dikategorikan dengan ukuran besar, murid tersebut harus meminta izin terlebih dahulu dengan datang menemuiku sebelum dapat disetujui secara sah. Kalau tidak, itu akan dianggap sebagai barang ilegal," katanya.
"Lalu bagaimana cara untuk mengetahui barang itu sah atau ilegal?" tanya Perempuan di sampingku.
"Barang sah mempunyai catatan laporan tersendiri. Lalu ada beberapa cara untuk menandainya."
Sembari menjelaskan, ibu asrama menunjukkan sebuah alat, dilengkapi dengan sensor di dalamnya yang sepertinya difungsikan untuk menscan bar kode dengan ukuran tertentu.
"Setiap seminggu sekali, aku berkeliling mengecek satu persatu kamar untuk memastikan barang yang dibeli murid," lanjutnya.
"Jadi begitu," kata Perempuan di sampingku.
"Setiap barang di sekolah ini mempunyai keamanan tersendiri, dan ada label yang terpasang secara resmi di semua barang yang dijual. Hanya dengan menscan label itu, maka secara otomatis akan dapat mengetahui kuantitasnya. Dan kuantitas tersebutlah yang akan digunakan sebagai pengukur untuk membatasi barang yang telah dibeli murid. Untuk kapasitas 'barang besar' itu maksimal lima. Sedangkan untuk kapasitas 'barang sedang' maksimal sepuluh. Lalu untuk kapasitas 'barang kecil' tidak ada batasan. Tapi, meskipun tidak ada batasan, itu akan sangat berpengaruh jika kalian terlalu banyak membeli barang sejenis itu."
Dengan kata lain, itu bisa menjadi tumpukan sampah yang akan memenuhi ruangan. Kurasa itu adalah hal yang tidak terlalu penting untuk kebanyakan anak laki-laki. Tapi sebaliknya, itu akan menjadi peringatan tidak langsung untuk anak perempuan yang biasanya terlalu kecanduan untuk membeli barang modis atau sejenisnya. Selain itu, penjelasan mengenai 'label' telah menjawab kegunaan alat scan itu sendiri.
"Apa hanya itu saja yang kau tanyakan?" ujar ibu asrama kembali.
"Ya, itu sudah cukup bagiku," jawabku.
"Kalau begitu langsung saja untuk pembagian ruangannya. Wow—ini mengejutkan."
Ketika ibu asrama mengecek formulir kami sekali lagi sebelum memberikan kunci—berbentuk kartu digital. Sepertinya ada sesuatu yang tidak diduga di sini. Entah ini hanya kebetulan atau sudah diatur, perbandingan itu membayang-bayangi pikiranku saat kami telah sampai di depan ruangan masing-masing. Kebetulan tersebut adalah ruanganku dan ruangan Perempuan ini yang rupanya bersebelahan. Dengan kata lain, secara otomatis kami akan menjadi tetangga selama berada di asrama ini.
Ruanganku berada di nomor 42 dan terletak di lantai dua. Sedangkan dia berada di ruangan nomor 41.
Mengetahui fakta kebetulan tersebut, Perempuan ini hanya tersenyum seolah sedang menyapa seperti pada saat pertamakali sampai di asrama.
"S—sungguh kebetulan, ya," dia menyapaku.
Aku tidak membalas sapaannya dengan lisan, melainkan dengan anggukan.
"Kalau begitu nikmatilah waktu kalian. Jika ada yang ingin ditanyakan, langsung saja datang ke tempatku di bawah," kata ibu asrama sebelum pergi meninggalkan kami.
"Ya, terimakasih banyak," kata Perempuan itu.
Saat aku hendak memasuki ruangan, tiba-tiba....
"tentang pertanyaanmu sebelumnya..." dia berbicara kepadaku.
"Itu hanya untuk kepentingan pribadiku, jangan terlalu dipedulikan," kataku.
"Eh, itu..."
Mendengar dia akan mengatakan sesuatu, membuatku tidak nyaman jika membiarkannya begitu saja. Untuk sementara waktu, aku menahan diriku untuk tidak memasuki ruangan.
"Bisakah kita bicara sebentar...?" pinta Perempuan itu.
"Jika tidak memakan banyak waktu, akan kudengarkan," kataku, menoleh ke arahnya.
"Tenang saja, ini tidak akan lama kok," dia tampak yakin. Tapi...
"Baiklah," kataku, agak enggan.
Aku berjalan menuju pagar yang ada di balkon depan sambil melihat pemandangan yang mencakup luasnya lingkungan asrama ini. Kami mulai berbicara di situ, menghabiskan waktu sejenak untuk bertukar pandang. Alasan mengapa aku bersedia melakukannya... itu mungkin karena rasa penasaranku terhadapnya, hanya itu saja.
