Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

Seungjae sudah seharian mengurung diri di ruang kerjanya. Dami yang duduk di ruang tamu mulai merasa khawatir karena sejak kemarin, Seungjae belum juga keluar. Ia sempat beberapa kali mengetuk pintu, tapi hanya mendapat jawaban singkat, "Aku masih sibuk," atau terkadang bahkan tak ada jawaban sama sekali.

Akhirnya, dengan rasa khawatir yang semakin besar, Dami memutuskan untuk bertindak. Ia mengetuk pintu ruang kerja Seungjae dengan lebih keras. "Seungjae-ssi, kau baik-baik saja di dalam?" tanyanya dengan suara tegas. Tetap tak ada balasan.

Tak bisa menunggu lebih lama, Dami meraih gagang pintu dan mendorongnya terbuka. Di dalam, Seungjae duduk dengan wajah kusut di depan laptop yang layarnya masih kosong. Tumpukan kertas berserakan di meja, dan pandangannya terlihat hampa, seolah seluruh energinya terkuras habis.

"Kau tidak bisa terus begini," ujar Dami dengan nada khawatir namun tegas. Ia berjalan mendekat dan melipat tangannya di dada. "Sudah dua hari, dan kau bahkan belum mandi. Kau butuh istirahat."

Seungjae menghela napas panjang, memijat pelipisnya. "Aku hanya... tidak bisa menulis. Semua ideku terasa mampet."

Dami mendekat dan menarik lengan Seungjae. "Ayo, mandi dulu. Setelah itu, kita pergi ke pantai. Udara segar mungkin bisa membuatmu merasa lebih baik."

"Eh?" Seungjae menatapnya dengan ekspresi terkejut.

"Tidak ada bantahan. Kau butuh refreshing," ujar Dami tegas.

Dengan setengah hati, Seungjae akhirnya mengangguk. "Baiklah, tapi kau yang bertanggung jawab kalau aku tetap tak bisa menulis setelah ini."

Dami hanya tertawa kecil. "Aku terima tantangannya."

***

Di pantai, angin laut yang sepoi-sepoi menyambut Dami dan Seungjae begitu mereka melangkah keluar dari mobil. Suasana tenang dan damai, dengan suara ombak yang memecah di pantai, memberikan jeda yang sangat dibutuhkan bagi pikiran yang penat. Seungjae masih terlihat agak canggung dengan ide ini, tetapi Dami merasa senang melihatnya akhirnya keluar dari ruang kerja.

Mereka berjalan beriringan di sepanjang garis pantai, membiarkan kaki mereka bersentuhan dengan air laut yang dingin. Seungjae memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya, sesekali menendang kerikil kecil di jalanan pasir. Dami, yang biasanya lebih pendiam di sekitar Seungjae, memutuskan untuk memulai percakapan.

"Kau ingat, waktu pertama kali kita bertemu?" Dami melirik Seungjae sambil tersenyum.

Seungjae mengangguk, sedikit menyipitkan mata ke arah laut. "Ya, tentu saja. Aku masih ingat bagaimana kau terlihat gugup waktu itu. Aku berpikir, 'Orang ini pasti akan kesulitan jika aku tidak segera mengujinya.'"

Dami tertawa kecil, mengingat saat-saat awal bekerja dengan Seungjae yang memang terasa seperti mimpi buruk. "Aku benar-benar bingung dengan sikapmu waktu itu. Aku bahkan sempat berpikir untuk berhenti di hari kedua."

Seungjae tersenyum tipis, lalu menoleh ke arahnya. "Kenapa tidak? Kenapa kau tetap bertahan?"

Dami menghela napas panjang sambil menatap langit. "Kurasa karena aku tahu ini salah satu cobaan hidupku, lagipula aku hanya menggantikan Sangho oppa. Bagaimana bisa aku menelantarkanmu begitu saja saat oppa sakit. Dan, meskipun sulit, aku melihat bahwa kau bukan tipe orang yang jahat. Hanya saja... caramu memang tidak biasa."

Seungjae terkekeh. "Aku memang tidak biasa, ya?" Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Aku punya alasan mengapa aku melakukan 'ospek' kepada semua manajerku. Seperti yang pernah aku katakan. Aku tidak bisa bekerja dengan orang yang tidak bisa kuterima sepenuhnya. Pekerjaan ini menuntut banyak komitmen, dan aku harus yakin bahwa orang yang bekerja denganku benar-benar bisa mengerti tekanan yang akan mereka hadapi."

