Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

Dami tidak langsung pulang ke rumah setelah berbicara dengan Seungjae. Tubuhnya merasa lelah, namun pikirannya tidak tenang. Kata-kata Seungjae terus terngiang-ngiang dalam pikirannya, seperti mimpi buruk yang tidak bisa ia abaikan. Jian sudah meninggal? Itu terdengar mustahil, tidak mungkin. Mereka baru saja bertemu beberapa hari yang lalu, bahkan Jian masih sering meneleponnya. Dengan hati yang kacau, Dami memutuskan untuk berjalan ke taman dekat rumah, sebuah tempat yang sering ia kunjungi ketika butuh waktu sendiri.

Angin siang di taman itu menyapu wajahnya lembut, namun seolah tidak bisa menenangkan kegundahan yang memenuhi hatinya. Dami duduk di bangku kayu yang menghadap perosotan anak-anak, tempat di mana ia dan Jian sering mengobrol berdua. Tangannya gemetar saat ia mengeluarkan ponselnya. Di tengah suasana yang sepi, air mata mulai jatuh perlahan dari sudut matanya.

Dia mulai menggulir layar ponselnya dengan jari-jarinya yang gemetar, mencari-cari pesan dari Jian yang selama ini ia yakini masih ada. Pesan-pesan yang pernah mereka tukar, obrolan tentang hal-hal kecil, curahan hati—semua itu sekarang tampak kabur. Jarinya terus menggulir layar ke atas, berusaha menemukan satu bukti bahwa Jian masih ada, bahwa percakapan mereka nyata. Tapi yang ditemukannya hanyalah pesan-pesan yang ia kirim tanpa balasan.

Dami berhenti sejenak, menatap layar kosong di ponselnya. Tidak ada pesan dari Jian. Tidak ada bukti bahwa Jian pernah menghubunginya lagi setelah tahun lalu. Matanya terasa berat dan sesak napas mulai merayapi dadanya. Ia memutuskan untuk mencoba menelepon Jian, meski keraguan mulai tumbuh di benaknya. Mungkin Seungjae salah. Mungkin Sangho juga keliru. Jian masih ada, dia hanya tidak membalas pesannya. Pasti begitu.

Dengan penuh harapan yang tersisa, ia menekan tombol panggil. Nada sambung terdengar di telinganya, tetapi semakin lama, suara itu terdengar seperti pukulan yang berulang-ulang di dadanya. Kemudian, suara mesin penjawab masuk, "Nomor yang Anda tuju tidak dapat menerima panggilan."

Tangisannya yang semula pelan berubah menjadi deras. Suara-suara dari telepon itu seolah menghancurkan segala harapan yang ia genggam dengan erat. Dami mengusap air matanya dengan kasar, mencoba menahan gejolak perasaan yang menghantam dirinya. Tapi usahanya sia-sia. Setiap kali ia menepis air mata, yang baru terus mengalir.

"Aku tidak mungkin salah, aku tidak mungkin salah," bisiknya pada dirinya sendiri, meskipun di dalam hati, ia mulai meragukan semuanya. Keputusasaan memenuhi dadanya. "Aku baru saja bertemu Jian..."

Satu cara terakhir muncul di benaknya. Dami tahu hanya ada satu cara untuk benar-benar memastikan kebenaran yang begitu sulit ia terima. Dia harus pergi ke rumah Jian.

***

Setelah beberapa saat mencoba menenangkan diri, Dami memutuskan untuk bertindak. Ia harus menemui Jian, langsung di rumahnya. Jika Jian benar-benar sudah tidak ada, pasti keluarganya bisa menjelaskan. Ia merasa ini satu-satunya cara untuk memastikan kebenaran, meskipun hatinya menolak untuk menerima kemungkinan terburuk.

Langkah Dami menuju rumah Jian terasa berat, setiap langkah seolah membawa beban yang tak tertahankan. Rumah Jian berada tidak terlalu jauh dari taman, dan mereka sudah sering ke sana bersama. Biasanya, saat ia berjalan menuju rumah itu, ia dipenuhi dengan antusiasme karena akan bertemu sahabat terbaiknya. Tapi kali ini, ada kegelisahan yang menekan. Hatinya berdegup kencang, penuh ketakutan.

Begitu sampai di depan pintu rumah Jian, ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sebelum mengetuk pintu. Tangannya sedikit gemetar saat ia mengetuk. Pintu terbuka, dan di baliknya berdiri ibu Jian, wajahnya sedikit terkejut melihat kedatangan Dami.

"Dami?" tanya ibu Jian dengan nada lembut, namun sedikit bingung. "Ada apa, sayang?"

Dami memaksakan senyum kecil, meskipun hatinya bergemuruh. "Eomeonim... aku mau ketemu Jian. Dia ada di rumah, kan?"

Wajah ibu Jian perlahan berubah. Ekspresinya mulai menunjukkan rasa khawatir dan kaget. Matanya melembut, seolah ingin memberikan kabar buruk, tapi Dami belum siap mendengarnya.

"Eomeonim... Jian di mana?" Dami merasa seolah ada lubang di dadanya yang semakin dalam saat ibu Jian terdiam sesaat, sebelum akhirnya perlahan-lahan menarik Dami ke dalam rumah.

"Kau masuk dulu, Dami-ya," kata ibu Jian pelan, suaranya bergetar sedikit. Ia menggenggam tangan Dami dengan lembut, membawanya ke ruang tamu. Dami menatap sekeliling, mencari tanda-tanda kehadiran Jian, tapi tidak menemukannya. Perasaan cemas semakin melanda dirinya.

"Eomeonim, Jian di mana? Aku benar-benar butuh ketemu dia," tanya Dami, suaranya mulai panik. "Aku baru saja bertemu dia kemarin kok."

Ibu Jian tampak lebih terkejut mendengar kata-kata itu. Ia duduk di sebelah Dami, menggenggam tangannya erat. "Dami-ya, Jian... Jian sudah tidak ada. Dia sudah meninggal, sayang. Satu tahun yang lalu."

Kata-kata itu menghantam Dami seperti gelombang besar yang menghanyutkan seluruh kekuatannya. Ia terdiam, tidak mampu berkata apa-apa. Air matanya mulai menetes perlahan, sebelum akhirnya pecah menjadi isak tangis yang tak tertahankan. Pada saat itu, kenyataan yang selama ini ia tolak benar-benar menamparnya.

Dami menggigit bibirnya, berusaha menahan tangisan, namun gagal. Air mata semakin deras mengalir di pipinya. "Tapi... aku masih sering bertemu dengannya. Aku masih bicara dengannya... Jian tidak mungkin sudah tidak ada..."

Suara tangisnya yang pilu menggema di ruangan itu, menusuk hati siapa pun yang mendengarnya. Ibu Jian menatap Dami dengan kesedihan yang mendalam, air matanya sendiri mulai mengalir. Ia memahami betapa besar rasa sakit yang sedang dirasakan gadis muda di hadapannya. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia merengkuh Dami dalam pelukannya.

Dami menangis semakin keras, mencurahkan segala kesedihan, kebingungan, dan rasa kehilangan yang selama ini ia pendam. Satu tahun telah berlalu, tapi rasanya seperti baru kemarin Jian ada di sampingnya, tertawa dan berbagi cerita. Sekarang, kenyataan itu begitu jelas—Jian benar-benar sudah pergi, dan tidak akan pernah kembali.

Ibu Jian hanya bisa memeluk Dami erat, membiarkan gadis itu menangis sepuasnya. Ia tahu tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit yang dirasakan Dami. Tangis Dami seakan mewakili kesedihan yang juga ia rasakan setiap hari sejak kepergian Jian. Tidak ada hari yang mudah tanpa kehadiran putrinya, dan melihat Dami menangis seperti ini membuat luka itu terbuka lagi.

Dalam pelukan itu, Dami merasakan campuran emosi yang tak terhingga—kesedihan, kehilangan, rasa tidak percaya, dan kemarahan pada dirinya sendiri karena tidak bisa menerima kenyataan lebih cepat. Tubuhnya terasa lelah, seolah-olah dunia telah merampas segala sesuatu yang penting baginya.

