Loading...
Logo TinLit
Read Story - Not With Me
MENU
About Us  

“Kamu selalu cantik, selalu. Seperti ini saja sudah cukup, percayalah! Tapi, kamu tak pernah menyadarinya. Tidak hari ini, mungkin besok kau akan menyadarinya...”

 

Aku senyum-senyum sendiri mengingat kata-kata itu, masih sangat jelas ku ingat bagaimana dia mengatakannya. Adit memang selalu berhasil membuatku tersenyum, dia sahabat terbaikku.

Aku kembali termenung, kini senyum miris tampak menghiasi bibirku, kata-kata Adit itu tapi tak akan berlaku untuk Rasya, tidak jika aku seperti ini. Hampir 1 tahun aku menjalin kasih dengannya tapi terkadang yang kurasakan hanya ketakutan, ketakutan akan kehilangan sosoknya. Aku begitu takut ia berpaling, meskipun sebisa mungkin aku selalu menuruti apa keinginannya.

Sebenarnya aku ini adalah wanita yang cuek terhadap penampilanku, mungkin lebih terkesan tomboy, memakai jeans dan kaos lengan panjang kurasa itu sudah cukup. Tapi, semua itu berubah setelah aku bersama Rasya. Rasya pria yang cukup populer di kampus, hampir semua wanita mengejar cintanya, tapi siapa sangka dia memilihku. Semenjak aku bersama Rasya, dia sangat posesif masalah penampilan, menurutnya salah satu hal penting dari wanita itu selalu tampil cantik dan feminim, mungkin ini yang dinamakan cinta membutakan segalanya, bahkan aku tak menolak saat ia mengubahku menjadi orang lain.

Selain selalu bermake up, kini pakaian pun harus sangat ku perhatikan. Pertama kali, saat itu aku mengenakan baju berwarna peach dengan rok selutut, serta kuoleskan gincu berwarna orange cerah di bibirku agar tampak serasi dengan bajuku, jujur saja meskipun aku cuek dengan penampilan tapi sedikit-sedikit aku bisa bermake up,  karena kebetulan kakakku memang memiliki salon kecantikan, sehingga dia sering mengajarkanku. Semua pasangan mata seolah menatapku, aku dibuat kikuk saat itu, takut ada yang aneh dengan penampilanku aku jadi salah tingkah.

“Kamu cantik Shill!” Suara itu seolah membuatku sedikit lega.

“Rasya?” Aku begitu senang menyadari keberadaannya.

Dia merangkulku, seolah begitu bangga memilikiku sebagai kekasihnya.

“Aku bilang apa, kalau kayak gini kamu cantik bangetkan, makanya kamu harus selalu perhatiin penampilan kamu kayak gini!” Ia memegang tanganku, senyuman menawan tergores jelas diwajahnya.

Aku hanya mengangguk tanda setuju sambil tersenyum menatapnya, hatiku begitu senang saat itu.

Tapi, hari itu karena terburu-buru aku tidak sempat untuk sekadar memoleskan gincu di bibirku, kukenakan jeans dan kaos lengan panjang seperti biasa. Saat aku mengetuk pintu, tatapan dosen di sana jelas menggambakan kekecewaan.

“Hampir satu jam, sama saja tidak mengikuti perkuliahan” katanya dengan nada agak kesal.

Aku sadar itu kesalahanku sendiri, aku hanya bisa minta maaf. Dengan langkah lesu aku beranjak ke kantin, karena kesiangan aku belum sempat memasukan sedikitpun makanan ke mulutku.

“Shill?” Seseorang duduk di sampingku sambil membawa semangkuk baso yang segera ia letakkan.

“Hei Dit!” Nadaku lesu.

“Kenapa lesu banget?” Tanyanya sambil mulai makan.

“Aku kesiangan dan...”

“Eh Shill, udah lama aku gak liat kamu kayak gini, Shilla yang aku kenal dari dulu, cantik, apa adanya, casual” katanya begitu bersemangat mengomentari penampilanku sampai-sampai memotong ucapanku begitu saja.

Sesaat aku menatapnya, kemudian kembali melanjutkan sarapanku. Tak ada percakapan apapun, kami sama-sama fokus menikmati hidangan itu.

“Ya ampun Shill!” Seseorang menarik lenganku sampai sendok yang ku pegang terlepas begitu saja. Aditpun bereaksi melihat kearahku.

“Rasya, maaf aku gak sempet hubungin kamu soalnya aku...”

“Shill penampilan kamu kok urakan kayak gini lagi sih?” Dia bahkan tak mendengarkan ucapanku.

“Hari ini aku ada acara dan aku mau kenalin kamu ke temen-temen aku, tapi aku gak mau penampilan kamu kayak gini!” Rasya tampak kesal.

