Loading...
Logo TinLit
Read Story - love is poem
MENU
About Us  

"Da da da, Artala," Gena melambaikan tangannya berpamitan pulang, ia sahabat terbaikku mulai dari semester1 sampai sekarang semester4 . Terkadang aku dan dia sering antar antaran. Hari ini jadwal Gena menjemputku, dan mengantarkanku, dan besok jadwalku menjemputnya, dan mengantarkannya pulang.

sebelum masuk ke rumah aku mempunyai kebiasaan yaitu mencek kotak pos rumah walau pun jarang ada yang mengisi surat, namun setiap sore aku akan menceknya barang kali ada yang mengirim surat.

"Eh ada isinya," ucapku, aku mengikat rambutku yang terurai karena terhembus angin jadi membuatku risih menusuk mata.

 ketepatan pada saat itu aku mendapatkan surat di dalamnya, aku mengambil surat tersebut, masih tersegel oleh amplop, namun di amplop tidak ada tertera nama pengirim aku mencoba membalikkan amplop kali saja ia menuliskan di belakang tetap saja tidak ada karena ini bukan surat formal jadi mungkin ia menuliskan nama pengirimnya di dalam surat.

aku pun masuk ke rumah, lalu masuk ke kamar, sambil rebahan aku membuka segel amplop itu dengan hati hati takut nanti merusak lipatannya. Di dalam amplop itu sebuah kertas tipis berwarna kuning kecoklatan terlipat rapi.

"Waw," surat dari siapa ya, aku membuka lipatan itu kemudian terpapar isinya sebuah puisi, aku membaca puisi tersebut, puisinya bagus bahkan gaya penulisan, dan diksinya tersusun.

"Puisinya bagus bangat," ungkapku, suaraku berbisik pelan seakan takut mengusik keindahan kata kata yang tertulis di kertas yang baru ku terima.

mataku masih tertuju pada kertas tipis itu, aku membaca ulang puisi tersebut meski pun 4 baris rasanya memang sangat pendek.

"Pengarangnya Bagaskara," ada banyak nama Bagaskara di dunia ini yang mana sqatu ya orangnya, aku menyimpan surat tersebut ke dalam kotak.

ini seperti puisi dari anonim.

***

"Loh, Artala kamu kenapa di luar?" aku duduk menghampiri Artala yang berada di bangku dekat taman.

Harusnya ini masih jam pelajaran, kalau dosen mereka tidak datang pasti satu kelas keluar namun ini hanya Artala sendiri.

"Aku tadi telat kak," sahutku.

"Terus mana Gena?" biasanya mereka ini engga terpisahkan di mana Artala pasti ada Gena, dan di mana Ada Gena di situ ada Artala. Maklumlah mereka sepaket dari dulu, mataku mencari ke sekitar kami namun hanya ada Artala sendiri.

"Seperti yang kakak lihat, tidak ada Gena, perutnya sakit kebanyaan makan seblaksih terus di rawat di rumah sakit, jadi ponselnya disita demi ketenangan Gena."

"Kirain kalian berantam."

"Engga kok, kakak sendiri kenapa keluar kak Haikal?"

"Izin bentar bosan di dalam kelas."

"Apa aku pancing aja ya Artala mengenai surat Bagas," dalam hatiku.

"Eh Artala gimana ya, kamu pernah ga dapat surat misterius gitu kyak pengirim ga diketahui terus dia ga nyantumkan alamat, dan lainnya cuma langsung ke isi, pernah ga?" aku mencoba memancing Artala untuk mengungkapkan perasaannya atau melihat reaksi terhadap pertanyaanku barusan, jika ia merespon itu artinya Artala membaca surat itu, namun jika Artala tak membacanya Artala tak akan merespon atau tak akan maksud dan pastinya berkata belum pernah.

"Yaampun kak kebetuln bangat, semalam sore sewaktu pulang kuliah, jadi aku itu punya kebiasaan buat ngecek kotak pos kami kak eh tau taunya ada surat dalamnya, pas aku baca isinya puisi kak, karangan Bagaskara, terus mana puisinya bagus lagi, kakak tau gak di akun ke dua ku aku nge storyin puisi itu, nih aku ada fotonya," aku mengeluarkan ponselku lalu menunjukkannya ke kak Haikal.

"Anjir cepat bangat kepancing ni anak buat mengungkapkan," dalam hatiku sebenarnya sambil mendengar Artala bercerita.

"Ternyata Artala benaran membaca surat Bagas kalau gitu aku harus melaporkan ke Bagas," batinku.

"Terus reaksi kamu gimana dapat surat dari anonim gitu?"

"Sebenarnya aku itu bingungkan awalnya, tapi aku senang bangat kak, kek aku itu ternyata ada yang mensyairkan kakak tau sendirikan kalau aku itu biasanya bersyair, tapi saat seseorang memberiku puisi baik cwek, atau cwok aku benar benar merasa seperti di cintai," ungkapku to the point.

"Haikal ..."

Suara teriakan terdegar dari depan pintu mengarah ke taman, obrolan ku dengan Artala belum juga selesai aku sudah di panggil buat masuk.

"Aelah ganggu bangat, kakak masuk dulu ya."

"Ia kak."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags