Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta Butuh Jera
MENU
About Us  

Suara musik metal pagelaran event perlahan mengecil. Host kembali membawa acara dengan suara lantang. Sudah saatnya pengumuman pemenang. Para penonton yang tadinya berpencar, kini berkumpul lebih dekat dengan podium. Menyisakan Sita dan Anis di tempat itu. Mereka yang duduk dengan kehendak emosi masing-masing. Menahan agar tidak terlalu kalut.

"Untuk apa kamu ceritain ini ke aku? Aku bener-bener nggak mau denger apa pun soal apa yang udah kalian lalui selama ini." Lagi-lagi Anis membuang muka. Namun urung karena suara Andien yang menangis kecil membuat matanya beralih pada bayi mungil itu. Kalau saja ia tidak ingat kalau itu adalah anak hasil hubungan gelap mereka, Anis pasti sudah merampas anak itu untuk ditimangi dan dihibur.

"Andien jangan nangis ... ini, nonton channel favorit kamu dulu, ya? Mama lagi ngobrol sama Tante Anis loh, jangan ganggu dulu ya, Sayang." Sita menyalakan youtube lalu menyerahkannya pada Andien yang bahagia begitu mendengar suara channel kesukaannya. Ia pun melanjutkan pembicaraan dengan gadis di sebelahnya. "Anis, aku mengenalmu sejak kecil. Nggak ada yang nggak kuketahui tentang kamu sekecil apa pun. Apa kamu tahu apa yang membuatku bertahan setelah kau menghilang waktu itu?"

Anis menatapnya datar. Tampaknya sudah berniat mendengarkan keterangan Sita.

"Anak ini yang membuatku bertahan. Anak ini, Nis." Sita menatap mata Anis lekat-lekat. "Aku bisa aja membunuhnya ketika dia masih belum bernyawa di dalam perutku, maka dengan begitu semua masalah akan selesai. Aku nggak perlu menyiksa diriku sendiri dan menjadikanmu korban atas perbuatan kami. Tapi waktu itu aku berpikir, mungkin aja kamu sengaja mengorbankan dirimu demi anak yang kukandung. Bukannya kamu paling nggak suka ngeliat aku melakukan aborsi? Aku bahkan udah janji ke kamu untuk nggak ngulangin dosa itu lagi. Sampai sekarang aku masih menganggapmu sebagai wanita yang telah menyelamatkan anak ini sampai dia bisa merasakan kasih sayang dari laki-laki yang kamu cintai."

Sita menghapus gelimangan air mata. Wajahnya kini telah basah dan sembab. Suaranya pun makin terdengar parau. Anis menatapnya nanar, dan tanpa sengaja setetes air mata ikut merambah raut mukanya.

"Sita ...."

"Andien lah yang selama ini bikin aku kuat, Nis. Aku mempertahan nyawanya demi kamu. Sebenci apa pun kamu sama perbuatanku, aku yakin kamu nggak bakal mungkin menginginkan hal buruk terjadi sama aku. Kamu nggak mungkin menyumpahiku sampai celaka. Apalagi membiarkan aku menanggung malu sendiri." Sita menarik napas panjang. Menyesuaikan udara yang masuk pada paru-parunya. Meski gemetar. "Aku dan Galih nggak pernah percaya sama isu yang bilang kamu udah meninggal. Kami saling meyakinkan dan bersumpah untuk mengembalikkan keadaan menjadi lebih baik. Hingga akhirnya doa kami terkabul. Allah mengembalikanmu ke kami. Bukan untuk membuatmu tersakiti, tetapi untuk memperbaiki keadaan kita."

Aura kegelapan yang semula berkabung di udara mulai dirasakan memudar oleh Anis. Ia tidak pernah menyangka Sita akan menerangkan itu semua. Bahwa benar ia menghilang dengan beberapa alasan, yaitu agar Sita dan Galih bertanggung jawab terhadap bayi yang dikandung. Benar bahwa ia menghilang agar sahabatnya itu tidak menanggung malu sendiri. Satu hal yang terpenting adalah, ia menghilang agar tidak merasakan imbas dari semua itu.

