Keesokan harinya, Kai memberanikan diri untuk mengajak Liera bertemu di sebuah kafe. Ia ingin mengungkapkan perasaannya, meskipun ia tahu risikonya. Dengan dorongan semangat dari Leo, dia jadi yakin.
"Liera, sebenarnya aku..." Kai memulai, suaranya sedikit bergetar. "Aku menyukaimu."
Liera terkejut, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Kai, aku..."
"Aku tahu ini mungkin mendadak," sela Kai, "tapi aku hanya ingin kamu tahu. Aku tidak mengharapkan apa pun, tapi aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku."
Liera menarik napas dalam-dalam. "Kai, kamu teman yang baik. Aku sangat menghargai pertemanan kita, tapi aku tidak merasakan hal yang sama. Aku hanya ingin berteman dengan siapapun yang aku temui di kampung inggris ini."
Kai menunduk, merasa sedikit kecewa, tapi ia menghargai kejujuran Liera. "Aku mengerti," katanya. "Terima kasih sudah jujur."
Tanpa mereka sadari, Indah melihat dan mendengar percakapan mereka dari kejauhan. Ia berada di kafe itu untuk mengerjakan tugas kelompok bersama teman-temannya di lantai dua. Indah mendengar pengakuan Kai, tetapi tidak mendengar jawaban Liera. Sebelum mendengar jawaban Liera, Indah langsung pergi ke teman temannya yang berada di lantai dua cafe tersebut. Perasaan aneh yang dirasakannya semakin kuat.
Dan setelah penolakan liera, suasana di kafe menjadi canggung. Liera merasa tidak enak, sementara Kai berusaha keras untuk tetap tenang. "Kai, aku sangat menghargai perasaanmu," kata Liera lembut, "tapi aku benar-benar hanya ingin berteman. Aku harap kamu bisa mengerti."
Kai mengangguk, meskipun hatinya terasa perih. "Aku mengerti, Liera. Aku hanya ingin kamu tahu perasaanku. Tidak apa-apa jika kamu tidak merasakan hal yang sama."
Mereka berdua terdiam sejenak, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kai kemudian mencoba mencairkan suasana. "Jadi, bagaimana bahasa inggris kamu?" tanyanya, berusaha tersenyum.
Liera tersenyum lega. " lancar. Setelah menjadi MC kemarin aku jadi yakin sama diriku sendiri "
Mereka pun mulai berbicara tentang kursus, buku, dan hal-hal lain yang ringan. Kai berusaha keras untuk bersikap seperti biasa, meskipun dalam hatinya ia tahu, segalanya telah berubah.
Sementara itu, di lantai dua kafe, Indah duduk bersama teman-temannya, tapi pikirannya melayang-layang. Ia terus memikirkan apa yang didengarnya tadi. Perasaan aneh yang dirasakannya semakin kuat. Ia tidak mengerti mengapa ia merasa begitu terganggu dengan pengakuan Kai.
"Indah, kamu baik-baik saja?" tanya salah satu temannya, melihat Indah melamun.
"Eh, iya," jawab Indah, tersentak. "Aku hanya sedang memikirkan sesuatu."
"Kamu kelihatan sedih," kata temannya lagi. "Ada apa?"
Indah menggeleng. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedikit lelah."
Indah tahu, ia tidak bisa terus menyembunyikan perasaannya. Ia memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang hubungan Liera dan Kai. Ia ingin tahu, apakah ada sesuatu yang lebih dari sekadar pertemanan di antara mereka.
Keesokan harinya, Indah mulai mengumpulkan informasi. Ia mengamati interaksi Liera dan Kai ketika mereka sedang makan bersama, mencoba mencari tanda-tanda kedekatan yang lebih dari sekadar teman. Ia juga bertanya kepada teman-teman mereka, mencoba mencari tahu apakah ada yang tahu tentang perasaan Kai.
Sementara itu, Evan juga tidak tinggal diam. Ia terus berusaha mendekati Liera, mencoba menunjukkan perasaannya. Ia sering mengajak Liera belajar bersama, makan siang bersama, atau sekadar mengobrol di taman kampus. Ia berharap, Liera akan melihatnya sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar teman.
Liera, di sisi lain, merasa bingung dengan perhatian yang diberikan Kai dan Evan. Ia tidak ingin menyakiti perasaan siapa pun, tapi ia juga tidak ingin memberikan harapan palsu. Ia memutuskan untuk berbicara dengan Elara, sahabatnya, untuk meminta nasihat.
"Elara, aku tidak tahu harus berbuat apa," kata Liera, duduk di kafe. "Kai menyatakan perasaannya, dan Evan juga terus mendekatiku. Aku tidak ingin menyakiti mereka, tapi aku juga tidak ingin berbohong tentang perasaanku."
Elara mendengarkan dengan seksama, lalu berkata, "Liera, kamu harus jujur pada dirimu sendiri dan pada mereka. Jangan takut untuk mengatakan apa yang kamu rasakan, meskipun itu menyakitkan. Lebih baik jujur sekarang daripada menyesal nanti."
Liera mengangguk, merasa lega setelah berbicara dengan Elara. Ia tahu, ia harus segera mengambil keputusan. Ia harus memilih, antara Kai, Evan, atau tetap sendiri. Dan yang paling penting, dia harus jujur pada perasaannya sendiri.
Annyeong 👋
Comment on chapter POV William