"Di dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau. Mau merubah dan berusaha memperbaikinya." —Geandra
...
Riuh siswa siswi MIPA-3 yang baru selesai melaksanakan ujian harian terdengar menggema sampai kelas sebelah. Padahal ini baru ujian harian, apalagi kalau ujian semester? Tidak terkira kebahagiaan mereka.
Tak sedikit dari mereka langsung berhamburan keluar karena jam istirahat sudah tiba. Mayoritas pergi ke kantin untuk mengisi perut yang sudah keroncongan sejak pelajaran pertama. Sedangkan minoritas memilih perpustakaan untuk menyelesaikan catatan ataupun tugas yang masih menumpuk.
Gean termasuk golongan mayoritas. Dia dan empat temannya yang terkenal dengan sebutan 'Anak GARUDA' sudah memenuhi bangku paling pojok, tempat yang biasa digunakan untuk berdiskusi. Bukan tentang masalah persekolahan, melainkan tentang strategi untuk menghadapi geng sekolah sebelah yang kerap kali membuat perkara dengan mereka. Awalnya bukan semua anggota GARUDA, hanya saja ketua geng sekutu lebih banyak mencari masalah dengan Gean.
Sebenarnya, Gean tidak ingin melibatkan teman-temannya dalam masalah pribadinya. Namun, teman-temannya bersikeras dan tetap ingin mendampingi Gean apapun yang terjadi. Benar-benar rasa solidaritas tinggi yang patut diapresiasi.
Di depan mereka sudah tersaji aneka camilan dan minuman. Di sekililing mereka juga sudah duduk kumpulan gadis yang sengaja mencari perhatian.
Perlu digaris bawahi, selain karena memiliki visual yang memikat, kelima orang itu juga memiliki keahlian masing-masing yang sangat menonjol.
Gean dengan kecerdasannya mampu menghafal pelajaran dalam waktu singkat, tak jarang membuat dirinya seringkali diminta kepala sekolah untuk mewakili sekolahnya dalam olimpiade nasional maupun internasional.
Musadham atau Adam, dengan keahliannya memainkan music biola membuat cowok itu berhasil meraih banyak kejuaraan di ajang festival musik.
Bima dan Juna yang memiliki keahlian bela diri. Keduanya pun tak kalah dari ketiga temannya. Baik Bima maupun Juna, seringkali mengikuti lomba Karate antar sekolah bahkan antarnegara.
Sedangkan yang satunya, Laskar memiliki keahlian dalam bidang sastra. Saat ini sudah hampir lima novel berhasil ia tamatkan dan semuanya masuk best seller.
Dengan semua kelebihan itu, mereka mendapat julukan 'Most Wanted' di sekolahnya. Namun, hal itu tidak membuat mereka merasa tinggi atau besar kepala. Mereka masih sempatnya menampakkan sedikit sikap 'nakal' yang kadang membuat para guru geleng kepala.
"Kayaknya, mulai sekarang kita harus lebih berhati-hati. Geng Kutu itu sudah berani menyerang diam-diam," ungkap Juna. Spontan, keempat sahabatnya menoleh.
"Bener. Apalagi kemarin, gue sama Laskar nggak sengaja ketemu mereka di Mall. Untung di sana banyak orang, kalau nggak, mereka bakalan berbuat nekat," timpal Bima.
Gean yang mendengar laporan dari teman-temannya hanya menghela napasnya panjang. Ia tidak mungkin mengatakan kalau kemarin dirinya juga dikejar suruhan Gabriel, si ketua geng yang sedang dibicarakan teman-temannya. Bisa-bisa emosi mereka memuncak dan perkelahian tidak dapat terelakkan lagi.
Gean tidak suka dengan perkelahian, apalagi melihat teman-temannya terluka, tapi dia juga tidak bisa diam ketika harga diri dan keselamatan semua orang yang ia sayangi dalam bahaya.
"Apapun kondisinya, kita harus tetap waspada. Tapi gue minta sama kalian, jangan sampai melakukan penyerangan sebelum ada alasan yang logis. Gue nggak mau, kalian terlibat dalam perkelahian yang sia-sia dan nggak guna. Tetap jaga komunikasi dan jangan mudah terbawa emosi. Kita ini berpendidikan, jadi gue harap kalian tetap jaga nama baik sekolah," nasehat Gean panjang lebar, menatap sahabatnya dengan seksama.
