Pada suatu hari Ziyad sedang pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid
Bersyukur ketika ziyad masih bisa melaksanakan shalat tarawih dan menjalani ibadah puasa di bulan ramadhan
Karena ada teman dekatnya jadi ia mengobrol
"Eh- kamu tau gak?! Yang kata tadi itu" -Ucap umm Hamim
"Apa?!" -Kata ziyad
"Tadi katanya ada makanan gratis, tapi kok gak dibagi ya kita?!" -Ucapan umm Hamim
"Gak tau juga deh, mungkin Mts gak dibagi makanan gratis" -Ucap ziyad
"Iya kali" -Jawab umm Hamim
"Takut di wawancara ih gak mau viral deh" -Ucap ziyad
"Lah iya ya, entar dijadikan meme lagi" -Kata umm Hamim
Tiba tiba usah mulai shalat tarawih aja
"Eh Ayuk eh!! Buruan!!" -Ucap ziyad
"Cepet banget!!" -Jawab umm Hamim
Ziyad akhirnya pulang dari shalat tarawih ia akhirnya tertidur dan bermimpi tentang rosul berkali kali
"umatku umatku" -Nabi Muhamad telah memanggil ziyad dengan berkata "Umatku"
Ziyad terkejut selama akhirnya ia memeluk nabi Muhamad akhirnya ia terbangun dari tidur padahal barusan di lantai
Akhirnya ziyad penasaran apa yang telah terjadi akhirnya ia kembali berbaring ke tempat tidur
"Baiklah apa yang telah terjadi kepadaku?! Apakah saya mengalami sleep parallel atau gimana?!" -Ucap ziyad
Ziyad bertanya tanya tentang dirinya "Siapa orang itu?! Apakah itu palsu?" pada akhirnya ziyad melaksanakan hal yang harus dilakukan kepada ini
Ziyad adalah beliau yang Soleh dan Solehah ia suka membantu ibu, cerdas, dan dia kuat iman juga.
Ziyad adalah anak yang kuat dan baik hati bahkan suka menolong
Salah satu Pancasila yang ada di dalam dirinya adalah sila ke 4 (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan)
Ia adalah yang adil dan mengetahui mana yang salah mana yang benar mungkin ini adalah sesuatu pribadi yang menarik di dalam ziyad
Saat berjalan jalan Ziyad menemukan ada surat yang berisi tentang itu, bahkan ia tidak tahu siapa yang membuat kertas ini dan ia langsung membuangnya
"Gak jelas banget sih suratnya, buang ah!!" -Jawab ziyad di dalam hari lalu membuangnya
Akhirnya ziyad memutuskan untuk ke Indomaret cuman beli makanan doang
Pada saat itu
Saat Ziyad keluar dari Indomaret, langit malam masih terang oleh cahaya bulan. Jalanan cukup lengang, hanya beberapa orang yang masih berkeliaran, mungkin baru pulang dari masjid atau sekadar menikmati udara malam Ramadan. Ia membawa sekantong kecil roti dan susu yang baru saja dibelinya.
Namun, pikirannya masih dipenuhi dengan mimpi aneh tadi. Suara Nabi Muhammad ﷺ yang memanggilnya dengan penuh kasih, "Umatku, umatku."
"Kenapa aku terus bermimpi seperti ini? Apa maksudnya?" Ziyad bergumam dalam hati.
Saat melangkah pulang, ia melewati sebuah gang kecil yang sepi. Di sudut, ia melihat seorang pria tua yang duduk bersandar di tembok, wajahnya terlihat letih dan tubuhnya kurus. Pakaiannya lusuh, dan matanya menatap kosong ke depan.
Tanpa berpikir panjang, Ziyad berhenti.
"Assalamu'alaikum, Pak," sapa Ziyad.
Pria tua itu menoleh perlahan, lalu tersenyum lemah. "Wa'alaikumussalam, Nak."
Ziyad melihat bahwa pria itu tidak membawa apa-apa, tidak ada makanan, tidak ada minuman. Entah kenapa, ia merasa hatinya tergerak.
Pak tua itu mengangguk, lalu berkata, "Aku hanya seorang musafir yang kehabisan bekal. Aku datang ke kota ini untuk mencari seseorang, tapi belum menemukannya. Sudah beberapa hari aku hanya berharap ada yang berbaik hati memberiku sedikit makanan."
Ziyad menatap roti dan susu di tangannya. Sejenak ia ragu, tetapi tiba-tiba, suara dalam hatinya berbisik:
"Bukankah ini kesempatanmu? Bukankah Ramadan adalah bulan berbagi?"
Tanpa berpikir panjang, Ziyad menyodorkan makanannya. "Ini untuk Bapak, silakan dimakan."
Pria itu terkejut. "Nak, kau tidak perlu memberikannya kepadaku. Kau pasti membelinya untuk dirimu sendiri."
Ziyad tersenyum. "Tidak apa-apa, Pak. Saya masih bisa beli lagi. Bapak butuh ini lebih dari saya."
Pria itu menerima dengan tangan gemetar, lalu menatap Ziyad dengan mata berkaca-kaca. "Semoga Allah membalas kebaikanmu, Nak."
Setelah berpamitan, Ziyad melanjutkan langkahnya dengan perasaan aneh. Hatinya terasa hangat, seolah ada sesuatu yang baru saja ia pelajari tanpa disadari.
Saat sampai di rumah, ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian malam ini—mimpi tentang Nabi, pertemuan dengan pria tua itu, dan suara hatinya yang seolah menuntunnya untuk melakukan kebaikan.
"Apakah ini sebuah kebetulan? Atau... mungkinkah ini bagian dari petunjuk yang harus aku pahami?"
Malam semakin larut, dan di bawah sinar bulan Ramadan, Ziyad perlahan mulai menyadari bahwa hidupnya mungkin akan berubah. Ada sesuatu yang lebih besar menantinya, dan ia harus siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.