Read More >>"> Bukan Salah Kisah
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bukan Salah Kisah
MENU
About Us  

“Kita tak pernah tahu di mana kita akan dilahirkan, bagaimana kita akan mati, dan bagaimana kisah kita dituliskan, namun terkadang dunia yang luas ini cukup sempit untuk menyadari suatu kenyataan...”

 

Sore itu aku baru saja pulang setelah latihan basket yang cukup melelahkan, ya cukup melelahkan karena kondisi tubuhku beberapa hari ini memang tidak cukup baik. Untungnya sore itu langit tampak bersahabat cahaya mentari masih tampak segar walau waktu sudah hampir menunjukan pukul 16. 20. Jarak dari rumahku ke sekolah memang tidak terlalu jauh sehingga aku sering berjalan kaki saat pulang.

Dua hari yang lalu, aku memiliki tetangga baru, yang ku dengar mereka itu pindahan dari Bandung, jujur saja bahkan aku belum bertemu mereka sekalipun, tapi yang ku dengar keluarga itu memiliki anak perempuan yang usianya sama denganku. Namun, satu hal yang menjadi pertanyaanku, ku kira dia akan sekolah di SMP yang sama denganku namun ternyata tidak.

Saat itu aku duduk di kelas dua SMP, mengingat kadang waktu di rasa sangat lama namun terkadang begitu singkat tanpa terasa sudah memasuki liburan sekolah lagi, kali ini aku tak berlibur kemana pun tentu saja karena kesibukan Ayah dan Ibu. Sungguh rasanya akan sangat menjemukan selama dua minggu hanya berdiam diri di rumah.

Perlahan, lukisan baru tampak jelas dimataku, dengan latar hitam dihiasi ribuan benda langit yang nampak begitu kecil dalam penglihatan, dengan sepotong cahaya terang diantaranya. Lekat-lekat aku menatap setiap kerlipnya, sungguh begitu indah. Beberapa saat aku benar-benar terfana akan keindahan ciptaan-Nya itu, hingga seketika lamunanku pudar, sesuatu mengalihkan konsentrasiku, beberapa saat aku terdiam dan mencernannya dengan baik.

“Suara piano?” Ucapku reflek.

“Siapa yang bermain piano?” Keningku berkerut seketika.

Sayup-sayup aku mendengar suara itu dari rumah tetangga baruku, “mungkinkah?” Bisikku semakin penasaran.

Kurang lebih satu bulan pindah ke sana memang aku kurang akrab dengan keluarga itu, beberapa kali aku bertemu dengan om dan tante di rumah itu, namun hanya sekedar percakapan kecil yang kami lewati, hmmm... bahkan bukan percakapan hanya senyuman yang selalu menghiasi wajah kami kala berpapasan. Namun, aku tak pernah melihat ada anak di rumah itu, padahal yang kudengar mereka memiliki anak gadis. Perlahan aku hanyut dalam iramanya, benar-benar merdu musiknya, hingga seolah tersihir kakiku melangkah begitu saja mendekat, suara itu semakin jelas ditelingaku. Hingga kakiku terhenti, di lantai 2 ku lihat seorang gadis tengah bermain piano, jendela kamarnya yang terbuka membuatku mudah melihatnya.

Sejak saat itu, aku tertarik berteman dengannya, “mungkin karena dia orang baru dan juga sedikit pemalu jadi dia tidak pernah keluar rumah” pikirku.

Siang itu aku sengaja main ke rumahnya, setelah beberapa kali memencet bel akhirnya seseorang membukakan pintu.

“Siang tante” sapaku dengan segores senyuman.

“Selamat siang” jawabnya ramah.

“Ayo masuk” tambahnya.

Meski aku bingung nantinya memulai percakapan dari mana, namun aku tak menolak ajakan tante itu.

“Anaknya ibu Marisa ya?” Ucapnya memulai percakapan.

“Loh tante tahu?” Aku sedikit terkejut.

“Iya, tante beberapa kali ketemu sama ibu kamu. Oh iya mau minum apa?”

“Gak usah repot-repot tan. Hmm.. oh iya tante kalau tante ngijinin aku mau main sama anak tante ya biar lebih kenal aja, soalnya di sini juga aku gak teman deket” tambahku sedikit ragu.

Tante Tiara, nama yang baru ku ketahui barusan sesaat terdiam kemudian tersenyum.

“Tentu saja sebentar tante panggilkan dulu Hana nya ya” katanya berlalu.

Beberapa saat aku menunggu sambil memperhatikan setiap detail rumah ini, hingga akhirnya tante Tiara turun bersama anak perempuannya yang bernama Hana.

“Hai aku Ghea!” Kataku hendak berkenalan.