"Siap, Pak Bos!" sanggah Laskar tersenyum.
"Dengerin ucapan lo tadi kayak lagi denger wasiat tau." Adam menimpali seraya memasukkan pisang coklat ke mulutnya.
Gean jadi teringat sesuatu setelah mendengar kalimat Adam tadi. Ia baru sadar kalau belum memberi tahu teman-temannya tentang keputusannya untuk tinggal di pesantren. "Oh ya, gue mau kasih tau sesuatu sama kalian."
"Apa tuh?" seru Bima antusias.
"Mungkin setelah ini gue bakal jarang datang ke basecamp, atau ikut rapat bareng kalian."
"Lho, kenapa?" tanya Laskar heran. "Jangan bilang kalau lo mau keluar dari GARUDA?"
Gean lantas menggeleng. Keluar dari GARUDA adalah hal yang mustahil ia lakukan. "Enggaklah. Kalian udah kayak keluarga gue sendiri, mana mungkin gue ninggalin kalian. Gue cuma mau tinggal di pesantren."
"Mmmpphh!" Bima langsung menutup mulut sebelum minuman yang baru saja masuk muncrat ke luar.
"Seriusan lo?" Gean mengangguk mantap. Sebagian besar temannya belum ada yang percaya dengan ucapannya.
"Tiba-tiba banget, Ge. Lo nggak lagi kenapa-kenapa, kan?"
"Gue lagi pengen aja, Bim. Gue pengen nyari ketenangan batin di sana. Mungkin dengan cara itu, gue bisa menemukan apa yang gue cari selama ini," jelas Gean. "Kalian tenang aja. Meskipun gue di pesantren, gue bakal tetap memantau dan beri masukan pada kalian. Gue juga butuh tempat untuk mencari solusi dari masalah keluarga gue."
Bima, Adam, Juna dan Laskar mengangguk paham. Mereka yang sudah tahu akar permasalahan yang dihadapi Gean hanya bisa mendukung apa yang dilakukan cowok itu.
Gean tidak pernah ingin melibatkan orang lain dalam urusan keluarganya, termasuk sahabatnya. Ia tidak ingin orang lain ikut merasakan kesusahan dan penderitaan yang dialaminya.
"Kita selalu dukung lo kok, Ge. Semoga betah ya. Nanti ajarin kita pelajaran agama kalau lo balik," sanggah Laskar menepuk pundak Gean.
"Insya Allah," balas Gean tersenyum ke arah teman-temannya.
Mereka pun melanjutkan acara makannya dan membahas rencana mereka ke depannya. Sampai akhirnya, fokus mereka harus teralihkan dengan kedatangan seseorang yang tiba-tiba ada di tengah mereka.
"Hai, Gean," sapa seorang gadis berambut panjang sebahu. Senyum manis terpancar dari wajahnya yang putih bersih. Namun sayang, semua pesona yang dimilikinya tidak bisa menarik perhatian orang yang ia sapa.
"Bos, mantan nyapa tuh," senggol Juna yang duduk di samping kiri Gean.
Cowok itu menoleh sebentar, lalu kembali fokus pada handphonenya. "Ngapain lo ke sini?"
Gadis bername tag Clarisa itu tanpa permisi langsung mengambil tempat di samping kanan Gean yang masih kosong. "Gue kangen sama lo," ungkapnya membuat Adam, Bima dan Laskar ingin muntah.
"Basi tau nggak," sungut Gean langsung berdiri. Hendak pergi.
"Gean, mau kemana?" Clarisa hampir mengejar namun Gean langsung menatapnya tajam.
"Mau lo apa sih, hah?"
"Gue mau balikan sama lo. Gue masih sayang sama lo, Ge."
"Lo tau, kan, salah lo apa?"
"Iya gue tau gue salah, tapi gue minta maaf. Gue terpaksa jalan sama Gabriel karena waktu itu-"
"Karena waktu itu gue lebih milih nemenin Mama gue ketimbang pergi sama lo." Gean berhasil membuat lidah gadis itu kelu. "Sorry, Cla. Kita nggak ada hubungan apa-apa lagi, dan lo bukan tipe cewek yang gue cari. Jadi, berhenti ngikutin gue."