“Mmhh.. iya maaf aku tadi kesiangan, nanti aku pulang dulu dan ganti baju ya” ucapanku berhasil membuat Adit berpaling, dia menatapku seolah tak percaya, senyuman sinis tampak menghiasi wajahnya.

Aku tak sempat mengatakan apapun, dengan cepat Rasya mengajakku pergi.

            Rasya mengajakku bertemu teman-temannya di sebuah Caffe. Saat tiba di sana kulihat 8  orang teman Rasya sudah duduk di salah satu meja yang sudah mereka pesan.

“Hai Ras!” Seorang wanita berdiri menyadari kedatangan kami.

“Sin, ya ampun kamu emang selalu cantik!” Ucap Rasya.

Sesaat aku memandang Rasya. Rasya kemudian mengenalkan aku pada teman-temannya, temannya 5 laki-laki dan 3 perempuan, tapi yang paling jelas ku ingat Sinta, wanita yang dengan jelas Rasya puji secara terang-terangan di depanku.

“Lo emang bisa aja kalau nyari pacar!” Celetuk salah satu temannya diiringi tawa.

Rasya hanya tersenyum, begitupun dengan aku. Tapi selama di sana pandanganku tak lepas dari Sinta, kurasa dia selalu menatap Rasya dengan tatapan yang berbeda.

Sepulang dari sana, selama di perjalanan Rasya dengan begitu semangat menceritakan kenangan-kenangan bersama teman-temannya tadi, aku hanya tersenyum sambil sesekali bertanya menanggapi ceritanya.

“Aku pengen kamu kayak Sinta, penampilannya selalu feminim, anggun, dia juga selalu tampil cantik!” Ucap Rasya membuatku berpaling menatapnya.

Aku tak mengatakan apapun, yang jelas saat itu aku benar-benar kecewa. Mataku terfokus pada keramaian kota yang dengan cepat hilang dalam pandanganku.

Malam itu aku benar-benar menangis, aku kecewa terhadap Rasya, tapi aku juga sangat cemburu pada kekaguman Rasya terhadap Sinta, aku takut, aku takut dia berpaling. Sejak hari itu aku selalu berusaha tampil sebaik mungkin agar Rasya tidak berpaling dariku.

Perubahan penampilanku ini membuat banyak pria yang menyukai bahkan tak sedikit yang menyatakan perasaan padaku, lebih parah lagi banyak yang memberi hadiah seperti coklat atau bunga.

“Dapet coklat lagi, buat aku ya satu” Adit duduk disampingku sambil mengambil coklat milikku dan langsung memakannya.

“Ish kamu, itu kan coklat aku!” Aku memukulnya dengan novel yang sedang kubaca, namun Adit tampak tak peduli.

Kini ia dengan sengaja mengubah posisi duduknya menghadap kearahku.

“Shill, kamu senang sama semua ini, semua kegilaan ini?” Ia tersenyum kecut.

“Kegilaan? Maksud kamu?” Keningku sedikit berkerut mencerna perkataannya.

“Bunga, coklat, semua ini” katanya mengacak-acak bunga dan coklat yang sengaja kusimpan di sampingku.

“Iiihh apa-apaan sih kamu Dit ngacak-ngacak barang orang” aku sedikit kesal.

“Aku bahkan gak kenal kamu yang sekarang Shill!” Ia berlalu begitu saja.

Aku menatapnya yang semakin menjauh. “Makasih coklatnya!” Katanya sedikit berteriak.

Aku benar-benar kesal pada tingkah Adit. “Tak bisakah ia mendukungku sebagai seorang sahabat, tak bisakah ia melihat aku yang sekarang, harusnya ia senang bukan” gerutuku kesal.

Beberapa hari ini aku tidak enak badan, sudah 3 hari aku tidak masuk kuliah. Menyebalkan, aku tidak bisa bertemu Rasya. Beberapa hari ini juga dia jarang menghubungiku, katanya sedang ada acara keluarga.

“Shill, ke dokter ya!” Ucapan mama membuatku ekspresiku berubah seketika.

“Gak usah, Ma. Ini juga udah enakan!” Aku menuai alasan.

“Gak usah nolak, nih Adit udah datang mau nganterin kamu!”

“Adit?” Aku segera mengalihkan pandanganku, ku lihat Adit sudah berdiri di depan pintu kamarku sambil tersenyum.

Aku memalingkan wajahku. Aku dan Adit memang sudah bersahabat lama, sehingga mama juga sudah sangat dekat dengan Adit.

Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam, masih kesal dengan tingkahnya beberapa hari yang lalu.

“Ih lagi sakit juga manyun aja sih” goda Adit melihatku.