"Kamu orang yang baik, Nis. Kamu nggak bisa menyangkal diri kamu sendiri. Dan satu hal yang perlu kamu tahu. Sampai dengan detik ini, Galih masih mencintaimu. Walaupun dia nggak pernah ngomong itu secara langsung sama aku. Tapi aku harus memperbaiki ini semua, memperbaiki hubungan kalian. Karena itulah yang seharusnya terjadi."

Memperbaiki hubungan kalian. Anis bergidik ngeri mendengar tiga kata yang baru saja keluar dari mulut Sita.

"Jangan gila kamu, Ta. Nggak ada yang harus diperbaiki. Malah akan menimbulkan masalah baru." Anis menghela napas sejenak, memejamkan matanya kuat lantas berdiri dan menyoroti mata Sita. "Aku sudah memaafkan kalian sejak dulu. Hari di mana aku memutuskan pergi dari kehidupan kalian." Sita ikut bangkit, membuat keseimbangan pandangan dengan Anis. Air matanya masih belum berhenti. "Sampaikan ke Galih. Aku udah nggak punya perasaan apa-apa lagi sama dia. Jadi kalau memang benar apa yang kamu bilang soal dia yang masih mencintaiku, sebaiknya kubur saja dalam-dalam."

Ia menyandang tas tanganya, lalu berjalan meninggalkan Sita di situ. Berdiri dan bergeming. Hanya bisa melihat punggung sahabatnya yang menjauh dari sudut horizontal pandangannya.

"Anis pergi?" Suara Nouvie di belakang mengejutkannya. Sita dengan sergap memeluk Nouvie, menumpahkan seluruh air matanya tanpa jeda. Ia butuh dekapan, sangat butuh. Seandainya Anis yang memeluknya seperti ini, pasti kesedihannya lebih cepat berlalu.

"Dia udah maafin kamu?" Sita mengangguk di balik bahunya.

"Tapi aku belum legowo, aku belum bisa tenang, Vie. Aku udah janji sama diriku sendiri untuk memperbaiki hubungan mereka. Dan aku harus melakukanya. Aku tahu Anis masih mencintai Galih, meski dia memungkirinya barusan."

"Tenanglah dulu, pikirkan baik-baik. Itu nggak semudah yang kamu rencanakan, Sayang. Anis telalu membenci Galih. Itu sulit." Nouvie menyelidiki mata Sita yang masih mengurai air mata, membasuhnya dengan jari tanganya. "Pikirkan, Sita ... Pikirkan. Jangan sampai itu malah menyengsarakan dirimu sendiri."

"And the winner for our elite women number... Almira Freddie. Dengan catatan waktu tercepat 2 menit 15 detik." Semua orang bertepuk tangan saat host mengumumkan pemenang dengan suara lantang. Nouvie menoleh sebentar, tapi belum ingin meninggalkan Sita. "Tepuk tangan lagi yang lebih neriah untuk THE LADY HAMMER!"

"Pergilah, kamu harus mendampingi Almira 'kan?" Sita menghapus pipinya yang basah dan mengisak untuk terakhir kali. Ini sudah cukup.

Nouvie menggeleng. "Dia udah sering menang, nggak butuh pendamping. Lagipula supporter-nya lebih banyak. Kamu lebih butuh pendamping saat ini."

Sita masih di posisinya bersama Nouvie hingga Almira selesai. Ketika hari beranjak sore, ia pun kembali ke rutinitasnya seperti biasa. Pulang ke rumah dengan perasaan yang bercampur aduk. Menunggu kepulangan Galih nanti malam. Ia akan menceritakan semuanya pada Galih. Semuanya, tanpa tertinggal sedikit pun.

***

Awan yang tampak gelap bergumul membentuk gumpalan kapas raksasa. Kelabu. Berangsur-angsur memuai, menumpahkan miliaran liter air hujan ke daratan. Anis bisa mendengar gemuruh petir dengan sangat jelas dari dalam mobil Sakti. Kilatan cahayanya bahkan membuat matanya silau, mereka tampak seperti akar pohon gergasi. Semburatnya merayap hampir ke seluruh penjuru kota.

Situasi yang sama seperti terakhir kali ia pergi meninggalkan sahabat dan kekasihnya itu. Sakti menelaah gelagat Anis yang tak mau bersuara sedari mereka pulang dari arena downhill. Ia ingin sekali bertanya. Namun tetap saja ia tidak akan bisa menemukan jawaban apa pun dari gadis di sampingnya itu. Gadis yang sedang duduk dengan pandangan kosong. Anis hanya akan bercerita padanya jika ia benar-benar butuh. Sama seperti pertama kali Sakti menemukannya sekarat dua tahun lalu, kalau bukan ayahnya Anis yang menjelaskan alasan putrinya menghilang, Sakti tidak akan pernah tahu bahwa setragis itu kehidupan Anis.

