Rasa penasaran membuat Alvi dengan terpaksa harus nemuin gadis itu. Dia masih tidak percaya dengan apa yang di dengarnya dari oma dan ortunya, bahwa tuh gadis tak menolak perjodohan dengan dirinya. Bahkan tuh gadis secara gamlang menyetujui perjodohan itu dengan menyebutkan secarajelas alasan dari keputusannya itu. Yang anehnya lagi adalah oma dan papanya yang malah semakin mendukung acara perjodohan itu meskipun tahu maksud dari gadis itu hingga mau menerima perjodohan.
“Oma... memang benar-benar udah gila. Mana mungkin dia tetap melanjutkan perjodohan meskipun dia tahu bahwa gadis itu punya maksud yang tidak baik. Bagi gue oma gak masalah, tapi loe tahu papa gue malah ngedukung oma gue.. gila nggak sih...,” jelas Alvi pada kedua rekannya yang menemaninya mencari gadis yang di jodohkannya itu.
Kedua temannya yang mendengar Alvi menggerutu tentang sikap oma dan papanya itu hanya manggut-manggut menyetujui semua perkataan Alvi tanpa bisa berkata apa-apa. Mereka tak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk mengeluarkan sohibnya itu dari masalah perjodohannya itu. Bagi mereka berdua, membantu Alvi dengan menentang kehendak oma dan papanya sama saja seperti menggali kuburan mereka sendiri. Bahkan lebih dari itu keluarga mereka pun bisa kena imbasnya karena jika sedikit saja membuat papa Alvi tersinggung dalam hitungan detik, papa Alvi langsung bisa mengeluarkan kedua orang tua mereka dari kerja sama dengan perusahaan K-Company. Karena bisa dibilang baik perusahaan papa Fandy maupun perusahaan papa Bagas keduanya bisa berjalan dengan baik karena kerja sama dengan perusahaan K-Company yang digawangi oleh papa Alvi.
🎼🎼🎼🎼🎼
Alvi tak menemukan gadis itu di seluruh fakultas seni budaya. Dia mengunjungi ruang seni lukis seperti yang disarankan oleh beberapa orang yang kenal dengan gadis itu, tapi tetap saja tak dilihatnya batang hidung gadis itu. Dia bertanya pada setiap orang yang berada di sana tentang keberadaan gadis itu. Beberapa orang yang ditanya malah terkejut melihat orang kelas atas seperti Alvi dan kedua temannya itu malah mencari gadis dari kalangan rendah itu. Tapi, beberapa orang dengan takut-takut juga memberitahu keberadaan tuh gadis pada Alvi yang mencarinya dengan geram.
Sebuah lapangan dengan lantai berwarna coklat yang dibentuk seolah mirip dengan bentuk dan warna kayu itu, berkumpul begitu banyak orang. Tak hanya tribun para penonton yang penuh sesak bahkan di pinggir-pinggir lapangan pun di penuhi oleh sesak orang. Alvi dan kedua temannya tak mengetahui sebenarnya apa yang terjadi di lapangan yang di hiasi dengan dua ring yang bertengger di tengah sudut yang berhadapan itu.
Dia melaju menerobos semua penonton di situ yang penuh sesak. Beberapa orang sepertinya tak mengenali dirinya. Pasalnya jika mereka mengenali dirinya pasti orang-orang itu akan menepi dan membuka jalan untuk dirinya dengan mudah.
“Kalau gue menang loe harus jauh-jauh dari cowok gue...,” ucap seorang cewek dengan pakaian training dan kaos pendek berwarna pink di tengah lapangan itu.
Sementara cewek di hadapannya cuman mengenakan T-shirt biru dan celana jins itu hanya mengangguk menuruti keinginan sang penantang. Alvi dan kedua temannya terkejut melihat siapa yang ditantang oleh si cewek berbaju pink itu.
“Gila tuh cewek, udah punya cowok malah setuju di jodohin dengan gue. Emang dia pikir gue apaan, mainan...,” ucap Alvi geram di antara sorak sorai para penonton.
Para penonton lebih banyak yang mendukung cewek berbaju pink yang kemudian dikenal dengan nama Merlyn. Merlyn, cewek yang menantang sang gadis ber-T-shirt biru itu adalah ketua tim basket cewek di kampus. Pantas aja jika dia menantang lawannya dengan bidang yang paling di kuasainya karena kemungkinan besar bagi dia untuk menang. Memang tidak begitu sportif, mengingat bahwa si cewek ber-T-shirt biru bukanlah anggota tim basket sama kayak dirinya. Tapi, sang cewek ber-T-shirt biru tetap menyetujui tantangan dari Merlyn.