Dami mendengarkan dengan serius, kini mengerti mengapa Seungjae sering dianggap sulit. "Jadi, itu bukan hanya tentang kepercayaan? Tapi juga tentang memastikan bahwa mereka bisa bertahan?"

"Benar," jawab Seungjae. "Aku tidak mau seseorang bekerja denganku lalu menyerah di tengah jalan. Itu hanya akan membuang waktu kita berdua."

Dami mengangguk paham. "Aku mengerti sekarang. Itu mungkin berat di awal, tapi sekarang aku justru merasa lebih dekat denganmu setelah melewatinya."

Seungjae memandangnya sejenak, lalu mengangguk kecil. "Aku juga merasa begitu."

Mereka melanjutkan berjalan sambil menikmati suasana pantai, dan tak lama kemudian mereka tiba di sebuah kedai kecil yang menjual makanan laut. Aroma gurih dari makanan yang dimasak membuat perut mereka berbunyi, dan Seungjae mengajak Dami untuk duduk di sebuah meja kecil di pinggir pantai.

"Bagaimana kalau kita makan kerang rebus? Kedai ini terkenal dengan masakan kerangnya," tawar Seungjae.

Dami tersenyum lebar. "Tentu, aku suka sekali kerang."

Mereka memesan seporsi kerang rebus, dan tak lama kemudian piring besar berisi kerang yang masih panas disajikan di hadapan mereka. Uap yang naik dari piring membuat Dami menggosok-gosokkan kedua tangannya, bersiap untuk menyantapnya. Seungjae, yang lebih terampil dalam urusan makan kerang, segera memulai dengan membuka cangkangnya dan menikmati isinya.

Sambil makan, mereka kembali berbincang tentang topik-topik ringan, seperti film favorit mereka atau tempat-tempat yang ingin mereka kunjungi. Suasana semakin santai, dan Dami merasa lebih rileks dari sebelumnya. Ia mulai berpikir bahwa Seungjae sebenarnya cukup menyenangkan ketika suasana tidak sedang tegang.

Namun, di tengah percakapan, tiba-tiba sebuah kerang yang sedang Dami buka meletus, memercikkan air panas ke tangannya.

"Att!" Dami tersentak, menarik tangannya cepat-cepat dan mengibaskannya. "Ttego!" (Aw!; Panas!)

Seungjae dengan sigap mengambil selembar tisu dan mendekatkan ke tangannya. "Kau baik-baik saja?" Ia memeriksa tangannya dengan perhatian yang jarang ia tunjukkan. "Sepertinya tidak terlalu parah, tapi tetap saja, kau harus hati-hati."

Dami tertawa kecil, sedikit terkejut dengan sikap peduli Seungjae yang tiba-tiba. "Aku baik-baik saja. Hanya kaget."

Seungjae menghela napas, lega. "Kerang memang berbahaya kalau terlalu bersemangat membuka cangkangnya." Ia kembali duduk sambil tertawa kecil, dan Dami mengikutinya.

Suasana menjadi lebih akrab setelah insiden kecil itu. Mereka melanjutkan makan dengan hati-hati, sesekali bertukar cerita tentang pengalaman-pengalaman lucu yang pernah mereka alami. Dami merasa senang, seolah-olah beban yang ia bawa selama ini mulai terasa lebih ringan.

Di bawah langit senja yang berwarna keemasan, mereka menyelesaikan makanan mereka, lalu duduk bersantai menikmati pemandangan laut. Momen itu terasa begitu damai, seolah-olah segala kekhawatiran dan masalah yang mereka hadapi lenyap bersama angin laut yang bertiup.

"Terima kasih sudah membawaku ke sini," kata Seungjae pelan, suaranya terdengar tulus. "Aku memang butuh waktu untuk menjernihkan pikiranku."

Dami tersenyum hangat. "Aku senang kau ikut. Kadang, yang kita butuhkan hanyalah sedikit jeda dari semua rutinitas. Jadi bagaimana? Kau sudah merasa bisa menulis lagi setelah melihat dunia luar?"

Seugnjae tersenyum miring, "kau ingin aku berterimakasih ya karna mengajakku keluar?"

"Eh? Tidak ya!" Dam imemutar bola matanya bercanda. "Kau ini menanggapku apa heh."

Jawaban tersebut membuat Seungjae sedikit terkekeh sebelum membalas, "terimakasih. Aku menjadi lebih baik karna sudah keluar dari rumah."

"Sama-sama, Lim Seungjae-ssi."

Mereka terdiam sejenak, hanya mendengarkan suara deburan ombak yang menemani senja. Dalam hati, Dami merasa bahwa hari itu adalah awal dari sesuatu yang lebih baik di antara mereka berdua.

