Alvi menunggu dengan bosan di ruang tunggu. Bajunya masih belum disiapkan oleh para perancang itu. Sementara itu, Niken mencoba baju pengantinnya lebih dulu dari Alvi. Ketika dia telah mencobanya dengan di dandani secara sederhana oleh para penata rias itu membuat Niken tampil beda dari biasanya. Dia terlihat begitu cantik meski dalam dandan sederhana. Baju pengantin berwarna putih itu indah sekali, dan membuat kecantikan yang sebenarnya di sembunyikannya lewat topeng ketomboyannya kini terpancar dengan jelas. Dan bahkan aura kecantikannya itu di akui sendiri oleh Alvi.
Melihat Niken berdiri di hadapannya dengan gaun pengantin yang membalutnya membuat Alvi tercenggang tak percaya melihat mahluk cantik di hadapannya. Berkali-kali asisten perancang busana itu memanggilnya tapi tak di gubrisnya. Dia mungkin tak menyadari berapa kali dan lamanya asisten perancang itu berdiri di samping tempat duduknya dengan menenteng jas ditangannya sembari meneriakkan nama Alvi berkali-kali. Dia baru terlonjak kaget dan membuyarkan fokus matanya yang sendari tadi memandang Niken, ketika seseorang menendang kakinya. Rasa kesakitannya itu terlihat jelas ketika dia memegang kakinya dan merasakan kenyeriannya dengan mengeryitkan dahinya.
“Aw... Sakit tau...,”
“Habis, loe ngapain aja sih. Kasian tuh dari tadi megangin baju loe dan manggil-manggil nama loe dari tadi,” ucap Niken sembari menunjuk asisten perancang yang masih berdiri di samping Alvi.
“Oh, sorry... gue...,” ucapnya pada asisten itu.
“Halah.. loe pasti keasyikan liatin gue sampek gak nyadar kalau tuh asisten perancang udah lama berdiri disamping loe,”
“Hah.. liatin loe..? Gak usah ge-er deh. Emang apa bagusnya loe hingga gue harus liatin loe..,”
“Udah cepet cobain baju loe. Biar cepet selesai. Gue mau pergi ke suatu tempat habis ini,” sembari menyerahkan jas dari tangan asisten perancang itu pada Alvi.
Beberapa menit kemudian Alvi sudah berdiri tepat di samping Niken dengan menggunakan jasnya. Beberapa pekerja disana termasuk asisten perancang itu meminta Alvi dan Niken untuk berfoto disana. Selepas itu, Niken langsung bergegas untuk mengganti pakaiannya dan bergegas meninggalkan Alvi yang kini juga sudah memakai pakaian yang tadi dipakainya saat pertama kali datang ke tempat itu.
“Loe, mau kemana sih buru-buru amat...,”
“Ke suatu tempat dan loe gak perlu ikut. Gue akan pergi bersama asisten Wina,” ucapnya sembari mengajak asisten pribadinya itu pergi.
“Hah... Siapa juga yang mau ikut loe. Gue juga sibuk tau..,” ucap Alvi.
“Baguslah......,”
Niken meninggalkan butik lebih dulu dari Alvi. Di waktu senggang ini sebenarnya Alvi tak punya rencana. Kedua sahabatnya tengah pergi berkencan dengan cewek-cewek baru mereka. Di perjalanan pulang Alvi menyuruh supirnya untuk berbalik dan mengikuti mobil Niken. Kali ini dia dan Niken memang hanya pergi dengan supir dan asisten masing-masing tanpa di ikuti oleh bodyguardnya seperti biasa karena tidak ingin memancing wartawan untuk meliput mereka berdua sebelum acara pernikahan berlangsung.
๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ
Mobil Niken berhenti di sebuah pemakaman. Dia turun dari mobilnya sendiri dan tak mengizinkan asistennya untuk mengikutinya. Lima menit sejak kepergian Niken ke pemakaman itu, jauh disana juga terdapat Alvi yang mengikuti kemana Niken pergi. Dia begitu terkejut ketika melihat mobil Niken berhenti di sebuah pemakaman.
“Kenapa dia kesini?” batinnya. “Apa salah satu orang tuanya meninggal dan dimakamkan disini...,” duganya dalam hati setelah menyadari bahwa dia memang masih belum mengetahui betul bagaimana keluarga calon mempelai wanitanya itu. Baginya itu tak penting untuk diketahuinya pasalnya mau tak mau dia hanya mengikuti kehendak keluarganya untuk menikahi gadis itu.
Setelah mengetahui keberadaan gadis itu, Alvi menyuruh sopirnya untuk kembali pulang kerumah. Di tengah perjalanan di ambilnya ponselnya dan dilakukannya panggilan dengan orang di seberang sana.
“Lanjutkan pencarian informasi tentang dia..,” ucapnya pada seseorang di seberang sana.
“Semuanya...?” seseorang di seberang sana bertanya.
“Iya.. lakukan pencarian secara detail tentangnya..,”
“Baiklah...,”
Alvi menutup ponselnya setelah mengakhiri panggilannya dengan seseorang diseberang itu. Lalu dia mengguman pada dirinya sendiri di sepanjang perjalanan pulang.
“Kenapa dengan gue..? Kenapa gue jadi penasaran lagi tentangnya...” gumamnya dalam batin.
๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ
Acara pesta pernikahan di gelar dengan meriah.Tamu-tamu berdatangan silih berganti memenuhi ballroom hotel yang di sulap menjadi aula pernikahan.Banyak pejabat dan para pengusaha yang berdatangan.Niken mengenakan baju putih yang kemarin telah di cobanya begitu pula dengan Alvi.Mereka tampak seperti pasangan yang sangat bahagia di hadapan semua orang padahal nyatanya baik Niken ataupun Alvi tak saling memiliki perasaan sedikitpun. Namun demikian, acting mereka sangat bagus hingga tak akan ada satu orang pun yang mengira bahwa mereka menikah atas dasar keterpaksaan.
Usai prosesi sakral dalam pernikahan berlangsung, baik Alvi ataupun Niken bersalaman dengan para tamu yang datang.Beberapa orang menyapa Alvi, dan beberapa orang rekan bisnis papanya juga datang mengucapkan selamat.Tapi, yang membuat Alvi tak habis pikir adalah Papanya lebih mengenalkan Niken pada rekan kerja papanya di bandingkan dengan mengenalkan Alvi yang sebenarnya adalah anak kandungnya sendiri.
“Kenapa harus Niken yang papa kenalkan pada mereka.Kenapa bukan Alvi?” batin Alvi yang melihat begitu akrabnya Papa nya, oma nya dan rekan-rekan bisnis papa nya juga Niken berbincang-bincang.
Masih menatap wanita yang berdiri di samping papanya yang kini sudah berstatus sebagai istrinya itu, Alvi terkejut bukan main ketika banyak pengusaha-pengusaha asing yang berdatangan dan menjabat tangan Niken seraya mengucapkan selamat atas pernikahannya.Beberapa orang asing itu baik tua maupun muda saling berbincang-bincang akrab dengan Niken seolah mereka sudah mengenal cukup lama.
Alvi mengerutkan keningnya, penasaran dengan apa yang telah terjadi di sana. Dia sungguh tak dapat mempercayai apa yang dilihatnya. Gadis yang ia ketahui miskin dan udik itu ternyata memiliki banyak kenalan para pengusaha asing, para mahasiswa luar negeri dan juga bahkan para bangsawan luar negeri.
“Siapa loe sebenarnya Ken…?” gumam Alvi.
Yang kemudian kediamannya yang memandangi Niken dari kejauhan itu segera buyar karena tepukan tangan di kedua pundaknya dari kedua sahabatnya Fandy dan Bagas.
“Apa yang loe lakuin di sini Vi?” tanya Bagas.
“Iya, loe nggak mau nyapa tamu-tamu yang lain…?” tanya Fandy.
Alvi tak menjawab dan hanya menggelengkan kepalanya sembari menyesap minuman dan gelas sloki yang di ambilnya dari pelayan.
“Ahhh…jangan-jangan loe lagi mandangin istri loe ya dari sini?” tuduh Bagas.
“Atau loe lagi ngerencanain sesuatu buat acara malam pertama loe, nanti malem…,” tambah Bagas.
“Sembarangan aja loe berdua.Gue bukan kalian ya yang otak mesum betul.Gue bahkan gak ada rencana buat nyentuh dia sedikitpun nanti malam. Loe tahu sendiri kalau gue gak ada rasa sama dia. Dan mana mungkin gue bisa nyentuh dia. Dan gue tegesin lagi ya sama kalian kalau gue beda sama kalian yang bisa melakukan hubungan itu tanpa ada rasa cinta?” jelas Alvi sedikit geram.
“Hahaha…bercanda Vi, loe serius amat sih gak asyik ah…,” ucap Fandy.
“Eh…ngomong-ngomong, gue heran deh Vi, kenapa dari tadi Papa dan Om loe sibuk ngenalin Niken ke rekan-rekan bisnisnya, padahal kan harusnya loe?” tanya Fandy kemudian.
“Iya Vi, padahal kan loe anaknya?” tambah Bagas.
“Entahlah gue nggak tahu. Mungkin sebegitu bencinya papa sama gue sampai papa harus ngelakuin itu dan lebih mempercayai orang lain di bandingkan gue yang anaknya sendiri,” ucap Alvi.
Dan kedua sahabatnya Bagas dan Fandy itu pun hanya mengangguk-nggangguk kan kepalanya seraya mengerti apa maksud pernyataan Alvi.
“Gue gak mempermasalahkan hal itu juga sih, Gas, Fan… Bahkan kalau nantinya Niken yang ngambil alih perusahaan dan bukan gue, gue juga nggak peduli.Cuman yang gue bingung dan gak percaya adalah kenapa gadis udik itu sebenarnya, hingga dia bisa mengenal banyak orang-orang asing itu?” ucap Alvi sembari menunjuk beberapa orang asing yang berbincang dengan istrinya.
“Loe bener Vi, gue juga penasaran. Dia nggak mungkin mengenal banyak orang jika dia hanyalah seorang gadis miskin yang udik dan berasal dari kampung,” tambah Bagas yang membuat mereka bertiga kini menatap ke arah pandang yang sama yakni memperhatikan Niken dari jauh yang tengah asyik bercengkerama dengan orang-orang asing tersebut. Beberapa orang-orang itu berjabat tangan dengan Niken, dan bahkan satu dua orang baik itu laki-laki ataupun perempuan tak segan untuk cipika-cipiki dengan Niken.
Tatapan Alvi pada Niken, terhenti ketika di dapatinya seorang pria jangkung yang datang memecah keheningan yang ada.Niken yang seolah tahu siapa yang datang sontak langsung berhambur memeluk lelaki itu. Dan seolah tak ingin melihat hal itu dan tak ingin didera oleh rasa penasarannya lagi untuk mengetahui siapa lelaki itu, ia segera mengalihkan pandangannya ke arah yang lain.
๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ๐ผ