Namun satu hal yang cukup membuatku terkejut, dia hanya terdiam dan tersenyum, aku memperhatikannya lamat-lamat, dan aahhh ternyata.

Tante Tiara mengarahkan tangannya untuk menjabat tanganku.

“Hai, aku Hana” ucapnya ramah.

Sesaat kami sama-sama terdiam hingga tante Tiara menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana Hana sampai tidak bisa melihat.

Sejak saat itu aku sering bermain ke rumahnya dan tentu saja kami menjadi sangat akrab.

“Kamu pandai bermain piano, malam itu tidak sengaja aku melihatmu bermain, indah sekali” kataku sambil memperhatikannya.

“Aku menyukai piano, sejak kecil aku sering mengikuti les piano tapi tidak lagi setelah aku tak dapat melihat” senyuman diwajahnya perlahan berganti dengan kesedihan.

Hana gadis yang sangat cantik, baik, serta pandai, aku berharap dia bisa melihat suatu saat nanti.

“Oh iya kamu sendiri, apa hobi kamu Ghea?” Ucapnya menutupi keheningan.

“Aku, sebenarnya banyak sih hobi aku, tapi aku paling suka main basket”

“Wah kamu atlit basket rupanya, hebat. Aku juga pengen banget bisa main basket” ia tampak bersemangat.

“Benarkah? Lain kali aku ajari, kamu mau?”

Ia mengangguk dengan penuh semangat.

Tak terasa waktu libur yang kukira akan terasa begitu lama namun ku lalui begitu singkat tentunya karena ada Hana.

Sejak duduk di bangku kelas 3, aku jarang bermain ke rumah Hana tentu saja karena kesibukanku dan persiapan Ujian Nasional.

Hari itu hari minggu, aku sengaja pergi ke rumahnya. Seperti biasa kami bermain di taman belakang rumah, hari ini cuaca begitu cerah, embusan angin sesekali membuat ilalang-ilalang di sekitar pekarang menari, begitupun dengan rambut Hana yang selalu dibiarkan tergerai, angin juga ikut mempermainkannya.

“Aku mau ke luar negeri untuk operasi” kata Hana memulai pembicaraan.

“Kapan?” Nadaku sedikit ragu.

“Besok!” Ucapnya perlahan.

Aku terdiam, aku benar- benar sedih harus berpisah dengan Hana sahabat yang bahkan sudah ku anggap sebagai sudaraku sendiri.

“Ghea terima kasih selama ini telah mau menjadi temanku, tidak ku sangka di kota yang asing bagiku, meski hanya sesaat justru aku bisa menemukan teman sebaik kamu” ucapannya kini berhasil membuatku hampir menangis.

“Kapan kau akan kembali?” Ucapku perlahan.

Dia hanya menggeleng, “aku tak tahu apa aku akan kembali ke kota ini lagi atau tidak”

Kini hanya embusan angin yang berbisik, lamat-lamat aku memperhatikan ilalang di sana, aku menengadah menatap langit biru yang tampak begitu indah namun kini terasa sangat kosong untukku.

“Doakan aku supaya aku bisa melihat lagi ya, dan Ghea bolehkah aku menyentuh wajahmu?”

Ucapannya membuatku berpaling, aku meraih tangannya dan menempelkannya diwajahku.

Tangannya yang begitu lembut mulai membelai wajahku, “kamu gadis yang cantik, jika nanti aku bisa melihat aku pasti bisa mengenalimu” tampak goresan senyum diwajahnya.

Sejak hari itu aku benar-benar tidak pernah bertemu Hana lagi, bahkan saat dia hendak pergi pun aku tidak dapat mengucapkan salam terakhirku, karena hari itu aku sedang Ujian Nasional. Sempat beberapa kali aku menghubunginya namun kini aku benar-benar telah kehilangan komunikasi dengannya.

“Hei Dya!”

Hal itu telah benar-benar berhasil membuatku kaget.

“Adit kamu tuh ya” dengan kesal aku mencubitnya.

“Aw aw aw iya ampun deh ampun, abis ngelamun aja sih.” Katanya sambil tertawa.

Oh iya Adit memang berbeda dengan yang lain dia sering memanggil nama belakangku, Ghea Chrisnandya, dia lebih suka memanggilku Dya dibandingkan orang lain pada umumnya Ghea.

Saat ini aku kuliah di salah satu Universitas ternama di Jakarta, tak terasa sudah hampir 5 tahun semenjak kejadian itu, tapi aku selalu berharap agar bisa bertemu Hana lagi.