***

Dalam perjalanan pulang, Dami tak sanggup menahan rasa lelah yang menghampiri tubuhnya setelah seharian menikmati udara pantai. Hembusan angin dari jendela mobil yang sedikit terbuka, ditambah irama tenang dari mesin kendaraan, membuat matanya perlahan-lahan terpejam. Tanpa terasa, ia tertidur di kursi penumpang, kepalanya bersandar di jendela.

Seungjae meliriknya sekilas saat mobil berhenti di lampu merah. Senyum tipis muncul di wajahnya melihat Dami yang tertidur dengan napas teratur. Ia tahu betul bahwa hari ini cukup melelahkan, tetapi juga menyenangkan, terutama karena mereka akhirnya bisa meluangkan waktu bersama di luar urusan pekerjaan.

Tapi, ketenangan itu sedikit terusik ketika ponsel Dami terasa tiba-tiba bergetar di pangkuannya. Dami mengerjap, setengah sadar, lalu menggeser tubuhnya sedikit. Matanya sempat terbuka separuh, tapi dengan cepat ia kembali tenggelam dalam tidurnya yang nyenyak.

Melihat Dami sedikit menggigil, Seungjae melepaskan jaketnya dan dengan hati-hati menyelimutkannya di tubuh Dami. Ia memastikan jaket itu menutupi bahu Dami agar dia tetap hangat dalam tidurnya. Setelah memastikan Dami nyaman, Seungjae kembali fokus menyetir, melaju pelan di jalan yang sepi menuju rumah Dami.

Dengan suara napas Dami yang lembut mengiringi perjalanan, Seungjae merasa anehnya lebih tenang daripada biasanya. Ia tidak terburu-buru. Hanya menikmati momen kecil ini bersama Dami.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Too Late
8069      2093     42     
Romance
"Jika aku datang terlebih dahulu, apakah kau akan menyukaiku sama seperti ketika kau menyukainya?" -James Yang Emily Zhang Xiao adalah seorang gadis berusia 22 tahun yang bekerja sebagai fashionist di Tencent Group. Pertemuannya dengan James Yang Fei bermula ketika pria tersebut membeli saham kecil di bidang entertainment milik Tencent. Dan seketika itu juga, kehidupan Emily yang aw...
ADIKKU YANG BERNAMA EVE, JADIKAN AKU SEBAGAI MATA KE DUAMU
422      311     2     
Fantasy
Anne dan Eve terlahir prematur, dia dikutuk oleh sepupu nya. sepupu Anne tidak suka Anne dan Eve menjadi putri dan penerus Kerajaan. Begitu juga paman dan bibinya. akankah Anne dan Eve bisa mengalahkan pengkhianat kerajaan? Siapa yang menikahi Anne dan Eve?
Wannable's Dream
40678      5989     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...
Story of time
2403      948     2     
Romance
kau dan semua omong kosong tentang cinta adalah alasan untuk ku bertahan. . untuk semua hal yang pernah kita lakukan bersama, aku tidak akan melepaskan mu dengan mudah. . .
Teacher's Love Story
3246      1104     11     
Romance
"Dia terlihat bahagia ketika sedang bersamaku, tapi ternyata ia memikirkan hal lainnya." "Dia memberi tahu apa yang tidak kuketahui, namun sesungguhnya ia hanya menjalankan kewajibannya." Jika semua orang berkata bahwa Mr. James guru idaman, yeah... Byanca pun berpikir seperti itu. Mr. James, guru yang baru saja menjadi wali kelas Byanca sekaligus guru fisikanya, adalah gu...
(not) the last sunset
594      414     0     
Short Story
Deburan ombak memecah keheningan.diatas batu karang aku duduk bersila menikmati indahnya pemandangan sore ini,matahari yang mulai kembali keperaduannya dan sebentar lagi akan digantikan oleh sinar rembulan.aku menggulung rambutku dan memejamkan mata perlahan,merasakan setiap sentuhan lembut angin pantai. “excusme.. may I sit down?” seseorang bertanya padaku,aku membuka mataku dan untuk bebera...
Gino The Magic Box
4332      1344     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...
Hematidrosis
399      268     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
Galang dan Refana
653      427     0     
Short Story
“Untuk apa kita diciptakan di dunia? “ seorang gadis yang sudah cukup lama ku kenal mengajukan sebuah pertanyaan. Ia melemparkan pandangan kosongnya ke sebuah dimensi ruang. Tangannya yang dipenuhi perban memeluk lutut seolah tangah melindungi tubuh dan jiwa rapuhnya
Yang Terlupa
455      259     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.