“Gila cewek loe, dia mau aja nerima tantangan si Merlyn, padahal dia pasti tahu siapa si Merlyn itu,” ucap Bagas.
“Yo’i bro... Seantero kampus ini siapa sih yang nggak kenal Merlyn. Cewek terpopuler dan cewek yang paling berbakat di dunia basket. Meskipun cewek loe itu terbilang tomboy atau bahkan lebih mirip cowok daripada cewek, tapi cewek loe pasti kalah telak melawan si Merlyn itu,” tambah Fandy.
“Kalian berdua bisa diem gak sih. Dan berhenti bilang bahwa dia cewek gue. Di dunia ini cewek gue cuman satu, yaitu Irene...,” ucap Alvi tegas yang membuat kedua temannya langsung berhenti berkomentar.
Alvi dan kedua sahabatnya pun larut dalam pertandingan itu sama seperti penonton yang lain. Bahkan kini ketiganya tercenggang melihat score berbalik begitu cepat dan membuat tuh gadis kelas rendahan memimpin pertandingan. Semua penonton pun pada tercenggang dengan kehebatan si gadis ber-T-shirt biru itu. Peluit berbunyi tanda pertandingan berakhir dengan kemenangan di pegang oleh sang cewek ber-T-shirt biru. Merlyn terdiam tak mampu mempercayai kekalahannya. Sang cewek ber-T-shirt biru mendekati Merlyn yang jatuh tersimpuh di tengah lapangan.
“Gue menang dan loe kalah. Jadi sekarang gimana? Apa gue boleh ambil cowok loe...,” ucap cewek itu pada Merlyn.
“Loe.....,” ucap Merlyn dengan geram.
“Sorry aja kalau loe mikir gue mau ngambil cowok loe setelah gue menang. Gue cuman mau klarifikasi ke loe, bahwa gue gak pernah godain cowok loe atau bahkan pengen ngerebut dia dari loe. Dan asal loe tahu aja cowok macam cowok loe itu, gak pantes buat direbutin...,” jelas sang cewek ber-T-shirt biru.
“Maksud loe....??” Merlyn tak mengerti dengan perkataan cewek itu. Bagaimana mungkin dia bisa bilang bahwa cowoknya gak pantes buat di rebutin padahal cowoknya adalah ketua senat fakultas mereka dan seseorang yang sangat terpandang di universitas itu serta menjadi incaran dari para gadis-gadis lain.
“Loe tanya aja sama cowok loe yang loe agung-angungin itu. Gue hanya kasihan sama loe karna ngorbanin harga diri loe cuman buat cowok brengsek macem dia,” ucap si cewek ber t-shirt biru sembari meninggalkan Merlyn yang kini mencoba berdiri di bantu oleh rekan-rekannya. Namun, ditengah perjalanannya si cewek mengucapkan sesuatu lagi pada Merlyn. “Oh, ya.. Bilangin juga sama cowok loe, buat berhenti gangguin gue. Kalau gak gue gak segan-segan buat patahin lagi tulang rusuknya. Bukankah dia sekarang di rumah sakit...?” tanya si cewek ber-T-shirt biru yang tak mengharapkan jawaban dari Merlyn. Kemudian dia pun berlalu pergi meninggalkan Merlyn dan semua orang yang masih bergerumul di lapangan basket itu.
Sementara itu, Merlyn mencerna setiap perkataan dari cewek ber-T-shirt biru itu dan menyadari satu hal. Mungkin benar bahwa dia tak seharusnya hanya memandang kebenaran dari satu pihak saja tetapi juga harus memandangnya dari pihak lain juga. Dan hanya karena dia kekasihnya dan menderita sakit hingga terpaksa di rawatdi rumah sakit, bukan berarti dia adalah seorang korban. Bisa saja terjadi kesalahan, bisa jadi sang korban malah orang lain dan kekasihnya itu menutupinya hanya untuk melindungi harga dirinya sendiri. Menyadari pemikirannya itu bisa jadi adalah suatu fakta, Merlyn segera bangkit dan bergegas meninggalkan lapangan dan seluruh penonton yang masih terpaku tak percaya melihat kekalahan Merlyn.