Hobi dan kecintaanku terhadap basket masih sama seperti dulu, karena hobiku ini juga lah aku mengenal Adit, ya mungkin inilah yang dinamakan jatuh cinta berawal dari hobi. Aku mencintainya, sangat.

“Sore nanti kita main basket ya?” Ajak Adit.

“Oke” jawabku singkat.

“Oke nanti sore aku jemput ya” katanya tersenyum sambil berlalu.

Hampir setiap sore kami memang menghabiskan waktu untuk bermain basket, canda tawa selalu terdengar menggema mengiringi permainan kami. Inilah hal yang selalu membuatku bahagia setiap harinya.

Hingga hari itu...

“Hei ngapain?” Adit duduk disampingku.

“Nih” kataku memperlihatkan novel yang sedang ku baca.

“Dya aku mau cerita nih, sorry ya kalau selama ini aku gak pernah cerita ini” kini kulihat Adit cukup serius.

Aku tak berkata apapun aku menantinya untuk memulai.

“Sebenarnya aku udah punya pacar, dan aku ngerasa bersalah karena selama ini kamu teman baik aku, tapi aku gak pernah cerita ini sama kamu, besok dia akan ke sini, aku pengen ngenalin kamu sama dia.” Adit sedikit ragu menanti jawabanku.

Kurasa saat itu raut wajahku berubah seketika, “tentu saja aku akan bertemu dengan pacarmu” sebisa mungkin aku mencoba riang seperti biasa.

Mendengar jawabanku Adit terlihat lega. “Oh ya namanya Hana!”

“Teg” nama yang tak asing bagiku, sesaat aku memandangnya, tapi segera aku berpaling, mana mungkin itu Hana sahabatku dulu, bagaimana mungkin Adit mengenalnya bukankah Hana ada di luar negeri.

Mendengar cerita Adit kini berkecamuk rasa dijiwaku aku terluka, dan nama pacar Adit itu juga membuatku bimbang.

Sore itu seperti yang sudah dijanjikan, aku datang ke Kafe Larasa sesuai undangan Adit untuk memperkenalkanku dengan pacarnya.

“Di mana aku udah sampe nih?” Pesan dari Adit yang kudapati dilayar ponselku.

“Iya ini aku di depan baru aja sampe” segera aku membalas pesannya.

Dengan ragu aku melangkah, mataku melihat sekeliling untuk menemukan sosok Adit, kulihat dia melambaikan tangan. Namun, kini mataku bukan terfokus pada Adit tapi pada gadis yang memakai baju putih berlengan pendek, aku tak dapat melihatnya karena duduknya membelakangi arahku.

“Dya, ini Hana!” Adit memperkenalkan kami.

Teg aku tak tahu apa yang kuasakan saat ini, perasaan sakit, senang, sedih, bimbang kini benar-benar menyatu dijiwaku. Aku memandang gadis itu lekat-lekat, cantik sangat cantik dengan kemeja putih berlengan pendek dan rok selutut yang ia gunakan ia tampak sangat cantik, selalu cantik seperti dulu saat aku mengenalnya.

“Hei” Hana melambaikan tanganya diwajahku.

“Ups sorry hai aku... Dya” jawabku sengaja tidak menyebut nama depanku.

Selama di sana aku tak banyak bicara aku hanya terfokus melihat Hana saat ini, aku begitu senang akhirnya dia bisa melihat lagi, tapi yang tidak ku mengerti bagaimana mungkin dia bisa mengenal Adit bahkan kini dia menjalin kasih dengan orang yang selama ini ku cintai, sungguh dunia begitu sempit. Hingga saat ini aku masih berharap dia bukan Hana sahabatku, bukan karena aku tidak merindukannya, tapi kenyataan ini sangat sulit, di satu sisi aku mencintai Adit tapi di sisi lain Hana adalah sahabat baikku yang selama ini selalu kurindukan, tapi mengapa aku justru dipertemukan dengan keadaan yang begitu sulit.

Hari ini ada pertandingan basket putra, Adit memintaku untuk menemani Hana karena katanya dia akan datang menonton. Kami duduk di barisan terdepan agar dengan jelas dapat melihat Adit, beberapa kali Adit melambai kearah kami saat ia berhasil mencetak angka.

Aku tak memperhatikan sekitarku hanya fokus memperhatikan permainan Adit dan sesekali mengoceh apabila permainannya kurang bagus. Tiba-tiba Adit terjatuh, sontak membuatku bangkit, aku dan Hana segera turun ke lapangan, kaki Adit terkilir namun ia tetap memaksakan menyelesaikan pertandingan. Selama permainan berlangsung aku begitu cemas.

“Kau mencintainya?” Hana memegang bahuku.

