Loading...
Logo TinLit
Read Story - love is poem
MENU
About Us  

Artala launa, ini puisi ke-3 ku.

Puisi untukmu.

Bisakah aku memanggilmu nona?

Aku ingin menyapamu dengan sebutan itu

Atau bisakah aku menyebutmu

Sebagai mahluk paling indah.

Hari ini aku pagi pagi sekali mengirim surat ke Arta, karena aku mau sekalian membeli benang jahit, dan beberapa bekal yang kurang.

Bunda sudah berpesan padaku supaya tidak lupa, aku rasa bundalah yang lupa jika dia adalah manusia yang paling aku prioritaskan.

Aku sejujurnya tidak tahu kapan Artala mengambil surat surat puisiku itu, namun sampai sekarang ia tidak ada memberi tanggapan pada puisiku, aku rasa puisiku jelek makanya Arta mengabaikannya.

Namun, puisiku yang aku kirim itu baik dibaca ataupun tidak yang jelas puisiku itu tertuju pada Arta karena ia telah mendapatkan tujuan pengirimannya.

Dan kemana ia harus singgah.

Oh ya sejak aku bertemu dengan Arta aku meminta nomornya namun sampai sekarang aku belum menghubunginya bahkan aku tidak pernah sama sekali mencetnya ataupun meneleponnya.

"Sebenarnya dunia ini punya rahasia yang engga kita ketahui baik masalah pertemuan, atau pun perpisahan, aku harap kita bertemu lalu untuk selamanya."

"Dalam dunia ini juga hanya ada dua waktu. Waktu tercepat mengenalnya, dan waktu terlama untuk melupakannya."

***

"Namun sebenarnya siapa di sini yang harus di cintai apakah orangnya atau puisinya, aku tidak tahu Bagaskara yang mana yang membuat puisi ini, sudah tiga surat dana ku belum membalasnya satu pun, mungkin ia mengira aku sombong, atau akankah ia bener benar akan lelah dan menyerah," kita tak pernah tahu titik jenuh manusia itu sampai mana.

"Aih," aku membalikkan badan dan melanjut rebahan hingga keadaanku tertidur pulas.

"Manusia itu beragam bentuknya ya Haikal," ujarku mengunyah makanan.

"Kenapa lagi? Galau, atau sad?" jika sudah mendengar nada bicara yang seperti ini aku sudah tau bagaimana perasaan Bagas.

"Aku cuma ngungkapin, di dunia ini manusia beragam bentuk tapi yang paling indah Artala," ujarku.

"Aelah dia mulu, rugi bangat kamu melewatkan waktu hanya untuk Artala padahal banyak orang yang suka kamu Bagas."

"Tapi aku engga suka mereka aku gak tertarik pada siapa pun kecuali pada Artala."

"Andai Artala udah punya seseorang yang disebut pacar"

"Aku mencintai, dan mengagumi nya jika demikian tidak apa apa, semoga saja dugaan itu tidak benar."

"Oh ia, sudah taukan yang aku bilang orang kampung yang sering sama Cecep namanya Jaini, kamu gak mau nyoba sama dia?" tanyaku. Rasaku juga jika Bagas menunggu Artala akan memakan waktu lama kasihan dia belum tentu juga jadi pemenang, sedangkan ku sekampus dengan Arta, ibaratnya Arta idola kampus ini.

"Engga, masalah cintanjangan coba cobadeh. Aku gak mau kenal siapa pun itu apalagi yang kamu bilang, aku cuma mau ngenal Artala saja sudah cukup."

"Tapi ..."

"Engga ada tapi tapian buat jatuh cinta."

"Udahlah makanlah ayok, kamu juga harus balik ke kampung kan, akhir akhir ini sering bangat ke kota."

"Karena orangnya ada di kota ini, lagi pula cuma 30 menit kok dari kampung ke mari."

"Ia emangsih, tapikan capek harus bulak balik gitu."

"Engga kok."

Tidak ada yang namanya capek untuk Artala.

Semuanya menyenangkan jika itu tentang, dan untuk Artala.

Hal paling membahagian adalah Artala sendiri, lantas apa yang membuat capek.

"Rasanya aku sudah lama sekali tidak muncak, bisanya tengah malam begini saat aku muncak aku pasti istirahat di posko," entah mengapa bawaannya akhir akhir ini pengen sekali muncak karena muncak itu punya khas kebahagian sendiri apalagi muncak dengan Artala akan semangkin bahagia.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags