Tanaman Transgenik
Sejak tanaman transgenik yang ramah lingkungan pertama kali dihasilkan pada awal 1980, tanaman diunggulkan menjadi bioreaktor alami untuk memproduksi protein rekombinan (protein dari rekayasa genetik), karena dinilai lebih ekonomis. Untuk menumbuhkan tanaman, hanya diperlukan air, udara, cahaya matahari, pupuk dan tanah.
Tahun 2000, hormon pertumbuhan manusia (somatotropin) telah berhasil diproduksi di kloropis tembakau dengan presentase cukup tinggi, yaitu lebih dari 70 % dari total protein. Tembakau juga memproduksi protein C manusia sebagai antikoagulan dan produksi iterferon A, B manusia untuk pengobatan ‘Hepatitis C dan B’.
Protein somatotropin disintesis di kloroplas dengan aktivitas sesuai protein asilnya. Menciptakan tanaman transgenik yang dapat menghasilkan obat, vaksin, dan antibodi terdapat sedikitnya dari sembilan jenis tanaman transgenik, dan juga termasuk di dalamnya adalah antigen carcinoembryonic untuk terapi kanker pada tanamana alfalfa. Selain itu ada 18 jenis tanaman transgenik yang dapat memproduksi vaksin untuk hepatitis B di kentang, alfalfa, dan daun selada.
Ketiga tanaman transgenik tersebut diketahui bersifat imunogenetik saat diberikan secara oral. Begitupun vaksin untuk coronavirus gastroenteritis pada babi dengan jagung yang bersifat protektif saat diberikan secara oral. Tanaman tersebut tidak bisa dikonsumsi secara langsung. Pemanasan pada proses memasak, kemungkinan besar akan merusak protein rekombinan dalam tanaman.
Kesuksesan Profesor Bock dan timnya dalam memperoleh tanaman transgenik ramah lingkungan yang dapat memproduksi protein asing pada buah-buahan, tumbuhan, serta diproduksi dengan presentase yang tinggi, yaitu lebih dari 40 % dari total protein, merupakan keberhasilan pertama yang dipublikasikan.
Walaupun pada saat ini, protein yang diproduksi pada buah tersebut bukan protein untuk obat atau vaksin dan masih berupa protein marka, namun metode plastid transgenik ini menjadi jalan mendapatkan tanaman transgenik untuk berbagai aplikasi seperti produksi obat-obatan, antibodi, dan terutama untuk vaksin yang dikonsumsi langsung.
Bila tanaman transgenik penghasil vaksin yang terbukti secara klinis protektif dan aman bagi konsumsi manusia berhasil diperoleh, maka dengan memakan buah atau bagian lain dari tanaman yang dapat dikonsumsi, vaksinasi terhadap penyakit telah dilakukan.
Kandungan serat beberapa jenis tumbuh-tumbuhan
Jenis Ukuran Buah Jumlah serat (gr)
Jeruk Sedang 7
Apel (dengan kulit) Sedang 5
Pear (dengan kulit) ½ (besar) 3.1
Alpukat Sedang 3
Pisang Sedang 2,4
Pepaya Sedang 2
Semangka Sedang 2
Mangga Sedang 1
Nanas Sedang 1
Tomat Sedang 1
Sayuran dibuat juice
Brokoli 1 Gelas 5
Buncis 1 Gelas 3
Wortel mentah 1 Gelas 3,7
Wortel rebus 3/4 Gelas 2,1
Kol 3/4 Gelas 2
Biji-bijian
Jagung 3/4 Gelas 4,2
Kentang rebus 3/4 Gelas 3,4
Nasi rebus 1 Gelas 0,4
Nasi merah rebus 1 Gelas 1,1
Roti Gandum 1 Gelas 2,4
Roti tawar putih 1 Gelas 0,024
Disimpulkan, bahwa alat suntik kelak tidak dibutuhkan lagi dan ketergantungan pada tenaga medis dapat diminimalkan. Tidak diperlukan juga sarana pendingin vaksin, karena tanaman yang bervaksin dapat lebih mudah disebarkan sampai ke daerah terpencil di seluruh pelosok dunia. Dalam acara “Women’s talk” – Ratih Andjayanni (psikolog LPT MI), dirangkum pengertian tentang “Brain, Beauty, Behaviour” dapat menjadi acuan setiap individu.
“Seseorang harus secara positif dapat menghargai dirinya sendiri”
Inner beauty seseorang, tidak hanya tercermin dari penampilan fisik saja, tapi juga harus didukung oleh kebugaran. Untuk menjaganya, diperlukan keselarasan dalam menjalani kehidupan ini,
“Beauty”, di sini sebagai kesehatan dan kecantikan luar dan dalam
“Brain”, menggali pengetahuan secara luas, dengan cara menambah wawasan.
“Behaviour”, yaitu tata krama, perilaku yang merefleksikan diri kita sesungguhnya.