Hari berlalu. Yuki, yang sibuk mempersiapkan kepulangan kakeknya, tidak dapat melakukan pengawasan shift satu di Nagisano Shizuka. Arlend, sebagai Shift Lead dan dengan bantuan Ayase di shift pertamanya, mengelola kedai saat manajer mereka itu absen. Yuki menyewa mobil untuk mengantar pulang kakeknya dari rumah sakit, yakni sebuah rumah sederhana yang berjarak kurang dari dua kilometer dari kedai. Hayato, yang memiliki waktu luang di pagi itu sebelum berangkat bekerja, membantu menurunkan barang-barang milik Benjiro saat berada hampir sebulan di rumah sakit dari bagasi mobil, sebelum kemudian bergegas pamit untuk mengantarkan koran.
Benjiro menghentikannya sebentar, berniat untuk berlangganan surat kabar harian, mendengar itu, Hayato dengan senang hati menerima tugas mengantarkannya setiap pagi, mengangkat topinya untuk memberikan penghormatan kepada Benjiro. “Terimakasih, Kek! Akan dengan senang hati memasukkan rumah ini ke ruteku.” Katanya sembari berlalu.
Duduk di teras bersama kakeknya, Yuki menyiapkan secangkir teh hijau yang terasa sedikit lebih panas. Setelah menyesapnya sedikit, Benjiro memilih diam dan tidak mengomentari apapun, ekspresinya tidak terbaca oleh Yuki, kakek tua itu hanya sedang ingin menikmati harinya ini.
Setelah beberapa saat, dia bertanya pada Yuki tentang perkembangan Nagisano Shizuka. Yuki menjelaskannya dengan singkat, bahwa kedai mereka sempat mengalami lonjakan pelanggan, namun, keadaan mulai sepi kembali seperti saat pertama kali ia menjalani shift di sana. Benjiro, yang masih diam, tidak memberikan nasihat apa pun, hanya memilih untuk menyesap kembali teh hijaunya dengan senyum hangat, nampak begitu ingin menikmati suasana.
Merasa frustasi, Yuki ingin segera mengetahui rahasia legendaris di balik kesuksesan masa lalu Benjiro dalam mengelola kedai kecil tersebut, karena nampaknya kesan yang ditinggalkan Benjiro di Nagisano Shizuka masih begitu kuat hingga saat ini, meski sama-sama tahu bahwa dahulu kedai itu hanya berjalan selama satu shift saja. Mendengar itu, Benjiro tertawa, hampir menumpahkan minumannya. “Yuki, kamu terlalu muda untuk mengerti kenapa aku memesan koran setiap pagi kepada temanmu si Hayato itu, serta kenapa tehmu yang kurang memuaskanku ini tetap aku sesap untuk menikmati pagi pertamaku keluar dari rumah sakit,” katanya, matanya berbinar geli.
Yuki terdiam, merasa sedikit bodoh. Benjiro kemudian memberikan lelaki muda itu sedikit kebijaksanaan, "kekuatan datang dari kepercayaan pada kemampuan tim yang kau bentuk sendiri, Yuki, bahkan ketika kau tidak berada di sana bersama mereka saat ini, kedai akan tetap baik-baik saja."
Menyadari bahwa saat ini adalah pertama kalinya Yuki meninggalkan Arlend untuk mengurus shiftnya sendirian bersama seorang rekrutmen baru, Ayase, Yuki merasa bahwa ia harus kembali ke kedai sekarang. Dengan segera, dirinya mengucapkan sampai jumpa kepada kakeknya, bergegas memakai helm dan mengendarai skuternya menuju Nagisano Shizuka yang tidak jauh dari lokasinya saat ini.
Sesampainya di kedai, Yuki disambut oleh pemandangan dimana Arlend dan Ayase menutup shift mereka dengan efisien. Udara yang masih dipenuhi aroma kopi yang familiar serta berbalut dengan gumaman lembut para pelanggan yang sedang menikmati minuman mereka. Dengan perasaan tidak percaya, di tengah merasa bersalah, Yuki terkesan saat melihat betapa baik timnya bekerja tanpa dirinya di dalam shift.
Ayase, yang sibuk menghitung pendapatan hari itu, tersenyum pada Arlend selaku Shift Lead dan mengangkat uang dari mesin kasir setelah semuanya berhasil terhitung, "hari ini kita melakukannya dengan cukup baik, Lead!" katanya riang, "dengan 10 pesanan kopi yang sudah ditambah dengan item menu non-kopi lainnya, kita mendapat keuntungan kotor 7.800 yen selama enam jam ini."
Arlend mengangguk setuju, senyum puas terlihat di bibirnya. "Tidak buruk sama sekali," jawabnya, “senang rasanya melihat kedai ini berjalan dengan baik meski tanpa Yuki di sini.” Arlend kemudian memejamkan mata dan tersenyum kepada Yuki, “tidak perlu khawatir, Yuki, semua aman terkendali dan Ayase benar-benar hebat di shift pertamanya.”
Singkat setelah itu, gemerincing aksesoris pintu masuk menandakan ada orang yang masuk, Estrella bersama Hitome secara bebarengan, setelah bersama mengendarai sepeda listrik milik Hitome, mengingatkan Yuki bahwa sebelumnya sepeda Estrella rusak, hari ini ia berencana untuk membantunya membawa ke bengkel terdekat. Arlend dan Ayase mengucapkan sampai jumpa kepada tim, menandakan pergantian shift.
"Semoga berhasil, kalian berdua," kata Ayase sambil melambai sambil pergi. "Hitome, kamu akan melakukannya dengan baik di hari pertamamu ini!"
Estrella tersenyum meyakinkan pada Hitome. "Siap untuk shift pertamamu?" dia bertanya.
Hitome mengangguk, meskipun kegugupannya terlihat jelas. "Kuharap aku tidak membuat kesalahan," akunya sambil mendorong kacamata bundarnya ke atas hidung.
Mengingat bagaimana tim di shift satu berhasil tanpa pengawasannya, Yuki memutuskan untuk mengamati Estrella dari kejauhan dan melihat bagaimana perempuan Swedia itu melatih Hitome agar terbiasa dengan menu yang disuguhkan di Nagisano Shizuka. Biar bagaimanapun, Hitome berbeda jauh dari Ayase yang punya pengalaman bekerja di bidang penyajian kopi saat di Tokyo bersama Junmai Origami. Gadis berkacamata bundar itu tidak tahu apa-apa tentang kopi, sama persis seperti Estrella saat pertama kali memulainya.
"Jangan khawatir, Hitome," kata Estrella hangat. “Aku sama seperti Hitome saat aku pertama kali mulai shift disini. Kita akan melakukannya selangkah demi selangkah!”
Hitome menjadi tenang, ia menemukan tekad yang baru berkat dukungan Estrella selaku Shift Lead kali ini.
Yuki duduk, mengawasi shift, merasakan perpaduan antara nostalgia dan kepuasan pribadi saat dirinya melihat Estrella dengan sabar membimbing Hitome mempelajari dasar-dasar penyajian kopi sebagaimana Yuki ajarkan terlebih dahulu kepada Estrella. Seorang pelanggan yang baru saja selesai meminum kopinya sedari ia memesan di shift satu, mendekati Yuki, meminta izin untuk mengadakan pertemuan ekowisata universitas di Nagisa no Shizuka.