Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

Pagi ini tentu saja tidak bisa berlalu dengan damai dan tentram. Begitu sampai di apartemen, Dami langsung diminta untuk membuatkan Seungjae secangkir kopi untuk menemaninya melanjutkan pekerjaan. Dami yang he-eh aja, ya menjalankannya tanpa mengomel atau merajuk.

"Kopimu," kata Dami begitu melihat Seungjae keluar dari kamar dengan rambut yang masih basah dan handuk yang masih menggantung di bahunya. Tak bisa bohong, Seungjae meang ganteng. Dami mengakui itu. Tapi Seungjae adalah orang yang menyebalkan.

Tangan Dami tidak berhenti begitu saja. Dirinya masih menyiapkan beberapa sauran untuk makan pagi Seungjae hari ini. Harum nasi yang sedang dimasak di rice cooker seakan sudah memberi tanda bahwa nasi akan segera matang.

"Thankyou!," katanya sambil berlalu dengan cangkir kopi di tangan, menuju ke ruang kerjanya. "Ah, hari ini aku tidak mau makan nasi. Aku mau makan roti saja." Lalu Seungjae menutup pintu ruang kerjanya begitu saja, meninggalkan Dami yang sedikit kesal.

Percayalah. Saat ini Dami hanya bisa menganga dan mengerjapkan matanya tak percaya. Dia sudah menyiapkan bahan ini sekitar 40% dan dengan enaknya dia bilang dia tidak mau makan nasi?

Manusia ini memang sengaja mengerjainya kah? Pantas saja tidak ada manajer yang mau bekerja dengannya. Dengan napas berat, Dami membereskan bahan-bahan itu ke dalam kulkas untuk dimasak makan siang nanti.

Sebaliknya, Dami mengambil roti dan jar berisi selai cokelat yang tersedia di atas meja makan itu. Mulai untuk melapisi roti dengan selai cokelat untuk tuan besar.

Awas saja kalau dia masih banyak maunya nanti. Bisa Dami hantam kayaknya.

***

Seungjae melangkah keluar dari ruang kerjanya dan menemukan Dami di dapur, tengah mencuci piring dengan cekatan. Suara air yang mengalir bersahutan dengan dentingan piring dan sendok yang disusunnya rapi di rak pengering. Sekilas, Dami tampak begitu fokus, tidak menyadari kehadiran Seungjae yang berdiri di ambang pintu dapur.

"Dami-ssi," panggil Seungjae dengan nada datar. Dami menoleh, sedikit terkejut mendapati Seungjae berdiri di sana.

"Waeyo?" tanya Dami sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Aku mau McD untuk makan siang. Pesan McD, siap jam 12 nanti," kata Seungjae dengan santai, seolah permintaannya sesuatu yang biasa.

Dami memutar matanya, merasa ada yang salah dengan permintaan itu. "McD?" tanyanya, mengernyit. "Bukannya aku sudah masak untuk makan siang ini? Ini tinggal disajikan saja."

Seungjae tidak terpengaruh. "Itu bisa buat makan malam. Aku ingin McD sekarang, dan jam 12 tepat," katanya sambil melirik jam di dinding dapur yang menunjukkan pukul 11.40. Waktunya tinggal sedikit, tapi Seungjae terlihat benar-benar serius.

Dami mendengus, meletakkan piring terakhir dengan sedikit keras di rak sebelum mematikan keran air. "McD? Sekarang?" ulangnya, suaranya mulai memuat nada frustrasi. Namun, ia tahu ini bukan saatnya untuk berdebat panjang, terutama jika ia ingin menghindari omelan Seungjae yang terkenal.

Dami melangkah cepat menuju McDonald's, pikirannya penuh dengan berbagai cara agar ia bisa sampai tepat waktu dengan pesanan yang diminta Seungjae. Jam di tangannya menunjukkan pukul 11.42 saat ia tiba di depan restoran. Waktunya sudah sangat mepet, dan perasaan cemas mulai menyelimuti dirinya.