Sakti sangat tahu tabiat Anis. Tak jarang ia mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi sebelum sikap dan perilaku Anis berubah menjadi makhluk galat. Jawaban mungkin tidak terlalu perlu, sebab terkadang—Sakti sudah lebih dulu menyelidiki dan mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sikap Anis.

"Anis, apa kamu butuh sesuatu? Kamu nggak bicara sama sekali sejak pisah sama Nouvie," Sakti hanya mencoba bertanya, tak mengapa jika Anis tidak ingin merespon.

Anis menunduk sesaat, menggenggam ponselnya yang menyala namun matanya tidak fokus ke situ. "Sakti," panggilnya singkat.

"Ya?" Sakti menoleh ke kiri sesaat.

"Aku ketemu sama Sita tadi."

Oh God! Ini keajaiban. Sakti membangga di dalam hati. Ini adalah obrolan langka, ia bahkan tidak pernah membayangkan Anis akan menceritakan hal ini padanya. Membuka topik yang pasti akan mengarah pada pembicaraan super serius.

"Sita? Kamu serius?" Sebenarnya Sakti sudah tahu. Ia bahkan mendengar pembicaraan mereka tanpa Anis ketahui. Tapi menanggapi pengakuan Anis yang seperti ini adalah sebuah penghormatan yang pantas ditunjukkan.

Anis mengangguk ringan. Belum mau melihat Sakti. Ia Hanya berusaha menyembunyikan wajahnya yang gelap. "Ternyata aku belum bisa lepas dari bayang-bayang mereka. Sejauh apa pun aku bersembunyi, toh akhirnya bakal ketemu sama mereka juga. Atau mungkin aku perlu berpindah pulau? Negara kita kan punya ribuan pulau yang bisa dihuni kapan pun?"

"Sita sudah menjelaskannya ke kamu?"

"Ia bahkan tahu alasan kenapa aku menghilang selama ini."

"Lalu?"

Anis memandangi Sakti. Ia tersenyum. Tersenyum di bawah kelopak mata yang sayu dan hampir basah. Membuat sunggingan senyum pada bibirnya yang tertarik ke bawah lantaran menahan isakan.

"Aku memaafkannya dengan mudah. Begitu aja. Bisa kamu bayangin? Gimana bisa aku maafin mereka hanya dengan pertemuan sesingkat itu. Ini nggak setimpal sama apa yang aku rasain selama ini, Sak."

"Anis kamu nggak salah."

"Barangkali aku memang bodoh, ya? Kalau aku nggak bodoh, mana mungkin aku bisa semudah itu dikhianati." Sakti hampir tidak fokus menyetir ketika melihat air mata gadis itu mengalir. "Aku pengen dengar pendapat kamu, apa aku beneran bodoh?"

"Kamu nggak bodoh, Nis."

"Enggak?" Anis menggeleng. "Aku pasti bodoh. Dan terlalu mudah percaya sama penjelasan wanita yang berperan penting dalam kehancuran hidupku."

"Cukup, Nis. Jangan terus-terusan menyalahkan dirimu." Sakti menurunkan persneling, membuat laju kendaraan menjadi lebih lambat. Ia tidak mungkin melaju dengan kecepatan tinggi dalam situasi seperti ini. "Kamu nggak bodoh. Hanya saja kamu memiliki keistimewaan yang nggak dimiliki perempuan mana pun. Hatimu terlalu lembut untuk menolak permintaan maaf mereka. Mau sampai kapan kamu memungkiri itu? Kamu orang yang sangat baik, Nis. Itulah alasan yang membuatmu bertahan selama ini. Iman dan hatimu terlalu kuat untuk mengalahkan masa lalu yang menyakitkan. Kamu nggak salah, kamu sudah melakukan hal yang benar."

"Aku takut sakit lagi." Wajah Anis memerah. Jarinya repot mengeringkan mukanya yang basah.

