4. Kejutan tidak terduga
Selalu ada cara dunia untuk mempertemukan manusia.
~Bagaskara.
"Wacanaku tadi malam sudah ku susun, saatnya pagi ini merealisasikannya, agar tidak terdapat hutang pada diri sendiri."
"Bunda, bagas mau ke kota bentar bunda mau nitip sesuatu tidak?"
"Bunda boleh minta tolong beliin benang ga, soalnya benang jahit bunda sudah mau habis, oh ia sekalian bunda minta tolong ngantarkan baju ini ke alamat yang ada di dalam pelastik ya."
"Baik bundaku sayang," semua hal yang mau aku lakukan harus bilang ke bunda, semua bunda harus tau karena bunda selain seorang bidadari ia juga harus sebagai seseorang yang mengatur hidupku selagi aku belum menikah apa pun bunda berhak larang.
"Bunda aku pulang agak sedikit siangan boleh ga? mau mampir ke toko buku juga bun, terus aku juga mau ke perpus bentar."
"Boleh, tapi jangan lupa ya antarkan jahitan itu dulu, dan ingat jangan ngelakuin hal hal aneh di luar, buda percaya kamu."
senang rasanya di berikan ke bebasan apalagi tidak ada yang harus di tutupin, dan tanpa menipu buat melakukan suatu hal. aku selalu jujur pada bunda untuk melakukan ini itu masalahnya jika bunda mengizinkan untuk ku lakukan maka bersyukur, jika tidak diizinkan juga tidak apa apa.
"Pernah dengar wanita itu mulia, bunda adalah wanita jadi ia mulia barang kali jika aku melakukan hal yang tidak bunda izinkan semesta akan marah karena aku membangkang."
***
Pertama aku sudah selesai mengantarkan baju itu, setelah itu aku ingin ke toko buku dulu, aku ingin kembali membuat puisi jadi aku harus membeli beberapa kertas.
"Eh lupa, aku belum terlalu paham mengenai belanja di toko buku, tapi aku rasa Haikal paham deh," akhirnya aku mengelepon Haikal.
"Halo, HAikal," ujarku.
"Eh, tumben bangat gas nelepon ada apa?"
"Sibuk ga kal?"
"Enggasih tapi bentar lagi mau masuk jam kuliahni, ada apa?"
"Aku di kota, nanti kamu pulang kuliah bisa nemanin aku ga ke toko buku?" tanyaku, mana tahu Haikal sedang sibuk di serang tugas kuliahnya.
"Bisa kok, bisa tapi aku keluar jam jam 2an loh gak papa?" tanyaku takut kalau Bagas menunggu terlalu lama.
"gak papa, aku tunggu kamu, aku mau ke perpus dulunih."
"Oke, udah dulu ya dosen aku udah masuk," aku langsung mematikan teleponku dengan Bagas.
Jam 14.03, aku dan Haikal pun sampai ke toko buku.
"Mau beli apa aku mau beli kertas."
"Kertas apa?"
"Ih banyak nanyak, lihat saja nanti Haikal," aku mencari kertas kertas kuning vintage.
"Aih, emangnya buat apasih sampai seberusaha ini nyari kertasnya, sepenting itu ya dari kampung ke kota ini juga jauh loh," aku bingung dengan Bagas matanya masih serius mencari kertas yang ingin di belinya.
"Diam dulu, justru ini penting bangat untuk puisi pada seseorang wanita tercantik setelah bunda."
"Kamu jatuh cinta?"
"Engga aku masih mencintai puisi, jadi engga usah nanya apa pun bantuin nyari kertas vintage itu ya," sahutku masih membolak balik di bagian buku.
"Eang ada yang jual di sini?"
"Ga tau kita belum nyariin semua di seluruh lorong."
"Aku rasa di sanadeh," ungkapku yang berjalan di belakang Bagas.
Bagas melangkah cepat ke lorong yang ku tunjuk namun langkahnya sesaat terhenti, ia juga ku lihat mundur ke belakang perlahan.
"Jumpa kertasnya?"
"Lebih dari jumpa, aku ketemu wanita cantik itu yang aku bilang ke kamu," aku menarik tangan Haikal buat bersembunyi di antara rak buku, sambil menunjukkannya dengan cara mengintip.
"Itu dia orang yang aku suka," ungkapku.
"Loh Artala, kamu suka dia?"
"Kamu kenal?"
"Kenallah adik kelasku," aku keluar dari persembunyianku.
"Artala," sapaku menutupi Bagas yang masih berdiri dibelakangku dengan posisi bersembunyi.
"Eh kak haikal," Artala menghampiri kami.
"Loh kak, tumben kemari," biasanya juga kak Haikal malas buat ke toko buku.
"Nih nemanin dia," aku menarik Bagas.
"Eh kamu," aku benar benar bahagia bertemu laki laki itu lagi.
"Halo," melambaikan tanganku ke perempuan yang sangat cantik tersebut.
"Kebetulan yang tidak pernah di rencanakan ya," ujarku.