Ucapannya menghentikan aktivitasku, aku menatapnya “aku hanya berteman dengan Adit, kami sangat akrab karena kami sudah berteman lama dan sama-sama menyukai basket” ucapku berusaha meyakinkan.

Aku kembali berpura-pura tak terjadi apa-apa sementara Hana masih menatapku, aku tak tahu apa yang dia pikikan saat ini tapi yang jelas aku tak mau dia terluka dan mengetahui aku mencintai Adit.

Aku berusaha menjauh dari Adit, aku takut Hana terluka meskipun ia tak pernah tahu aku ini Ghea sahabatnya dulu, bahkan aku tak yakin dia masih mengingatku atau tidak. Adit sepertinya merasakan kejanggalan sikapku, beberapa kali ia meminta maaf padaku namun aku selalu berkata semua baik-baik saja. Aku sedang asyik bermain basket berusaha menghilangkan kegalauan hatiku selama ini.

“Aku tahu kau mencintai Adit bukan? Tapi maaf aku juga sangat mencintainya, dan aku tidak bisa menolak lamaran Adit!” Suara itu membuatku berpaling. Aku melihat Hana menangis. Aku berjalan kearahnya, segera kuhapus air matanya, bagaimana mungkin aku membuatmu bersedih hingga seperti ini.

“Adit mencintaimu, kau mencintainya, sedangkan aku hanya berada ditengah-tengah kalian, justru aku yang harusnya minta maaf, tapi tenang saja aku senang jika kalian senang, dan aku baik-baik saja” aku mengangkat jempolku dan tersenyum lebar pada Hana walau sebenarnya hatiku tidak.

Hari ini hari pertunangan Adit meskiun berat tapi ini hari bahagia untuk 2 orang yang penting dalam hidupku. Waktu terasa begitu cepat hingga kini cinta mereka sudah terikat oleh 2 cincin yang melingkar di jari manis keduanya. Tanpa ingin berlama-lama aku hendak pergi.

“Ghea tunggu” suara Adit mengagetkanku.

Adit berlari kearahku disusul oleh Hana, “Ghea? Maksud kamu apa Adit nama temen kamu kan Dya?” Hana tampak kebingungan.

“Ya, Ghea Chrisnandya” jawaban Adit membuat Hana berpaling, dia menatapku, matanya mulai berkaca-kaca.

“Jangan, jangan sampai...” Dia memejamkan matanya dan menempelkan tangannya diwajahku, kini air matanya benar-benar meleleh.

“Kenapa kau tak pernah bilang? Kini aku benar-benar menyakitimu!” Dia menangis memelukku.

“Tuhan terkadang dunia ini begitu sempit untuk menyadari suatu kenyataan...”

 

Tags: short sad

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 2
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sending My Love To Heaven
735      381     6     
Short Story
Untukmu, lelaki yang pernah membuat hidupku berwarna. Walau hanya sementara.
Vandersil : Pembalasan Yang Tertunda
342      247     1     
Short Story
Ketika cinta telah membutakan seseorang hingga hatinya telah tertutup oleh kegelapan dan kebencian. Hanya karena ia tidak bisa mengikhlaskan seseorang yang amat ia sayangi, tetapi orang itu tidak membalas seperti yang diharapkannya, dan menganggapnya sebatas sahabat. Kehadiran orang baru di pertemanan mereka membuat dirinya berubah. Hingga mautlah yang memutuskan, akan seperti apa akhirnya. Ap...
THE BASEMENT
367      262     1     
Short Story
a teenager named Hannah is going to explore her house which is build in 1995 and she is going to discover secrets
Black Roses
28886      4161     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Akhirnya Aku Datang
239      184     1     
Short Story
Akhirnya aku datang merupakan kisah kasih antara dua remaja yang ternyata bertemu kembali semenjak perginya Alisha ke Singapura. Aldrian yang tengah sakit, tidak mengetahui kedatangan Alisha.
Confession
520      373     1     
Short Story
Semua orang pasti pernah menyukai seseorang, entah sejak kapan perasaan itu muncul dan mengembang begitu saja. Sama halnya yang dialami oleh Evira Chandra, suatu kejadian membuat ia mengenal Rendy William, striker andalan tim futsal sekolahnya. Hingga dari waktu ke waktu, perasaannya bermetamorfosa menjadi yang lain.
Broken Promises
867      563     5     
Short Story
Janji-janji yang terus diingkari Adam membuat Ava kecewa. Tapi ada satu janji Adam yang tak akan pernah ia ingkari; meninggalkan Ava. Namun saat takdir berkata lain, mampukah ia tetap berpegang pada janjinya?
Story Rainy
477      325     0     
Short Story
A promise
523      331     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.
love like you
419      297     1     
Short Story