Saat aku tiba di rumah setelah bertemu dengan keponakanku itu, aku meminta Nona Rambut Ikal membiarkanku berada di halaman belakang rumah. Aku mencakar pintu menuju halaman belakang sebagai kode aku ingin keluar. Nona Rambut Ikal membukakan pintu itu untukku, dan aku segera pergi keluar.
Aku ingin menceritakan pertemuanku dengan keponakanku pada Nona Snowy, jadi aku naik ke atas rak tempat penyimpanan pot bunga, walaupun saat ini sudah kosong dari pot bunga. Setelahnya, aku segera memanggilnya.
Biasanya aku hanya memanggil namanya sebanyak dua kali, setelah itu Nona Snowy akan muncul. Tetapi saat itu cukup lama aku menunggu kemunculan Nona Snowy. Akhirnya aku memilih untuk menunda ceritaku nanti karena berpikir dia mungkin sedang pergi. Tetapi saat aku hendak turun, Nona Snowy muncul dan membuatku senang.
“Hei Sayang, maaf karena membuatmu menunggu lama. Tadi aku sedang menghabiskan makan siangku,” ujar Nona Snowy yang sudah duduk manis di tembok pembatas. “Kenapa kau memanggilku? Jika dilihat dari wajahmu, sepertinya ada kabar gembira. Benar, Manis?”
Sedikit informasi untuk kalian semua, sejak aku dan Nona Snowy bertemu, dia tidak pernah memanggil namaku walaupun dia tahu siapa namaku. Dia biasa memanggilku dengan menggunakan kata ‘sayang’ seperti tadi, lalu ada juga manis, terkadang dia memanggilku baby. Dan panggilan yang paling aku sukai adalah cantik, sebab katanya aku memiliki wajah dan bola mata yang cantik.
“Nona Snowy, apa kau tahu? Tadi aku bertemu dengan keponakanku!” ceritaku bersemangat.
“Keponakanmu? Itu luar biasa, Cantik!” balas Nona Snowy juga bersemangat. Dia membenarkan posisi duduknya. “Lalu, dia anak dari saudaramu yang ke berapa?”
“Dia anak dari satu-satunya saudara lelakiku,” jawabku. “Dan kau tahu? Dia memiliki warna bulu yang sama dengan ayahnya!”
“Benarkah itu?”
“Ya! Saudaraku berbulu putih di tubuhnya, sementara di bagian telinga hingga wajah sebelah kanannya berwarna coklat cenderung oranye. Sedangkan keponakanku itu justru sebaliknya.”
“Lalu bagaimana dengan saudaramu? Maksudku kabar darinya. Kau tidak lupa menanyakan kabar saudaramu itu, bukan?”
“Tentu saja tidak!” sahutku. “Aku menanyakan kabar dari saudaraku. Dan rupanya sekitar enam bulan lalu saudaraku, istrinya, dan juga pemiliknya pindah ke luar negara. Anak-anak mereka diberikan kepada teman-teman dari pemiliknya. Karena katanya cukup merepotkan untuk membawa lima anjing.”
“Begitu rupanya. Aku mengerti,” ujar Nona Snowy. “Omong-omong, bagaimana kau dan keponakanmu itu bisa bertemu?”
“Ah kau benar juga, aku lupa menceritakan awal pertemuanku dengannya,” ujarku yang lupa untuk menceritakan awal aku dan keponakanku itu bisa bertemu.
Jadi, aku menceritakan awal pertemuanku dengan keponakanku itu secara singkat kepada Nona Snowy, yang mendengarkannya dengan baik. Dia adalah pendengar yang baik, dan bahkan tidak jarang dia juga memberikanku saran jika aku memerlukannya. Beruntung sekali aku memiliki teman yang seperti Nona Snowy.
“Jadi pemilikmu itu adalah teman dari pemilik keponakanmu yang sekarang.” Nona Snowy menganggukkan kepalanya mengerti. “Sebuah kebetulan yang luar biasa.”
“Ya kau benar. Aku bahkan tidak menduga pemilik kami ternyata adalah teman lama yang sudah tidak berjumpa. Oh iya, kau tahu nama apa yang diberikan pemilik saudaraku untuknya?”
“Apa?”
“Dexter,” jawabku lalu tertawa. “Anjing kecil dan menggemaskan seperti dia memiliki nama Dexter. Sangat tidak cocok.”
Tawaku semakin keras, bahkan sampai membuat perutku sakit.
“Astaga, kau mengejek saudaramu,” ujar Nona Snowy.