Begitu masuk ke dalam McD, Dami langsung menuju ke mesin pemesanan otomatis. Ia menyeka keringat di dahinya dan mulai memencet layar dengan cepat, memilih menu yang diminta Seungjae; satu Big Mac, Chicken McNuggets, dan dua kentang goreng besar. Jari-jarinya bergerak cekatan, berusaha memastikan pesanan itu selesai secepat mungkin.

"Kenapa dia gak bisa mesan sendiri lewat aplikasi daritadi sih?" gumam Dami pelan sambil memasukkan pesanan terakhir. Ia menekan tombol bayar dan menunggu struk pembayaran keluar dari mesin.

Saat selesai, ia bergegas ke konter pengambilan. Pikirannya terus-menerus dihantui oleh jam yang terus berdetak, membawanya lebih dekat ke pukul 12. Dami melirik sekeliling dan melihat antrean untuk pengambilan makanan juga cukup panjang. Ada tiga orang yang sudah berdiri di sana, menunggu pesanan mereka siap.

Dengan frustrasi, Dami berdiri di antrean, kakinya mengetuk-ngetuk lantai, tanda jelas ketidaksabarannya. "Kenapa bisa semepet ini waktunya?" gumamnya sambil melirik ke layar monitor di atas kasir, melihat nomor pesanannya belum dipanggil.

Saat antrean perlahan bergerak maju, Dami melihat jam di tangannya—11.50. Ia mendesah panjang, berharap pesanan cepat keluar. Sambil menunggu, ia mengirim pesan singkat ke tuan besar itu.

Song-Da:
pesanannya masih diproses.
kalau terlambat sedikit, maaf.

Namun, ia tak mendapat balasan apa pun. Dami hanya bisa menggigit bibirnya, merasa semakin tertekan oleh waktu yang terus berlalu.

Akhirnya, nomor pesanannya muncul di layar. Dengan cepat, Dami maju ke depan dan mengambil kantong kertas berisi makanan itu. Tanpa berpikir dua kali, ia langsung berlari keluar dari restoran, membawa pesanan Seungjae dengan secepat mungkin.

Jam di tangannya menunjukkan 11.58 saat ia berlari di sepanjang trotoar, napasnya mulai terengah-engah. Waktunya semakin menipis, tapi Dami terus berlari, memaksakan tubuhnya untuk mencapai apartemen Seungjae tepat waktu.

Saat ia tiba di gedung apartemen, jam sudah menunjukkan pukul 12.02. Terlambat sudah. Dami terengah-engah ketika menekan tombol lift, berharap lift tiba dengan cepat. Begitu pintu lift terbuka, ia langsung masuk dan menekan lantai apartemen Seungjae. Detik-detik terakhir terasa begitu lambat. Begitu pintu lift terbuka, ia keluar dengan cepat dan berlari menuju pintu apartemen Seungjae.

Dami tiba kembali di apartemen Seungjae tepat pukul 12.05, ia merasa napasnya masih belum sepenuhnya teratur. Pelariannya dari McD ke apartemen benar-benar membuatnya lelah, tapi lebih dari itu, ia merasa seperti seorang pelayan yang selalu harus memenuhi permintaan tak masuk akal dari Seungjae.

Dami membuka pintu apartemen dengan sedikit ragu, berharap Seungjae sudah menunggu di meja makan dengan perut keroncongan seperti biasa. Tapi begitu ia melangkah masuk, wangi familiar menyambutnya—wangi telur yang sedang digoreng.

Seungjae berdiri di dapur, santai sambil membalik telur di atas wajan. Suara desis minyak terdengar jelas di ruang yang tenang. Dami berhenti sejenak, menatap pemandangan itu dengan heran dan... sedikit frustrasi.

"Kau sedang apa?" tanyanya, mencoba menyembunyikan nada kesalnya. "Aku baru saja buru-buru untuk membawakan McD-mu, dan sekarang kau malah goreng telur?"

Seungjae menoleh sebentar, lalu kembali fokus ke telurnya. "Ya, aku ingin telur juga. McD-nya tetap buat makan siang, jangan khawatir," katanya datar tanpa ekspresi.

Dami menghela napas panjang, merasa segala upayanya tadi untuk mengejar waktu seakan tak berarti. "Kalau kau sudah mau masak sendiri, kenapa aku harus lari-lari buat pesanin makanan?"