"Oh, sebelum itu aku harus memperkenalkan diri ya, aku Cika," kata Perempuan bernama Cika ini, sembari mengulurkan tangannya, mengajak berjabat tangan sebagai perkenalan.
"Aku Rafa," kataku, menggapai tangannya yang terulur.
Kami berjabat tangan kurang lebih tiga detik, lalu masing-masing dari kami melepaskan tangan di saat yang hampir bersamaan.
"Tentang pertanyaanmu tadi, aku sungguh tidak memikirkannya sejauh itu. Apa kau sudah merencanakan akan menanyakannya sebelumnya?" tanyanya.
"Tadi sudah kubilang kan. Jika kau bertanya bagaimana aku bertanya, terus terang itu hanya kebetulan."
Mendengar itu, dia sedikit cemberut, menunjukkan ekspresinya yang seolah tidak puas.
"Lalu untuk apa tujuanmu menanyakannya?" tanyanya kembali.
"Tidak ada yang penting—hanya untuk menjaga stabilitas ruanganku saat ini dan yang akan datang," jawabku segera.
"Yang akan datang?" dia tampak penasaran.
"Yaa... itu, bagaimana menjelaskannya ya. Anggap saja sebelum datang kesini aku mempunyai niat untuk hidup sendiri. Karena itulah aku menanyakan hal tersebut secara rinci untuk mengetahui apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak. Juga, aku selalu ingin menjalani kehidupan SMA-ku dengan tenang di sini," jawabku.
"Heh... ternyata kau memikirkan banyak hal juga ya," dia tampak tersanjung.
"Apa benar begitu? menurutku itu wajar dilakukan oleh sebagian besar murid baru dimanapun," bantahku.
"Yaa, kupikir itu agak sedikit berbeda dengan caramu melakukan, mungkin..."
"Apanya yang berbeda?" tanyaku.
"Seperti caramu menanyakan, berbicara...." dia terhenti saat akan menjelaskannya secara detail.
"Uh. Maaf! aku terlalu banyak bicara," sekarang, dia justru malah meminta maaf tanpa alasan yang jelas.
"Aku pikir itu hal biasa. Tidak ada yang berbeda dari kebanyakan," mengatakannya disaat dia baru selesai meminta maaf, keheningan sesaat segera terbentuk.
Karena pembicaraan kami terhenti, dia sepertinya memutuskan untuk mengakhirinya...
"kurasa hanya itu saja yang ingin kutanyakan. Kau bisa masuk kedalam ruanganmu," katanya.
"Ya."
Setelahnya, dia pun masuk lebih dulu kedalam ruangannya yang ada disebelah. Kemudian, Samar-samar aku bisa mendengar suaranya yang seolah 'terkesan' karena mungkin melihat interior di dalamnya. Itu sedikit membuatku penasaran juga dan ingin segera memasuki ruanganku sendiri.
'Manusia adalah makhluk yang sederhana'.
ketika aku berpikir demikian setelah mengingat obrolan dengan ibu asrama dan Perempuan bernama Cika tadi, tanpa sadar aku sudah berdiri memandangi pintu ruangan dalam keheningan.
"Yah... siapapun pasti juga tidak akan betah mengobrol dengan orang membosankan sepertiku."
Sendiri diantara kita
791
497
3
Inspirational
Sendiri di Antara Kita
Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat.
Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri.
Lalu satu kejadian mengubah segalanya.
Seke...
Switch Career, Switch Life
315
265
4
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri.
Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya.
Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
Kenapa Harus Menikah?
78
72
1
Romance
Naisha Zareen Ishraq, seorang pebisnis sukses di bidang fashion muslimah, selalu hidup dengan prinsip bahwa kebahagiaan tidak harus selalu berakhir di pernikahan. Di usianya yang menginjak 30 tahun, ia terus dikejar pertanyaan yang sama dari keluarga, sahabat, dan lingkungan: Kenapa belum menikah?
Tekanan semakin besar saat adiknya menikah lebih dulu, dan ibunya mulai memperkenalkannya pada pria...
Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa!
505
198
11
Humor
Didaftarkan paksa ke Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa oleh ayahnya, Kaur Majalengka--si OCD berjiwa sedikit feminim, harus rela digembleng dengan segala keanehan bin ajaib di asrama Kursus Kilat selama 30 hari! Catat, tiga.puluh.hari!
Bertemu puding hidup peliharaan Inspektur Kejam, dan Wilona Kaliyara--si gadis berponi sepanjang dagu dengan boneka bermuka jelek sebagai temannya, Kaur menjalani ...
In Her Place
720
485
21
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...