“Apa sih” jawabku ketus.

“Hmmm... kalau gini bebek ada saingannya nih bibirnya, ada yang nyaingin manyunnya” ucapan Adit berhasil membuatku tertawa, dengan gemas aku mencubit lengannya.

“Dasar Adit, dia selalu tau bagaimana membuatku tertawa” kataku dalam hati sambil menatapnya yang sedang fokus mengemudi.

“Shill mampir mall dulu ya bentar aja ada yang mau aku beli, kamu tunggu aja di mobil ya!” Adit meminta persetujuanku.

Aku hanya mengangguk, Adit segera keluar dan berlari masuk. Sementara aku menunggunya di mobil. Sesaat pandanganku beralih pada mobil merah yang terparkir di sana.

“Rasya, itu kan mobil Rasya” aku memperhatikan plat mobilnya.

Dengan perasaan senang aku langsung turun dari mobil dan melihat ke sekitar. “Rasya ada di sini” bisikku senang.

Tapi betapa tidak saat ku tangkap sosok Rasya menggandeng seorang wanita, Sinta temannya waktu itu. Mereka tampak senang dan tampak begitu romantis.

Saat itu aku begitu ingin mendatanginya dan meminta penjelasan tapi kuhentikan langkahku tak mau membuat kegaduhan di sana apalagi karena urusan cinta. Adit pun muncul dan menatapku, ia pun menangkap sosok Rasya bersama wanita itu, aku langsung masuk ke mobil, melihatku Adit sedikit berlari dan segera melajukan mobil. Saat itu Rasya bahkan tak melihatku.

Entah bagaimana saat itu aku bahkan tak dapat menahan air mataku, air mata meleleh begitu saja dengan mudahnya, aku sengaja duduk membelakangi Adit menyembunyikan air mataku. Cukup lama kami terdiam, aku hanya fokus menatap cahaya lampu malam sepanjang perjalanan, sementara air mataku masih meleleh dengan derasnya.

“Shill, setiap bunga itu cantik. Tapi, adakalanya orang hanya menganggap bunga mawar yang paling cantik, padahal bunga-bunga lain juga sama cantiknya. Hanya, jika setiap bunga berharap jadi mawar, bagaimana orang lain bisa menikmati kecantikan bunga lainnya” ucapan Adit membuatku tertunduk lesu.

“Untuk memahami sesuatu apakah aku ini terlalu bodoh?” Batinku menyayangkan.

Malam itu adalah malam yang sangat menyakitkan bagiku, aku tak percaya Rasya setega itu, padahal aku sudah berusaha menjadi yang terbaik untuknya.

Hari ini aku sengaja menunggu Rasya di depan kelasnya. Setelah cukup lama, akhirnya kutemui sosoknya berjalan kearahku.

“Shill kenapa penampilan kamu gini lagi sih?” Rasya berbisik sambil memperhatikan sekitar seolah dia malu dengan penampilanku saat ini.

“Kamu bahkan gak nanyain keadaan aku sekarang?” Aku tersenyum kecut.

“Kamu kan udah baik-baik aja, buktinya sekarang kamu udah kuliah. Oke untuk hari ini karena kamu abis sakit aku toleransi, tapi besok-besok nggak lagi ya, oke?” Ia membelai rambutku.

Aku melepaskan tangannya, “aku nyaman dengan penampilanku yang seperti ini, kenapa?” Jawabku sinis.

“Nanti apa kata teman-teman aku...”

“Kamu bangga saat bisa jalan ke mall bareng sama Sinta, cewek cantik yang feminim, yang bisa kamu pamerin kecantikannya ke setiap orang?” Nadaku sedikit meninggi.

Rasya kaget dengan ucapanku, “iya, aku pengen kamu kayak gituh” jawaban Rasya membuatku semakin terluka.

“Kalau gitu kamu pacaran aja sama Sinta, cewek yang selalu tampil cantik karena make up, aku bukan boneka yang bisa kamu banggain cuma karena harus terlihat cantik setiap saat, aku bukan cewek yang cuma bisa kamu pamerin biar temen-temen kamu muji kamu, cukup mulai sekarang, silakan kamu cari cewek lain yang hanya cantik dari segi fisik, aku bukan cewek kayak gitu!” Aku berlalu meninggalkannya, sementara Rasya masih tediam, ia tampak tak percaya dengan apa yang ku ucapkan.

Air mata meleleh dari ujung mataku tapi aku tersenyum puas, ku lihat seseorang di sana tersenyum padaku, seolah memberi selamat atas keberanianku, Adit.

“Aaahh sejak kapan dia di sana?” Pikirku sambil berlalu.

