Hawa terasa panas, terdengar pula kerasnya alunan jeritannya para bedebah yang meminta ampun dengan air mata. Sayup-sayup didengar burung gagak menertawakan dengan puas atas apa yang dilihatnya. Dunia ini begitu gelap dan keji, beribu dosa telah terbawa arus sungai panjang yang mengalir tenang dan berbau anyir. Abu hitam yang dipijak oleh kaki tanpa alas begitu halus tanpa bebatuan, mungkin abu ini dianggap sebagai tanah di dunia baru yang aneh ini.
Kelopak matanya terangkat, membuatnya melihat lebih jelas apa yang ada di hadapannya, semuanya terlihat seperti mimpi buruk yang begitu ditakuti oleh semua orang. Tangannya mengepal erat di depan dada, kini tubuhnya gemetar ketakutan, matanya terbelalak, terpaku pada deretan raga yang dihukum dengan keji karena apa yang telah mereka lakukan di dunia. Tangan dan leher mereka dirantai besi, menolak untuk melepaskan mereka dari jeratan dosa yang tak bisa diampuni. Mereka harusnya malu, karena sedang ditonton oleh perempuan yang bersih jiwa dan raganya.
Nafasnya tersengal, jantungnya berlari begitu kencang seperti dikejar-kejar, matanya tak mampu menahan tetesan air mata yang tercurah di pipinya. Mulutnya menganga seakan tak percaya apa yang ada di hadapannya, ia tak mampu menahan rasa sedih dan takut yang menyelimuti hatinya. Ia begitu lembut dan masih terlalu rapuh untuk melihat hal sekotor itu.
Ia sudah tidak mampu menopang tubuhnya yang begitu lemah, tubuhnya pun seketika jatuh ke tanah dengan kondisi pingsan.
***
Zivera membuka matanya perlahan, ia segera duduk di atas ranjang dalam kondisi masih mengantuk. Tubuhnya pegal-pegal, matanya ikut bengkak sedikit dan pipinya basah, di sela-sela jari kakinya juga terasa serpihan abu yang sedikit kasar dan membuat kaki dan sprei kasurnya kotor menghitam.
“Hah.. cobaan apalagi ini ya tuhan.. aku tidak tidur sambil berjalan, kan? Tidak mungkin juga ada yang masuk ke dalam rumah dan iseng mengotori kakiku dengan abu. Dan kalaupun ada yang begitu.. TEGA SEKALI YA MENGOTORI SPREI PUTIH BERMOTIF LAVENDER KECIL KESAYANGANKU!? Ugh! Menyebalkan sekali,”
Bibirnya memanyun kesal, kalau sudah menggerutu pasti amarahnya tak terkendali, ia bisa saja mematahkan furnitur kayu di rumahnya, namun tentu saja ia tidak tega karena harga furnitur yang mahal. Sungguh, ia lebih sayang furnitur elite kayu jati miliknya daripada kekasih masa depannya.
Zivera beranjak bangun dari kasur ternyamannya, segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan kaki-kaki mungilnya Yang kotor. Jejak kaki yang kotor karena abu sangat jelas terlihat menyerupai bentuk telapak kaki Zivera, sepertinya lebih buruk daripada yang ia duga. Kalau sedang dalam kondisi amarah yang meledak-ledak, mungkin seluruh tetangga di kampungnya menjadi sasaran empuk Zivera. Namun bila dalam kondisi sedih, mungkin ia akan menangisi sprei putih motif lavender kecil kesayangannya yang kotor karena abu. Lagi pula datang dari mana semua debu hitam ini? Di rumahnya maupun di sekitar sudut kampung yang ia tahu, tidak ada satu tempat pun yang menyimpan abu. Itu aneh sekali, kan? Ah Zivera tak akan mungkin susah payah memikirkannya, toh dia juga tak peduli datang dari mana abu itu.
Di depan cermin, ia terus memandangi wajah cantik dan menawan miliknya, ia melakukannya setiap hari bahkan setiap pagi akan selalu memuji dirinya yang menarik dan penuh cinta. Apalagi rambut perak yang dimilikinya, mata biru terang bagai langit di pagi hari. Zivera juga memiliki bibir yang begitu didambakan seluruh wanita, bentuknya seperti hati dan berwarna merah muda, tekstur nya lembut dan kenyal sekali. Sudah sering membuat para pria di kampung tergila-gila padanya.
/BRAKK
“KAKAAA! UDAH JAM BERAPA INI? CEPAT BANGUN DASAR KEBO!”
Tiba-tiba pintu di dobrak secara paksa oleh adik kecilnya, Atlas Galenos. Merupakan adik satu-satunya dan paling disayanginya. Atlas adalah seorang lelaki yang pintar dan hiperaktif. ia tidak mau menganggur di rumah, biasanya ia akan pergi bekerja di ladang jagung, atau membantu petugas perpustakaan di perpustakaan yang terletak di tengah kampung dan di dekat menara lonceng Trilye.
