Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aromantic Roomates
MENU
About Us  

Namanya Raya, perempuan 25 tahun yang hobi makan ini tengah menatapku dengan tatapan seolah ingin membunuhku. Penyebabnya? Tak lain dan tak bukan adalah aku. Ya, aku yang secara tidak langsung melamarnya di acara kumpul keluargaku demi menghindari pertanyaan sejuta umat.

Kapan nikah?

Kronologinya seperti ini. Rumah kami bersebelahan dan rumahku selalu jadi tempat berkumpul keluarga besar setiap hari raya tiba. Raya, yang setiap tahunnya mengantarkan bingkisan dari ibunya hari ini datang dan bermaksud untuk langsung pulang setelah bingkisan itu diserahkan. Tentunya Raya yang urakan itu datang dengan kaus yang sudah usang, celana pendek serta sandal dan rambut yang berantakan. Dan disitulah letak kesalahanku.

Karena sudah muak dengan pertanyaan yang terus menerus diajukan oleh bibi-bibiku, akhirnya aku yang entah kenapa menarik Raya memutuskan untuk memperkenalkannya sebagai calon istriku. Raya, yang masih setengah sadar itu hanya tersenyum sembari mengangguk sesekali kepada bibi-bibiku. Setelah dia pulang dan kembali ke alam mimpi setelah 7 jam, ia baru menyadari hal tersebut.

"Sinting!" teriaknya begitu melihat wajahku.

"Lu ga liat penampilan gua pas ke rumah lu apa?"

"Gua berantakan kek orang gila baru bangun tidur!"

"Trus bisa-bisanya lu narik gua ke dalem,"

"Dan ngenalin gua sebagai CALON ISTRI LU!"

Napasnya tersengal-sengal dan matanya lurus menatapku. Untung saja aku minta untuk bertemu di rumahku. Kalau tidak, rasanya mungkin aku sudah tamat. Yap, sekali lagi kuperkenalkan. Raya Halima Ayunita. Dua nama belakangnya sangat bertolak belakang dengan sikapnya.

Garang, keras kepala dan tak suka basa-basi, itu sifatnya. Sejak kecil, aku diseretnya kemana kemari dan dipaksa untuk bermain dengannya. Tapi, jujur saja aku tidak keberatan. Setidaknya, aku punya teman dan aku tahu dia bisa dipercaya. Kepribadiannya juga yang membuatku yakin bahwa dia tidak akan menusukku dari belakang.

"HEH! DENGERIN GA SIH DARITADI?"

Tamat riwayatku. 

"Dengar, kok! Kelanjutannya kan?"

Raya memegangi keningnya sembari menutup matanya. Hal yang sering dilakukannya saat sedang frustasi. Sebentar lagi dia pasti akan memukul sesuatu. Apa sasarannya hari ini?

"ARGH!"

Tumpukan bata yang ada di dekatnya terbelah menjadi dua. Atlet pencak silat memang berbeda. Padahal aku sudah bersamanya sejak jabang bayi. Tapi aku masih saja takut berada di dekatnya saat dia sedang marah. 

"Tapi, Ra. Coba pikirkan lagi.  Bukannya ini juga jawaban atas permasalahanmu akhir-akhir ini?"

Raya terdiam. Ia masih membelakangiku. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini tapi yang jelas amarahnya masih belum reda. 

"Coba pikirkan, kau dan aku sama-sama punya permasalahan yang sama. Dan kita juga punya kesamaan dalam pola pikir. Jadi, kurasa ini bukan ide buruk."

Raya masih terdiam. Namun, kali ini kepalan tangannya sudah terlepas. Dia memang pemarah, tapi setidaknya dalam amarahnya dia masih bisa berpikir logis. 

"Pikirkanlah, Ra. Mungkin saja ini tidak seburuk itu."

 "Ku tunggu jawabanmu. Kau tahu kau bisa memanggilku kapan saja."

Setidaknya aku sudah mengatakan semua yang ingin kukatakan. Semoga saja tidak ada salah paham diantara kami. Aku menyukai Raya, tapi tidak secara romantis. Perasaan ini lebih ke arah menyayangi teman dan aku sepenuhnya sadar bahwa Raya juga merasakan hal yang sama. 

Raya tidak pernah jatuh cinta, dan dia takut kesepian. Akupun begitu. Dan jujur saja, rencana ini sebenarnya bukan rencana baru yang tiba-tiba muncul dalam pikiranku. Rencana ini sudah ada sejak lama. Setidaknya setelah kita menikah, kita akan tinggal bersama dan itu bukan hal buruk mengingat kita sudah saling mengenal sejak lama.