Sejak kejadian itu yang ku dengar Rasya berpacaran dengan Sinta. Jujur aku sakit, berat untukku kehilangannya. Tapi, aku juga bahagia aku merasa hidupku lebih nyaman, aku bisa menjadi diriku apa adanya, menikmati hidup sesuai keinginanku.

“Aku tau pasti kamu di sini” Aku mengenal suara itu dengan jelas.

“Ya seperti biasa di halaman belakang rumah” sambutku tanpa menoleh kearahnya.

“Benar kata kamu, Dit. Ya, cukup seperti ini” aku tersenyum puas.

“Apa?” Adit mengerutkan keningnya.

Aku berbalik menatapnya dengan sedikit kesal. “Mana mungkin dia ingat” batinku sedikit kesal.

“Kamu selalu cantik, selalu. Seperti ini saja sudah cukup, percayalah! Tapi, kamu tak pernah menyadarinya. Tidak hari ini, mungkin besok kau akan menyadarinya...”

Kata-kata itu membuatku terkejut dan menatapnya, Adit menatapku kemudian tertawa, ia merebahkan tubuhnya di atas rumput hijau menatap langit biru yang tampak begitu bersahabat hari ini.

“Dia ingat” itu membuatku tersenyum-senyum sendiri, aku kembali menatapnya, masih jelas senyuman tergambar diwajahnya.

“Mungkin aku ini hanya bunga sepatu bukan bunga mawar, namun aku yakin ada seseorang yang lebih menyukai bunga sepatu dibanding bunga mawar.”

Embusan angin terasa begitu mendamaikan, ku perhatikan ilalang di sana ikut menari bersama angin. Aku yakin saat ini mereka ikut bersorak atas kemenanganku.

Tags: short

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Woozi's Hoshi
8857      2055     7     
Fan Fiction
Ji Hoon dan Soonyoung selalu bersama sejak di bangku Sekolah Dasar, dan Ji Hoon tidak pernah menyangka bahwa suatu hari Soonyoung akan pergi meninggalkannya...
Silent Scream
709      394     6     
Short Story
Kala hidupmu tak lagi sama.
Sahabat
484      354     2     
Short Story
Dhea dan Gia merupakan sepasang sahabat yang oernah berjanji untuk selalu tampil kembar. Namun Gia lupa akan janji tersebut dan mengubah penampilannya. Tentu saja Dhea marah dan menjauhi Gia. Namun bagaimana bila Dhea mengalami kecelakaan dan membutuhkan donor jantung? Akankah Gia memberikan jantungnya untuk sahabat yang telah menyakitinya? Atau membiarkan Dhea meninggal? \"Dhea akan selalu...
Here We Go Again
649      364     2     
Short Story
Even though it hurt, she would always be my favorite pain.
Ketika Takdir (Tak) Memilih Kita
581      327     8     
Short Story
“Lebih baik menjalani sisa hidup kita dengan berada disamping orang yang kita cintai, daripada meninggalkannya dengan alasan tidak mau melihat orang yang kita cintai terluka. Sebenarnya cara itulah yang paling menyakitkan bagi orang yang kita cintai. Salah paham dengan orang yang mencintainya….”
Optisien Nebula
502      350     0     
Short Story
Nebula, oleh karenanya kita berjarak. Agar aku dapat melihatmu seutuhnya. Sebab jika terlampau dekat, cahayamu membutakan.
Baniis
671      418     1     
Short Story
Baniis memiliki misi sebelum kepergian nya... salah satunya yaitu menggangu ayah nya yang sudah 8 meninggalkan nya di rumah nenek nya. (Maaf jika ada kesamaan nama atau pun tempat)
Akhir yang Kau Berikan
530      373     1     
Short Story
\"Membaca Novel membuatku dapat mengekspresikan diriku, namun aku selalu diganggu oleh dia\" begitulah gumam Arum ketika sedang asyik membaca. Arum hanya ingin mendapatkan ketenangan dirinya dari gangguan teman sekelasnya yang selalu mengganggu ia. Seiring berjalan dengan waktu Arum sudah terbiasa dengan kejadian itu, dan Laki Laki yang mengganggu ini mulai tertarik apa yang diminati oleh Arum...
THE BASEMENT
399      290     1     
Short Story
a teenager named Hannah is going to explore her house which is build in 1995 and she is going to discover secrets
Bells Flower
396      269     2     
Short Story
Bella mendekati ibunya. Dia mencoba untuk melepaskan ikatan namun tak bisa. Mata sang ibu melotot dengan mulut terbuka, menatap tajam ke arah Bella. Mulut terbuka itu menyemburkan kunyahan kelopak bells flower ke wajah Bella. Bau menyengat dan busuk jadi satu. Seketika Bella bangun dari mimpinya.