DUH, GUSTI JUNJUNGANKU
Kutapaki jalan mendaki,
Kaki telanjang, menyusuri kerikil-kerikil tajam,
Di sana, di sini, kudengar teriak lirih,
Jawabanmu terpencar melalui airmatamu.
Duh, Gusti Junjunganku,
Oh, airmata-airmata di ujung Timur,
Di berbagai belahan tanah Papua,
Dan perempuan-perempuan itu yang meratapi perjalanannya,
Betapa kuingin menebar lilin-lilin kasih suatu hari.
Duh, Gusti Junjunganku,
Betapa ingin kubelajar daripada-Mu,
Tentang bagaimana memikul salib tanpa mengeluh,
Tentang bagaimana menghirup cawan beracun tanpa gerutu.
“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan airmata,
akan menuai dengan sorak sorai,
orang yang berjalan maju dengan menangis,
sambil menabur benih,
pasti pulang dengan sorak-sorai,
sambil membawa berkas-berkas”