Bab 33: Haji Wada’ – Perpisahan Sang Nabi
Pada tahun ke-10 Hijriyah, Rasulullah ﷺ menerima wahyu untuk melaksanakan haji. Kabar itu segera tersebar ke seluruh jazirah Arab, dan puluhan ribu kaum Muslimin berbondong-bondong datang ke Madinah untuk bergabung dalam perjalanan suci ini. Haji ini dikenal sebagai Haji Wada’—haji perpisahan, karena setelahnya, Rasulullah ﷺ tidak pernah lagi melaksanakan haji sebelum wafatnya.
Perjalanan Menuju Makkah
Di bulan Dzulqa’dah, Rasulullah ﷺ mengumumkan rencana hajinya. Bersama sekitar 100.000 kaum Muslimin, beliau meninggalkan Madinah pada akhir bulan itu. Dalam perjalanan, Rasulullah ﷺ mengajarkan tata cara haji yang benar, karena bagi banyak orang, ini adalah pertama kalinya mereka menunaikan rukun Islam yang kelima.
Ketika mendekati Makkah, Rasulullah ﷺ mengenakan ihram di Dzulhulaifah dan mengucapkan talbiyah dengan penuh kekhusyukan:
"Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbaik. Innal hamda, wanni’mata laka wal mulk, laa syarika lak."
Suara talbiyah menggema di seluruh padang pasir, diikuti oleh ribuan jamaah yang mengiringinya.
Di Tanah Suci
Setibanya di Makkah, Rasulullah ﷺ memasuki Masjidil Haram dan melaksanakan thawaf di sekitar Ka’bah. Beliau mencium Hajar Aswad, berlari-lari kecil di antara Shafa dan Marwah, serta melaksanakan semua rukun haji dengan penuh keteladanan.
Puncak dari perjalanan ini adalah di Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Di sana, Rasulullah ﷺ berdiri di bawah terik matahari, di atas unta Al-Qashwa, dan menyampaikan khutbah yang akan dikenang sepanjang sejarah.
Khutbah Perpisahan di Arafah
Dengan suara yang lantang dan penuh kasih sayang, Rasulullah ﷺ berkata:
"Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku, karena aku tidak tahu apakah setelah tahun ini aku masih akan bertemu dengan kalian di tempat ini."
Para sahabat tersentak. Ada sesuatu dalam suara beliau yang membuat hati mereka bergetar. Rasulullah ﷺ melanjutkan:
"Wahai manusia, sesungguhnya darah dan harta kalian adalah suci, sebagaimana sucinya hari ini, bulan ini, dan kota ini. Janganlah kalian saling menzalimi."
"Setan telah berputus asa untuk disembah di tanah Arab ini, tetapi ia masih mengharapkan kalian akan menaatinya dalam dosa-dosa kecil. Maka berhati-hatilah terhadapnya."
"Wahai manusia, sesungguhnya kaum wanita memiliki hak atas kalian, dan kalian memiliki hak atas mereka. Perlakukanlah mereka dengan baik dan takutlah kepada Allah dalam urusan mereka."
Lalu, dengan mata berkaca-kaca, Rasulullah ﷺ berkata:
"Hari ini telah aku sampaikan risalah ini kepada kalian. Ya Allah, saksikanlah."
Dari kerumunan, para sahabat menangis. Mereka sadar bahwa Rasulullah ﷺ sedang berpamitan.
Tak lama setelah khutbah itu, turunlah wahyu yang membuat hati umat Islam semakin berat:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Kucukupkan nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Kuridai Islam sebagai agama kalian." (QS. Al-Ma'idah: 3)
Ketika Abu Bakar As-Siddiq mendengar ayat ini, ia menangis. Ia menyadari bahwa jika agama telah sempurna, maka tugas Rasulullah ﷺ di dunia hampir selesai.
Kembali ke Madinah
Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji, Rasulullah ﷺ kembali ke Madinah. Di sepanjang perjalanan, umat Islam masih merasakan kehangatan kebersamaan dengan Nabi mereka. Namun, hanya beberapa bulan setelah itu, Rasulullah ﷺ jatuh sakit dan akhirnya wafat pada 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah.
Haji Wada’ menjadi kenangan terakhir bagi umat Islam tentang perjalanan suci bersama Nabi mereka. Itu bukan sekadar haji, tetapi sebuah perpisahan yang penuh makna. Rasulullah ﷺ telah menyempurnakan misinya, dan kini Islam telah berdiri tegak, siap untuk menerangi dunia hingga akhir zaman.