Zivera menatap adiknya karena kaget, padahal ia sedang sibuk memuji keagungan dirinya sendiri yang bagai seorang dewi. Atlas menatap Zivera dengan wajah mengambek, ia sangat tidak suka bila kakaknya bangun siang ataupun bermalas-malasan walau hari ini hari libur. Atlas masuk ke dalam kamar mandi dan membasuh wajah dan tangan yang kotor. Zivera tertegun sejenak karena rupa adiknya yang kotor karena tanah dan debu.
“Habis dari mana kamu pagi-pagi begini?” tanya Zivera pada Atlas.
Atlas menoleh ke arah kakaknya yang menatapnya tajam, sepertinya ia marah karena Atlas yang tidak bisa menjaga sikap.
“hehe.. dari kebun pak Allison. Aku membawa banyak buah Apel untuk kita makan! Dan.. aku mendapat ikan tenggiri gratis dari pasar Franham! Karena aku telah membantu menangkap ikan di laut kemarin..”
Atlas menundukkan kepalanya karena takut kalau Zivera akan memarahinya, jari jarinya bermain di belakang tubuhnya dengan gugup. Namun ia mendengar Zivera tertawa kecil mendengar perkataan adiknya, ia mengelus rambut Atlas dan memberikan ciuman kening dengan bangga.
“Kamu memang yang terbaik bagi semua orang, dan juga aku. Kalau begitu.. apakah ada pesan atau perkataan lainnya?”
Zivera menaruh senyuman manis di bibir kecilnya, dengan tangan yang masih mengelus kepala Atlas dengan kasih sayang. Atlas menggaruk-garuk belakang telinganya, mencoba mengingat apakah ada yang menitipkan pesan pada kakaknya atau tidak. Dan ia teringat sesuatu.
“ah, iya ada! Dari seorang pria misterius!” katanya dengan semangat.
Alis Zivera terangkat dengan bingung, lalu dahinya mengernyit heran.
“oh iya? Bolehkah kamu menceritakan siapa dia?”
Atlas pun mengambil nafas dalam-dalam, dan membuang dengan lembut. Zivera tertawa kecil melihat tingkah adiknya yang menggemaskan.
“Aku tidak mengenalnya, tapi dia berwajah sedikit tua dengan luka di sudut bibirnya. Badannya besar dengan otot-otot kuat! Auranya.. gelap sekali dan menakutkan. Tapi tadi ia memakai jubah coklat yang panjang dan menutupi seluruh tubuhnya. Menyeramkan sih.. apalagi rambut dan jenggot panjangnya! Aduh.. ngga rekomen banget, sih.“
Zivera mendengarkan semua penjelasan yang atlas berikan dengan baik, sembari membayangi bagaimana rupa pria yang dibicarakan oleh adiknya ini. Pertemuan ini begitu janggal menurutnya, apalagi salah satu di antara mereka tidak mengenali siapa sosok pria itu. Atlas melanjutkan obrolan.
“awalnya dia menanyai ‘siapa namamu?’ aku jawablah Atlas, lalu dia bilang ‘aku merasakan aura dewa yang mengalir dari dalam jiwamu.’ Aku kaget dong! Soalnya aku tidak mengerti apa-apa soal dewa-dewi kuno! Lalu ia menaruh tangannya di atas pundakku dan berbisik, ‘mari bertemu kapan-kapan, dan bawa permaisuriku kembali pulang.’ Aku bingung, aku bertanya padanya, ‘Siapa permaisuri yang kau maksud, tuan?’ ia berbisik lagi, dan kamu tahu siapa yang dia bilang?”
Zivera menggeleng, ia sudah termakan oleh cerita seru yang Atlas katakan. Zivera terus mencari tahu siapakah sosok pria misterius itu dan apa yang akan terjadi selanjutnya saat ia bertemu Atlas. Atlas menghela napasnya, dan berbisik di telinga Zivera.
“Reinkarnasi dewi Persefone.”
Zivera menyeletuk, “Hah? Reinkarnasi istrinya? Lalu apa hubungannya denganku dan dengan pertemuan mu dengannya?”
Atlas ragu membicarakannya pada Zivera, karena ini juga sangat diluar nalar.
“itu kamu, kak. Reinkarnasi Dewi Persefone di mitologi Yunani kuno itu adalah kamu. Tapi soal pertemuanku dengan pria itu hari ini, aku tidak tahu. Tapi yang jelas ada yang mencari keberadaan mu.” Jelasnya.
Tubuh Zivera membeku seketika, matanya berkedip tak percaya. Pikirannya terus menanyakan hal yang sama “aku? Kok aku? Emang bener? Masa iya? Ah ga mungkin, tapi gimana kalau benar? Aduh tata Krama aja aku ngga paham, apalagi urusan dewa-dewi segala! Pusing pala inces..”
Atlas kebingungan atas sikap Zivera yang tiba-tiba berubah karena syok, sebenarnya Atlas juga tidak percaya akan perkataan pria tadi, karena tidak mungkin kakaknya yang beban ini merupakan reinkarnasi seorang dewi. Seorang dewi Persefone lagi! Tapi ia tidak mau termakan omong kosong belaka yang tak berdasar dari orang lain, mungkin itu hanya sekedar gurauan. Sembari berpikir, pandangannya selalu tertuju pada Zivera, mengamati adakah kemiripan diantara kedua perempuan itu.
“kak, aku mau nanya deh.”
BERSAMBUNG•°