Sambil mematikan kompor, Seungjae menjawab dengan tenang, "Aku butuh McD-nya juga. Telur ini cuma tambahan."

Dami menyerahkan kantong kertas McD itu kepadanya dengan sedikit kekesalan, tapi tetap melakukannya tanpa protes lebih lanjut. Seungjae menerimanya dengan sikap santai, seolah memang sudah mengharapkan itu dari awal.

Dami berjalan ke meja makan dan duduk, merasa lelah setelah seharian melayani permintaan Seungjae yang aneh. Dari sudut matanya, ia melihat Seungjae menata makanan di meja. Pria itu mengambil nasi hangat, mengeluarkan burger dari McD, serta meletakkan telur goreng di atas piringnya. Kombinasi yang aneh, tapi tidak ada yang aneh lagi dari Seungjae di mata Dami.

"Jadi, kau benar-benar makan nasi dengan McD dan telur?" Dami akhirnya bertanya, mencoba memecahkan keheningan.

Seungjae hanya mengangguk sambil mulai makan. "Ini kombinasi yang bagus. Kau harus coba," katanya tanpa menatap Dami.

Dami mengangkat alis, bingung sekaligus malas untuk berargumen lebih lanjut. Dia hanya menggelengkan kepala sambil melihat Seungjae yang makan dengan tenang. "Kau memang aneh," gumamnya pelan, tapi ada sedikit senyum di bibirnya. Ada sesuatu tentang Seungjae yang membuatnya tak bisa sepenuhnya marah—meski pria itu jelas tahu bagaimana cara membuatnya kesal.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Help Me Help You
2014      1167     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Into The Sky
511      329     0     
Romance
Thalia Adiswara Soeharisman (Thalia) tidak mempercayai cinta. Namun, demi mempertahankan rumah di Pantai Indah, Thalia harus menerima syarat menikahi Cakrawala Langit Candra (Langit). Meski selamanya dia tidak akan pernah siap mengulang luka yang sama. Langit, yang merasa hidup sebatang kara di dunia. Bertemu Thalia, membawanya pada harapan baru. Langit menginginkan keluarga yang sesungguhnya....
Loading 98%
652      399     4     
Romance
Gino The Magic Box
4332      1344     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...
Jika Aku Bertahan
12862      2715     58     
Romance
Tidak wajar, itu adalah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan pertemuan pertama Aya dengan Farel. Ketika depresi mengambil alih kesadarannya, Farel menyelamatkan Aya sebelum gadis itu lompat ke kali. Tapi besoknya secara ajaib lelaki itu pindah ke sekolahnya. Sialnya salah mengenalinya sebagai Lily, sahabat Aya sendiri. Lily mengambil kesempatan itu, dia berpura-pura menjadi Aya yang perna...
Putaran Waktu
982      619     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
When I Met You
644      371     14     
Romance
Katanya, seorang penulis kualat dengan tokohnya ketika ia mengalami apa yang dituliskannya di dunia nyata. Dan kini kami bertemu. Aku dan "tokohku".
Serpihan Hati
11533      1933     11     
Romance
"Jika cinta tidak ada yang tahu kapan datangnya, apa cinta juga tahu kapan ia harus pergi?" Aku tidak pernah memulainya, namun mengapa aku seolah tidak bisa mengakhirinya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk melenyapkan tentangnya tapi tidak kunjung hialng dari memoriku. Sampai aku tersadar jika aku hanya membuang waktu, karena cinta dan cita yang menjadi penyesalan terindah dan keba...
Call Me if U Dare
5587      1672     2     
Mystery
Delta Rawindra: 1. Gue dituduh mencuri ponsel. 2. Gue gak bisa mengatakan alibi saat kejadian berlangsung karena itu bisa membuat kehidupan SMA gue hancur. 3. Gue harus menemukan pelaku sebenarnya. Anulika Kusumaputri: 1. Gue kehilangan ponsel. 2. Gue tahu siapa si pelaku tapi tidak bisa mengungkapkannya karena kehidupan SMA gue bisa hancur. 3. Gue harus menuduh orang lain. D...
Last Hour of Spring
1535      811     56     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.