Bab 34: Wafatnya Sang Nabi
Tanda-Tanda Perpisahan
Setelah kembali dari Haji Wada’, Rasulullah ﷺ semakin sering menghabiskan waktunya bersama keluarga dan para sahabat terdekat. Namun, para sahabat mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam diri beliau. Seolah-olah Rasulullah ﷺ sedang bersiap untuk sebuah perpisahan yang tak terelakkan.
Suatu hari, di awal bulan Shafar tahun 11 Hijriyah, Rasulullah ﷺ pergi ke pemakaman Baqi’ dan mendoakan para sahabat yang telah wafat. Beliau berdiri lama di sana, matanya menerawang jauh seakan sedang mengucapkan salam perpisahan.
Tak lama setelah itu, Rasulullah ﷺ jatuh sakit. Demam tinggi dan sakit kepala hebat mulai menyerang tubuh beliau. Meski dalam kondisi lemah, beliau tetap memimpin shalat dan memberikan nasihat kepada umatnya. Namun, semakin hari, kondisinya semakin memburuk.
Hari-Hari Terakhir
Saat sakitnya semakin parah, Rasulullah ﷺ meminta izin kepada istri-istrinya untuk dirawat di rumah Aisyah radhiyallahu ‘anha. Di sanalah beliau menghabiskan hari-hari terakhirnya.
Pada suatu hari, meskipun tubuhnya lemah, Rasulullah ﷺ keluar ke masjid, dengan dibantu oleh Ali bin Abi Thalib dan Fadl bin Abbas. Beliau tersenyum melihat para sahabat yang sedang shalat, seakan ingin menyampaikan bahwa beliau meridhai mereka.
Di hari-hari terakhirnya, Rasulullah ﷺ berulang kali mengucapkan:
"Allahumma fir-Rafiqil A’la..."
(Ya Allah, pertemukan aku dengan Kekasih Tertinggi.)
Aisyah memahami bahwa Rasulullah ﷺ sedang memilih untuk kembali kepada Allah.
Wafatnya Rasulullah ﷺ
Pada Senin pagi, 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah, cahaya mentari menyinari kamar kecil tempat Rasulullah ﷺ terbaring. Saat itu, kepala beliau berada di pangkuan Aisyah. Beliau membuka mata dan tersenyum lembut.
Lalu, dengan suara lirih, beliau berbisik:
"Ash-shalah, ash-shalah, wa ma malakat aimanukum..."
(Jagalah shalat, dan perhatikan hak-hak hamba sahaya.)
Kemudian, dengan napas terakhirnya, Rasulullah ﷺ kembali mengucapkan:
"Allahumma fir-Rafiqil A’la..."
Dan seketika, ruh beliau kembali kepada Sang Pencipta.
Kesedihan yang Mendalam
Seluruh Madinah terguncang. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang mendengar kabar itu segera berlari ke masjid dan berkata dengan lantang:
"Siapa yang mengatakan Muhammad telah wafat, aku akan tebas lehernya! Rasulullah hanya pergi seperti Musa yang naik ke gunung dan akan kembali kepada kita!"
Namun, Abu Bakar As-Siddiq yang baru saja tiba, memasuki kamar Rasulullah ﷺ. Dengan penuh kasih, ia membuka kain yang menutupi wajah beliau, mencium keningnya, dan berkata:
"Wahai Rasulullah, engkau telah merasakan kematian yang Allah tetapkan untukmu. Kini, tidak ada lagi kematian setelah ini."
Abu Bakar lalu keluar dan berkata kepada para sahabat yang masih terguncang:
"Wahai manusia! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah wafat. Tetapi barang siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati!"
Lalu, ia membacakan firman Allah:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul; sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka dia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imran: 144)
Setelah mendengar ayat itu, Umar bin Khattab pun tersungkur. Ia sadar, Rasulullah ﷺ benar-benar telah pergi.
Pemakaman Rasulullah ﷺ
Jenazah Rasulullah ﷺ dimandikan oleh Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, serta beberapa sahabat lainnya. Mereka melakukan semuanya dengan hati penuh cinta dan kesedihan yang mendalam.
Sesuai wasiat Rasulullah ﷺ, beliau dimakamkan di kamar Aisyah, tempat di mana beliau menghembuskan napas terakhirnya.
Pada malam harinya, umat Islam berkumpul untuk menyalatkan beliau. Tidak ada imam dalam shalat itu—semua orang datang bergantian, dengan hati yang penuh cinta dan air mata yang terus mengalir.
Warisan Rasulullah ﷺ
Kepergian Rasulullah ﷺ meninggalkan duka yang mendalam bagi umat Islam. Namun, beliau telah meninggalkan warisan yang lebih berharga dari dunia dan seisinya:
1. Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup.
2. Sunnah dan teladan dalam setiap aspek kehidupan.
3. Umat Islam yang kuat, yang akan terus menyebarkan cahaya Islam ke seluruh dunia.
Meskipun Rasulullah ﷺ telah tiada, ajarannya tetap hidup. Islam terus berkembang, dan janji Allah bahwa agama ini akan tetap tegak hingga akhir zaman menjadi kenyataan.
Wafatnya Rasulullah ﷺ bukan akhir dari perjalanan, tetapi awal dari tanggung jawab besar bagi umat Islam: menjaga agama ini dan meneruskan risalah yang telah beliau tinggalkan.
Rasulullah ﷺ telah pergi, namun cahaya Islam tetap bersinar.