"Percayalah. Memaafkan adalah sebuah akhir yang terbaik. Itu akan membawamu pada awal yang terbaik juga. Jangan takut. Kamu hanya tinggal mempersiapkan diri menghadapi hari-hari ke depan. Sakit atau senangnya seseorang, nggak bisa diukur dengan cara dan ilmu apa pun." Simpul senyum Galih tampak tulus. "Kamu masih punya aku, 'kan? Aku selalu siap menyandingmu jika kamu kesulitan."

Aku tahu Sakti, bukankah selama ini kamu lah yang selalu siap menampung kelemahanku? Tapi yang lebih mengganggu pikiranku adalah, ucapan Sita yang ingin memperbaiki semua ini, aku masih belum mengerti apa artinya.

"Sakti," panggilnya lirih.

"Huh?"

"Kurasa aku memang masih mencintai Galih."

Sakti menginjak rem secara mendadak. Kalimat yang Anis lontarkan terdengar lebih menyakitkan ketimbang suara petir yang menghantam bumi.

Sakti terdiam, menatap Anis dengan senyuman perih.

 

Hai, just info kalau tokoh Almira dan Nouvie ini ada di novel aku yang berjudul THE LADY HAMMER ya, di sana tokoh Almira diceritakan menjadi gadis berkursi roda yang jatuh cinta dengan agen rahasia. Silakan mampir teman-teman ... karena cerita The Lady Hammer banyak digemari pembaca

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • karina016

    seriusan sita sama galih? :(

    Comment on chapter Chapter 3
  • karina016

    bahasanya enak banget dibaca, aku suka, semangat kak

    Comment on chapter Chapter 1
Similar Tags
Redup.
721      428     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.
Rain Murder
2557      677     7     
Mystery
Sebuah pembunuhan yang acak setiap hujan datang. Apakah misteri ini bisa diungkapkan? Apa sebabnya ia melakukannya?
RINAI
423      311     0     
Short Story
Tentang Sam dan gadis dengan kilatan mata coklat di halte bus.
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
5854      1563     1     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
Thantophobia
1432      801     2     
Romance
Semua orang tidak suka kata perpisahan. Semua orang tidak suka kata kehilangan. Apalagi kehilangan orang yang disayangi. Begitu banyak orang-orang berharga yang ditakdirkan untuk berperan dalam kehidupan Seraphine. Semakin berpengaruh orang-orang itu, semakin ia merasa takut kehilangan mereka. Keluarga, kerabat, bahkan musuh telah memberi pelajaran hidup yang berarti bagi Seraphine.
Can You Hear My Heart?
539      323     11     
Romance
Pertemuan Kara dengan gadis remaja bernama Cinta di rumah sakit, berhasil mengulik masa lalu Kara sewaktu SMA. Jordan mungkin yang datang pertama membawa selaksa rasa yang entah pantas disebut cinta atau tidak? Tapi Trein membuatnya mengenal lebih dalam makna cinta dan persahabatan. Lebih baik mencintai atau dicintai? Kehidupan Kara yang masih belia menjadi bergejolak saat mengenal ras...
Putaran Waktu
983      619     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
Communicare
12334      1746     6     
Romance
Menceritakan 7 gadis yang sudah bersahabat hampir lebih dari 10 tahun, dan sekarang mereka dipersatukan kembali di kampus yang sama setelah 6 tahun mereka bersekolah ditempat yang berbeda-beda. Karena kebetulan mereka akan kuliah di kampus yang sama, maka mereka memutuskan untuk tinggal bersama. Seperti yang pernah mereka inginkan dulu saat masih duduk di sekolah dasar. Permasalahan-permasalah...
Premium
Ilalang 98
7090      2223     4     
Romance
Kisah ini berlatar belakang tahun 1998 tahun di mana banyak konflik terjadi dan berimbas cukup serius untuk kehidupan sosial dan juga romansa seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bernama Ilalang Alambara Pilihan yang tidak di sengaja membuatnya terjebak dalam situasi sulit untuk bertahan hidup sekaligus melindungi gadis yang ia cintai Pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah il...
KETIKA SENYUM BERBUAH PERTEMANAN
543      384     3     
Short Story
Pertemanan ini bermula saat kampus membuka penerimaan mahasiswa baru dan mereka bertemu dari sebuah senyum Karin yang membuat Nestria mengagumi senyum manis itu.