Aku baru saja tiba di kamar asrama ini, bersamaan dengan penghuni kamar lainnya, Chloe. Kami bertemu penjaga asrama yang mengantar kami ke kamar. Katanya, kamar ini akan diisi empat orang, dan baru kami yang datang.
Saat kami sedang membereskan barang, datanglah seorang perempuan dengan rambut dikuncir dua, penampilannya sangat menggemaskan. Rambutnya hitam legam dengan poni rata yang membingkai wajahnya yang bulat dan ceria. Ia mengenakan kaus bergambar kartun dan celana pendek denim. Namanya Elara.
Setelah berkenalan, aku langsung mengambil peralatan mandi. Aku ingin menyegarkan diri, entah kenapa di sini panas, padahal kukira di Jawa itu dingin.
Baru saja selesai mandi, aku melihat penghuni kamar terakhir. Aku sempat terpesona, bukan berarti aku lesbian, tapi penampilannya sangat cantik, segar, elegan, semua kata bercampur menjadi satu: sempurna. Dia bernama Liera, namanya sedikit mirip dengan gadis imut itu.
Keesokan harinya, aku dan Chloe sekelas di kelas Vocabulary dan Pronunciation. Aku sangat bahagia dan bangga pada diri sendiri, akhirnya bisa berada di kelas ini, di kampung ini, berkat kerja kerasku.
Keluargaku jauh dari kata sempurna. Aku sudah kehilangan orang tua sejak lulus SD, dan selama ini aku tinggal bersama nenek. Untuk biaya hidup, kami berjualan jajanan buatanku dan nenek. Untuk pendidikan, untungnya aku pintar dan selalu mendapat beasiswa. Sekarang, aku juga bekerja lepas, pekerjaan yang bisa dikerjakan di mana saja.
Karena hidupku yang sulit ini, aku tak pernah memikirkan hubungan percintaan. Pikiranku sudah terlalu penuh dengan pertanyaan tentang bagaimana untuk makan besok, jadi aku tak mau menambah beban pikiran. Tapi entah kenapa, setelah melihatnya, perasaan asing itu tiba-tiba muncul. Dia Kai, teman Elara dan Liera. Saat berkenalan, rasanya biasa saja. Hingga dia meminjamkan hodie-nya saat kami berteduh, padahal itu hal kecil. Apa mungkin karena aku merindukan kasih sayang seorang pria?
Aku jadi sering bertemu dengannya saat ikut Elara dan Liera. Semakin dilihat, penampilannya sangat tampan di mataku. Kai selalu mengenakan hodie berwarna abu-abu atau kemeja flanel yang membuatnya terlihat santai namun tetap keren. Rambutnya yang sedikit berantakan menambah kesan maskulin.
Tapi entah kenapa, saat kami berkumpul, Kai selalu memberikan perhatian pada Liera dan terkadang menggodanya. Tatapan matanya pada Liera terlihat berbeda dengan tatapannya pada kami. Aku mulai merasa tidak nyaman, meski Liera menanggapinya biasa saja.
Puncaknya, aku melihat dan mendengar sendiri saat Kai menyatakan perasaannya pada Liera di kafe. Dengan perasaan cemburu yang menumpuk, aku kembali ke teman-teman.
Beberapa hari kemudian, aku mulai tidak nyaman melihat Liera. Saat mengobrol dengan Chloe, ternyata dia juga tidak suka pada Liera. Katanya, Liera menarik perhatian semua pria. Aku tahu kenapa dia berkata begitu, karena Chloe menyukai Ryan. Akhirnya, aku juga jujur bahwa aku menyukai Kai, tapi Kai malah menyatakan perasaan pada Liera. Kami mulai menjauhi Liera.
Ternyata, Elara mendengar cerita kami dan berkata bahwa Liera tidak seperti itu. Tapi aku tahu Elara tidak merasa begitu karena pria yang disukainya menyukai dia, bukan Liera. Selama beberapa hari, Elara terus menyadarkan kami. Dan aku mulai berpikir karena ucapannya:
"Kalian tahu, Liera itu teman yang baik," kata Elara, dengan suara lembut. "Dia selalu ada untuk kita, selalu mendukung kita. Kenapa kita harus menyakitinya seperti ini hanya karena masalah cowok dan kecemburuan?"
Aku jadi ingat saat Liera membantuku masalah keuangan, saat aku belum gajian dan Liera meminjamkan uangnya. Setelah mengingat itu, perasaan cemburu berubah menjadi rasa bersalah. Aku dan Chloe meminta maaf pada Liera, dan ternyata hatinya sama baiknya dengan wajahnya. Dia memaafkan kami. Akhirnya, hubungan kami kembali seperti semula.
Untuk perasaanku pada Kai, kurasa Kai tidak perlu tahu. Tapi saat liburan ke pantai, Leo bertanya padaku, dan aku harus jujur bahwa aku menyukai Kai. Aku malu, tapi sedikit lega.
Tak disangka, seminggu kemudian Kai mengajakku bertemu. Dia berkata bahwa dia menghargai perasaanku dan akan mencoba membuka hatinya untukku. Dia tidak mau terus terpaku pada seseorang yang tidak membalas perasaannya.
"Indah, aku sangat menghargai perasaan mu." Kata kai dengan menatap wajahku
Aku yang ditatap seperti itu langsung menundukkan wajahku, aku rasa pipiku mulai memanas "Kai, kamu tidak perlu membalas perasaanku. Aku hanya ingin kamu tahu." Ucap ku dengan pelan.
"Aku tidak mau membuatmu sakit hati. Aku akan mencoba membuka hatiku untukmu."
"Kai..." Aku terkejut atas ucapannya.
"Kita coba jalani saja dulu, ya?" Katanya.
Berminggu-minggu kemudian, persahabatan kami tetap baik, dan hubunganku dengan Kai berubah menjadi sepasang kekasih. Karena usia kami yang sudah tidak muda lagi, Kai akan membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius setelah kami pulang dari Kampung Inggris.
Akhirnya, tibalah saatnya kami berpisah. Aku dan Kai sama-sama asli Jakarta.
Dia benar-benar menepati janjinya, melamarku di depan nenek. Aku sangat bahagia. Tapi kebahagiaan ini tidak berjalan lancar, nenek meninggal, jadi rencana pernikahanku dengan Kai harus ditunda. Aku merasa duniaku hancur, tidak punya siapa-siapa lagi. Kesedihan itu bertahan lama, Kai harus membujukku selama setahun. Saat aku luluh, kami langsung melanjutkan rencana pernikahan yang tertunda.
Setelah melahirkan seorang anak, aku mendengar kabar bahwa Liera berhasil mewujudkan mimpinya membuat pameran seni. Aku bangga padanya. Kebahagiaan ini bertambah saat Liera dilamar oleh Mr. William. Aku tidak menyangka Liera akan dilamar, karena di mataku mereka seperti adik kakak. Tapi aku bahagia untuk mereka.
Annyeong 👋
Comment on chapter POV William