Raya juga sangat jujur pada kedua orangtuanya. Jadi kalau dijelaskan, aku yakin mereka pasti akan mengerti pilihan yang diambilnya. Menurut pemikiranku, dia pasti akan setuju dengan rencanaku. Tapi, yah pemikiran manusia tak bisa diprediksi. Jadi, kita lihat saja nanti.

"Jadi, kamu beneran bakal menikah sama Raya?"

Suara ini...ibu. Apa dia mendengar ucapan kami? Sejak kapan?

"Kalau dia menginginkan hal yang sama, iya."kataku setenang mungkin.

"Sudah ibu duga hari ini akan datang."ujar ibu sembari tersenyum dan memandangku dengan tatapan penuh arti.

"Asal kalian tahu, ibu dan mamanya sudah menjodohkan kalian sejak kecil, loh!"

Yah, aku dan Raya sudah menduganya sih.

"Tapi, kami tak mau membebani kalian. Jadi, kami tak pernah bilang."

"Tapi, ibu senang kan kalau aku dengan Raya?"

Ibu mengangguk.

"Meskipun garang dan suka menjahilimu, Raya anak yang baik."

"Itu juga yang menjadi alasanmu melamarnya, kan?"

Aku mengangguk pelan.

"Makanya, kamu yang beneran dikit napa? Masak anak orang dilamar pas lagi berantakan! Di depan keluarga besar kamu lagi! Mau ditaro dimana mukanya, hah? Gimana kalo nanti dia nolak kamu gara-gara itu?"

Ternyata memang benar itu masalah utamanya.

"Yah, kurasa mereka juga akan melihat kharisma Raya, nanti."

"Dan seiring berjalannya waktu, mereka pasti akan melupakan sosok Raya yang pertama kali mereka lihat."

"Ibu rasa, tidak begitu."

"Kamu ini, benar-benar tidak paham perasaan wanita ya."

"Mana mungkin aku mengerti, aku kan laki-laki."

Ibu terdiam dan melangkah masuk dengan kesal. Aku hanya tertawa kecil sembari melhatnya sedikit menghentakkan kaki. 

"Yah, kuharap dia menerimaku. Semoga saja."

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Love or Friendship ?
664      449     4     
Short Story
Love or Friendship? What will you choose?
Bimasakti dan Antariksa
224      174     0     
Romance
Romance Comedy Story Antariksa Aira Crysan Banyak yang bilang 'Witing Tresno Jalaran Soko Kulino'. Cinta tumbuh karena terbiasa. Boro terbiasa yang ada malah apes. Punya rekan kerja yang hobinya ngegombal dan enggak pernah serius. Ditambah orang itu adalah 'MANTAN PACAR PURA-PURANYA' pas kuliah dulu. "Kamu jauh-jauh dari saya!" Bimasakti Airlangga Raditya Banyak yang bila...
Warna Jingga Senja
4396      1214     12     
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup. Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...
Slap Me!
1601      727     2     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
Desire Of The Star
1461      927     4     
Romance
Seorang pria bernama Mahesa Bintang yang hidup dalam keluarga supportif dan harmonis, pendidikan yang baik serta hubungan pertemanan yang baik. Kehidupan Mahesa sibuk dengan perkuliahannya di bidang seni dimana menjadi seniman adalah cita-citanya sejak kecil. Keinginannya cukup sederhana, dari dulu ia ingin sekali mempunyai galeri seni sendiri dan mengadakan pameran seni. Kehidupan Mahesa yang si...
Anggi
678      499     2     
Short Story
Benar kata pepatah lama. Kita tidak pernah sadar betapa pentingnya seseorang dalam hidup kita sebelum dia pergi meninggalkan kita. Saat kita telah menyadari pentingnya dia, semua telah terlambat karena dia telah pergi.
KETIKA SENYUM BERBUAH PERTEMANAN
545      386     3     
Short Story
Pertemanan ini bermula saat kampus membuka penerimaan mahasiswa baru dan mereka bertemu dari sebuah senyum Karin yang membuat Nestria mengagumi senyum manis itu.
Matches
648      387     4     
Short Story
A cute little thing about two best friends
NWA
2375      948     1     
Humor
Kisah empat cewek penggemar boybend korea NCT yang menghabiskan tiap harinya untuk menggilai boybend ini
Teori dan Filosofi
971      588     4     
Short Story
Kak Ian adalah pria misterius yang kutemui di meja wawancara calon penerima beasiswa. Suaranya dingin, dan matanya sehitam obsidian, tanpa ekspresi atau emosi. Tapi hal tak terduga terjadi di antara dia, aku, dan Kak Wijaya, sang ahli biologi...