Gadis itu tidak menyerah. Ia malah nekat memblokir jalan Gean dengan merentangkan kedua tangannya. Hal itu membuat Gean geram. "Gue tau lo masih cinta sama gue! Gue tau masih ada nama gue di hati lo."
Gean berdecih. Bagaimana mungkin gadis mata duitan seperti Clarisa masih ada dihatinya? Sedangkan sudah ada nama lain yang terpatri di sana.
"Kayaknya lo harus banyak baca buku filsafat deh. Espektasi lo ketinggian, Cla. Tukang selingkuh nggak pernah ada di hati gue. Tempat lo di sana." Gean menunjuk ke tempat sampah.
"Minggir!"
Clarisa menghentakkan kakinya kesal. Beberapa pasang mata yang melihat kejadian itu hanya menahan tawa. Tak sedikit dari penggemar Gean yang salut dengan sikap cowok yang disegani itu. Terutama keempat sahabat Gean yang sudah tahu sikap Clarisa yang dengan teganya selingkuh dengan musuh bebuyutan Gean. Mereka pun beranjak meninggalkan gadis yang masih menggerutu tidak karuan.
***
Jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul empat sore. Setelah menunaikan sholat Ashar bersama Jihan, Gean pamit ke kamar untuk mengemasi barang-barangnya.
Ya, hari ini dia akan berangkat ke pesantren. Bersama empat sahabat setianya, Gean berhasil membawa barang-barangnya ke dalam bagasi mobil. Mereka pun berangkat menuju pesantren yang akan memberikan warna baru dalam hidupnya.
Gean bersama Jihan di dalam mobil pribadi. Sedangkan keempat sahabatnya ikut mengantar dengan menggunakan motor masing-masing. Hampir satu jam perjalanan, mereka turun di halaman pesantren yang masih ramai dengan lalu lalang santri. Dapat disimpulkan mereka baru selesai mengikuti pengajian sore. Terlihat dari pakaian mereka yang masih memakai sarung.
Adam, Bima, Juna dan Laskar yang ikut mengantar Gean dipersilahkan masuk oleh santri yang bertugas jaga di sana. Awalnya, mereka yang memakai sepeda motor moge sempat dihalangi untuk masuk. Mungkin dikira akan melakukan keributan. Namun, berkat penjelasan Gean, para santri itu membolehkan keempat sahabatnya untuk masuk.
Seperti di sekolah, mereka berlima langsung menjadi pusat perhatian di pesantren itu. Para santriwati hampir tidak berkedip ketika melihat visual remaja-remaja itu. Layaknya artis di televisi, mereka bisa mendengar suara histeris dari gadis-gadis yang melewati mereka.
"Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaa haillallah wa allahu Akbar," gumam seseorang melantunkan kalimat tersebut dengan nada hadrah.
"Masya Allah, mereka ganteng banget. Kayak tokoh visual di novel-novel."
"Fabiayyi aala irobbikuma tukazziban?"
"Ya Allah, kayak gitu maksud hamba."
"Jika surah Al-Fatihahku tidak mampu membuka hatinya, izinkan Surah Ar-Rahman menjadi wasilah pertemuanku dengannya, Rabb."
Sahutan demi sahutan berhasil tembus ke telinga mereka. Keempat remaja yang mendengar itu semakin melebarkan senyumnya. Demi ingin terlihat ramah, mereka pun nekat melambaikan tangan seperti sedang menyapa fans.
"Woy! Jangan tebar pesona di sini. Kalau mereka masuk rumah sakit kena serangan jantung gimana?" tegur Gean. Keempat sahabatnya pun berhenti dari kegiatannya, takut kalau yang dikatakan Gean menjadi kenyataan. Karena sebelumnya pernah ada kejadian seperti itu.
"Masuk!" titahnya.
Mereka hampir menurut, tapi langkah mereka terhenti ketika melihat seseorang yang membuat mereka terpesona. Gean yang melihat teman-temannya tidak jadi masuk berdecak kesal. Ia pun melihat objek yang dilihat teman-temannya. Kedua matanya membola ketika melihat sosok yang tengah menjadi pusat perhatian keempat orang di sampingnya.
"Jangan ditatap kayak gitu! Dia punya gue," sungut Gean.
***
Bersambung ~