🎼🎼🎼🎼🎼
Meninggalkan kedua sahabatnya masih di lapangan basket, Alvi mengikuti sang cewek ber-T-shirt biru yang terlebih dulu meninggalkan lapangan. Dengan diam-diam dia tetap mengikuti sang cewek itu pergi dan berhenti pada sebuah taman di halaman belakang gedung olah raga. Alvi, begitu terkejut ketika dari kejauhan dia mendapati sang gadis tengan duduk bersimbuh di hadapan taman-taman itu dengan menangis tersedu. Memang di sembunyikannya parasnya dengan menangkupkan wajahya di kedua lututnya, tapi tangisnya masih dapat terdengar meski beberapa meter jauhnya.
“Dia sudah menang. Tapi, kenapa dia malah menangis...,” batin Alvi. Tak hanya heran dengan kelakuan gadis itu yang menangis setelah kemenangannya untuk mempertahankan harga dirinya, tapi dia juga terheran-heran ketika mendapati gadis itu berbicara sendiri. Gadis itu berbicara sendiri seolah ada seseorang yang tengah di ajaknya bicara. Tapi, ribuan kali di kuceknya kedua matanya itu, tetap saja memang benar bahwa gadis itu sendirian disana, dan berbicara seorang diri.
🎼🎼🎼🎼🎼
Alvi tak memakan siomay yang berada di hadapannya. Dia hanya mengaduk-aduknya tanpa menyuapkan sesendokpun ke mulutnya. Kedua sahabatnya yang melihat semua itu menghentikan suapan siomay dari mulutnya dan bertanya pada Alvi perihal yang terjadi.
“Vi...,” panggil Bagas tapi Alvi masih saja melamun. Bagas sampai geram dibuatnya karena berulangkali memanggil-manggil namanya tapi Alvi tak menyahut sama sekali dan tetap pada kediamannya. “Alviiiiiiiiiii............,” teriak Bagas kali ini tepat di telinga Alvi.
“Apaan sih loe, gue gak budeg kali...,”
“Nah loe habisnya gue panggil-panggil dari tadi gak nyahut-nyahut. Mikirin apa sih loe?” tanya Bagas.
“Iya, loe lagi ada masalah dengan Irene. Apa Irene ngambek lagi...?” tebak Fandy.
“Nggak kok, gue gak lagi ada masalah sama Irene...,”
“Trus, loe lagi mikirin apa?”
“Gue..gue.. cuman lagi mikirin gadis itu...,”
“Gadis yang mana?” tanya Bagas.
“Jangan bilang kalau gadis itu.........,” tebakan Fandy dipotong oleh Alvi.
“Niken... gue lagi mikirin dia,”
“Kenapa sih loe masih mikirin tuh gadis. Apa karena melihat dia bisa menangin tantangan ngelawan Merlyn makanya loe jadi...,”
“Jangan bilang kalau loe tiba-tiba sampai suka sama tuh cewek...,”
“Ya, gak lah itu mustahil. Loe berdua tahu cinta gue Cuma buat Irene seorang...,”
“Oke...oke gue tahu..,” ucap Bagas.
“Tapi, Vi bukannya loe tadi mau nemuin tuh cewek buat nanya alasan sebenarnya kenapa dia menerima perjodohan itu?” tanya Fandy pada Alvi.
“Ah... itu...,”
“Oh, iya. Apa mungkin loe lupa karna melihat pertandingan tadi,” ucap Fandy.
“Iya, ayo kita cabut buat nyari dia sekarang...,”
“Ah, jangan temen-temen. Besok aja.. Bukankah besok masih ada waktu?” elak Alvi.
“Loe kenapa sih Vi, tadi loe bilang harus diselesaikan sekarang juga. Tapi....,”
“Ah, sudahlah itu gak segitu pentingnya. Lebih baik kita pergi ke ruang musik yok. Bukankah kalian pengen liat yang bening-beningdisana?” ucap Alvi mengalihakan perhatian kedua temannya agar melupakan topik yang mereka bicarakan tadi.
Tanpa basa-basi kedua temannya pun mengikuti usul Alvi. Pantas saja keduanya sedang jomblo sekarang. Fandy sudah putus dari pacarnya sebulan yang lalu, sementara Bagas baru putus dua minggu yang lalu. Karenanya di kelas musik terutama kelas piano yang notabene banyak dihuni oleh para gadis itu, memberi mereka berdua peluang buat bisa mencari pengganti pacar mereka. Pasalnya, gadis-gadis di kelas piano memang sudah terkenal cantik-cantiknya serta keanggunannya hingga mereka tak perlu panjang lebar buat berpikir nyari gadis-gadis sesuai tipe mereka di tempat itu.
🎼🎼🎼🎼🎼