Setelah beberapa lama, isak tangis Dami mulai mereda. Namun, rasa sakit itu masih tetap ada, tertanam dalam di hatinya. Ibu Jian membelai rambut Dami dengan lembut, suaranya bergetar saat berbicara, "Aku tahu ini sangat sulit, Dami-ya. Tapi Jian ingin kau bahagia, bukan seperti ini. Dia mungkin sudah pergi, tapi dia akan selalu ada di hati kita."

Dami hanya bisa mengangguk pelan, meskipun rasa sakit itu masih terlalu besar untuk diatasi. Kenyataan bahwa Jian sudah tidak ada mulai meresap, namun butuh waktu bagi Dami untuk benar-benar menerimanya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Broken Promises
918      605     5     
Short Story
Janji-janji yang terus diingkari Adam membuat Ava kecewa. Tapi ada satu janji Adam yang tak akan pernah ia ingkari; meninggalkan Ava. Namun saat takdir berkata lain, mampukah ia tetap berpegang pada janjinya?
Lost Daddy
4774      1045     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...
Dosa Pelangi
616      360     1     
Short Story
"Kita bisa menjadi pelangi di jalan-jalan sempit dan terpencil. Tetapi rumah, sekolah, kantor, dan tempat ibadah hanya mengerti dua warna dan kita telah ditakdirkan untuk menjadi salah satunya."
The Snow That Slowly Melts
492      378     6     
Romance
Musim salju selalu membuat Minhyuk melarikan diri ke negara tropis. Ingatan-ingatan buruk di musim salju 5 tahun yang lalu, membuatnya tidak nyaman di musim salju. Sudah 5 tahun berlalu, Minhyuk selalu sendirian pergi ke negara tropis sambil menunggu musim salju di Korea selesai. Setidaknya itu yang selalu ia lakukan, sampai tahun ini secara kebetulan dia mengenal seorang dokter fellow yang b...
Everest
1796      748     2     
Romance
Yang kutahu tentangmu; keceriaan penyembuh luka. Yang kaupikirkan tentangku; kepedihan tanpa jeda. Aku pernah memintamu untuk tetap disisiku, dan kamu mengabulkannya. Kamu pernah mengatakan bahwa aku harus menjaga hatiku untukmu, namun aku mengingkarinya. Kamu selalu mengatakan "iya" saat aku memohon padamu. Lalu, apa kamu akan mengatakannya juga saat aku memintamu untuk ...
Bayang Janji
541      380     2     
Short Story
Mawar putih saksi sebuah janji cinta suci
Once Upon A Time: Peach
1036      613     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...
Tasbih Cinta dari Anatolia
41      41     1     
Romance
Di antara doa dan takdir, ada perjalanan hati yang tak terduga… Ayra Safiyyah, seorang akademisi muda dari Indonesia, datang ke Turki bukan hanya untuk penelitian, tetapi juga untuk menemukan jawaban atas kegelisahan hatinya. Di Kayseri, ia bertemu dengan Mustafa Ghaziy, seorang pengrajin tasbih yang menjalani hidup dengan kesederhanaan dan ketulusan. Di balik butiran tasbih yang diukirny...
CEO VS DOKTER
244      203     0     
Romance
ketika sebuah pertemuan yang tidak diinginkan terjadi dan terus terulang hingga membuat pertemuan itu di rindukan. dua manusia dengan jenis dan profesi yang berbeda di satukan oleh sebuah pertemuan. akan kah pertemuan itu membawa sebuah kisah indah untuk mereka berdua ?
North Elf
2013      920     1     
Fantasy
Elvain, dunia para elf yang dibagi menjadi 4 kerajaan besar sesuai arah mata angin, Utara, Selatan, Barat, dan Timur . Aquilla Heniel adalah Putri Kedua Kerajaan Utara yang diasingkan selama 177 tahun. Setelah ia keluar dari pengasingan, ia menjadi buronan oleh keluarganya, dan membuatnya pergi di dunia manusia. Di sana, ia mengetahui bahwa elf sedang diburu. Apa yang akan terjadi? @avrillyx...