“Bahkan keponakanku itu mengatakan dia akan tertawa setiap kali pemilik lamanya memanggil nama ayahnya. Dia bilang nama Dexter lebih cocok untuk Doberman yang garang.”
“Ya, aku setuju dengannya,” ucap Nona Snowy. “Dexter lebih cocok untuk anjing dari ras besar yang garang, bukan untuk anjing kecil menggemaskan seperti ras kalian atau yang lainnya.”
Dia lalu terdiam, sementara aku masih tertawa memikirkan nama Dexter itu. Entah apa yang dipikirkan pemilik saudaraku sampai memberikan nama itu untuknya. Mungkinkah saudaraku itu garang?
“Kau sangat beruntung karena bisa bertemu dengan keluargamu, walaupun itu adalah keturunan dari saudaramu.”
Tawaku berhenti dan aku menatap Nona Snowy. “Kau belum bertemu lagi dengan saudara-saudaramu, Nona Snowy?”
Nona Snowy juga memiliki beberapa saudara, mungkin sekitar tujuh saudara. Tiga di antaranya lahir di waktu yang bersamaan dengannya. Sementara yang lainnya lahir saat usia Nona Snowy dua tahun. Saat pertama kali datang ke sini, Nona Snowy menceritakan tentang saudara-saudaranya yang sudah diadopsi.
Nona Snowy menggelengkan kepalanya lalu dia menghela napas. “Aku bahkan tidak bisa bertemu dengan mereka lagi.”
“Kenapa?” Aku jadi penasaran, bahkan tanpa sadar aku sudah berdiri dengan kedua kaki belakangku, sementara kedua kaki depanku berada di tembok, menahan agar aku bisa berdiri dengan dua kaki.
“Mereka semua sudah mati,” jawabnya sedih namun dia terlihat berusaha untuk tetap tersenyum.
Aku terdiam sejenak masih tetap menatap Nona Snowy. “Oh, maafkan aku karena sudah bertanya, Nona Snowy.”
“Tidak masalah, Manis. Kau tak perlu meminta maaf,” jawab Nona Snowy sambil menepuk kepalaku.
“Saudaraku yang paling kecil bahkan baru mati dua minggu lalu,” ujar Nona Snowy.
“Dia tidak sengaja terlepas saat pintu rumah terbuka. Lalu dia berlari ke jalan raya dan tertabrak sebuah mobil. Sebenarnya dia masih hidup setelah tertabrak dan menerima perawatan. Tapi karena kondisi lukanya yang cukup parah, akhirnya dia mati keesokan harinya.”
Aku tidak memberikan respons apapun setelah mendengar kabar duka itu. Pantas saja Nona Snowy waktu itu terlihat sedih, rupanya dia baru kehilangan saudaranya. Aku ingin bertanya kenapa dia tidak menceritakan hal tersebut padaku waktu itu. Tetapi ketika melihat wajah cantik Nona Snowy yang sedih membuatku memilih untuk tidak bertanya saja.
“Hei, apa kau menangis?” tanya Nona Snowy sambil menatapku.
“Tidak,” sahutku. “Aku tidak menangis.”
Aku kembali berdiri dengan keempat kakiku, bahkan aku mengalihkan wajahku darinya. Sejujurnya airmataku memang sudah berlinang di kedua mataku saat mendengar kronologi kematian saudara Nona Snowy. Aku sangat tidak bisa untuk tidak menangis jika mendengar kisah sedih. Hatiku ini terlalu lembut sepertinya.
“Jika kau menangis, tidak masalah. Aku justru berterima kasih karena kau menangis atas kesedihanku itu.” Nona Snowy terdiam, dia bahkan memandang langit yang cerah sore itu.
“Sejujurnya saat tahu saudaraku mati secara tragis seperti itu, aku tidak bisa menangis sama sekali. Airmataku justru tidak mau keluar, padahal aku sangat sedih.”
“Oh Nona Snowy, aku sangat ingin memelukmu sekarang,” ujarku.
“Kau boleh melakukannya. Siapa tahu jika kau memelukku, aku bisa menangis,” ujar Nona Snowy.
Kucing putih cantik itu turun dari atas sana dan aku segera memeluknya dengan sebelah kaki depanku. Dan ternyata benar ucapan Nona Snowy, dia langsung meneteskan airmatanya setelah aku peluk dia. Karena dia menangis, aku jadi ikut menangis. Dia mengeong dengan keras, dan aku melolong sedih.
Perpisahan yang dipisahkan oleh kematian memanglah sangat menyedihkan, bukan begitu?