Sepertinya memang tak ada yang sempurna bahagia di dunia ini. Di antara aku dan senior yang mendapatkan keluarga. Ada Moon yang menjadi kesepian. Senior tidak mengenalinya sebagai sosok yang selalu ia ikuti. Adikku telah memiliki Sun sebagai kakak pertama. Ia tidak menarik kemeja Moon dengan ekspresi datar lagi. Moon kehilangan itu semua tapi ia tersenyum. Ia berkata “walaupun ingatan mereka tentangku berubah tetapi aku tetap bisa menyimpannya dalam memori.”
Moon berpamitan untuk kembali bekerja di kafe. Keluargaku tetap mengenalnya sebagai bos tempat aku bekerja. Aku hendak beranjak namun Moon mencegah, membiarkanku menikmati moment kehangatan keluarga ini. Aku menatap punggung Moon yang perlahan menghilang dari balik pintu. Pria itu memberikan kami sebuah keluarga, meskipun ia tertinggal sendirian dalam kafe gerimis yang sepi. Saat itulah tanpa sengaja tanganku menemukan kertas tulisan tangan Moon dalam kantong hoodie hitam yang masih kukenakan. Aku membacanya gemetar.
***
Untuk seseorang di tahun 2001
Seorang gadis mengganggu pikiranku. Ia terus bertanya bagaimana mengirim surat menembus waktu seperti rumor yang beredar. Sayangnya tujuan gadis itu untuk kematian secara elegan. Ia tak ingin dilahirkan. Sejak pertama kali kedatangannya untuk bekerja, gadis itu memang mengusikku. Ada kemurungan di wajahnya, padahal ia manis bila tersenyum. Berkali-kali kuingin datang menghiburnya, sayangnya yang keluar dari bibirku justru umpatan. Aku menyesalinya. Aku tak seberani adik angkatku yang seceria matahari. Aku menarik diriku. Bersembunyi dan mengamati. Gadis itu terus menolak adikku. Padahal kutahu ia juga tertarik. Aku yang terus menahan diriku akhirnya pernah melepas topengku. Ada binar asing di mata gadis itu. Binar yang kusukai. Namun, aku takut menjadi jahat untuk Sun adikku, dunianya selama ini hanyalah aku saja. Aku pun tidak tega mencintai gadis yang sama dengannya.
Moon, 2023
***
Aku tersenyum senang. Duplikat surat Moon untuk tahun 2001 menjelaskan segalanya, bagaimana isi hati Moon selama ini terhadapku.
Kini aku pun mengerti, maksud dari surat Kakek Gerimis yang ditujukan untuk Moon.
“Tunggu aku Moon …!” ucapku berbisik sendiri.
Dalam hati aku berniat akan membuka kunci hatiku untuk Moon, setelah jelas bagaimana perasaan Moon sesungguhnya, tidak ada lagi keraguanku untukku juga berterus terang bahwa aku menyukainya.
***
Pergantian tahun kali ini dilewati dengan penuh kebahagiaan. Dalam Kafe Gerimis, dipenuhi canda tawa. Bersama Moon, Tuan Neil dan keluargaku. Sun tetap menjadi matahari di antara kami, membawa keceriaan, menyusupkan kehangatan ke dalam hati yang lama membeku. Dan di malam itu ditutup dengan percakapan serius antara aku dan Moon. Bukan membicarakan perasaan satu sama lain melainkan―
Hal luar biasa kembali datang dalam kehidupanku. Setelah mendapatkan kehangatan keluarga ternyata aku juga lolos beasiswa Ferris. Itu artinya, selama satu tahun aku harus pergi ke Universitas Ferris, Jepang.
“Kau yakin akan baik-baik saja, Moon?” tanyaku cemas.
“Iya, Salli. Pergilah! Jangan cemaskan keluargamu, aku akan menjaga mereka.”
“Aku lebih mengkhawatirkanmu, Moon!”
“Ada Tuan Neil bersamaku!”
“Dia pun tidak ingat, hanya kita yang mengingat seluruh perubahan di masa kini.”
Aku sendiri heran, mengapa hanya aku dan Moon yang tidak terhapus ingatannya tentang jalan hidup sebelumnya. Kini, Sun bukan lagi senior tempat aku bekerja. Moon seperti kehilangan separuh jiwanya. Sesekali Sun sebagai kakakku datang menjemputku dan di situlah ia merasa tak asing dengan semua perabotan, peralatan pembuat kopi dan juga tumpukan loyang pastry.
Sementara Tuan Neil, berkali-kali menyatakan bahwa, hanya dia dan Moon yang sedari dulu menjaga dan merawat Kafe Gerimis ini. Saat kutanyakan soal kotak pos merah … keterangannya hampir tak ada yang berubah, terkecuali kisah Sun. Tuan Neil tidak mengerti mengapa dalam lagu hanya disebutkan tahun 2001. Ia pun tidak mengingat apakah pada tahun kehilangan sebelumnya … Kakek Gerimis telah mencoba berulang kali berusaha mengirimkan surat dan tak pernah sekalipun mendapakan balasan.
Ini semua karena hanya kehidupan keluargaku yang berubah, sedangkan jalan cerita Moon tetap sama. Menjadi yatim piatu—akibat tragedi yang tak terelakkan. Bahkan lebih parahnya saat ini ia tak memiliki Sun yang menemani hari-harinya.
Seharusnya Moon paham keinginan Kakek Gerimis agar Sun tidak menjadi penghalang untuk cinta Moon kepadaku, sayangnya … sejak saat itu, Moon justru tidak mendekatiku.
Tidak menyalahkannya, aku sudah cukup puas bahwa ternyata Moon memiliki rasa tertarik yang begitu besar kepadaku.
Ia banyak termenung. Masih mengikuti kebiasaan lamanya yang merenung melihat bulan. Aku menjadi malu, bila aku bertanya-tanya soal perasaan. Moon pastinya sedang tidak memikirkan itu. Logikanya terus menolak perubahan masa kini oleh surat menembus waktu yang hanya terjadi pada keluargaku dan tidak untuk tragedi kecelakaan orang tuanya.
Setahun tidaklah lama, aku berpikir untuk kebaikan semuanya, aku memutuskan untuk pergi ke Jepang. Sungguh berat meninggalkan Moon. Namun, Moon sendiri tidak ada keinginan untuk menahanku pergi. Sampai detik ini, kami saling tahu memiliki perasaan yang sama tanpa memastikan status hubungan.
Melangkah gontai saat pagi harinya aku berjalan di halaman kafe, memutuskan untuk berpamitan pada kotak pos merah. Seharusnya aku senang semua berakhir dengan baik, tetapi rasanya ada hati yang tertinggal, semua ini seperti permainan yang belum selesai.
Fu … fu … fu ….
Tawa meledek mampir pada gendang telingaku. Bayangan hitam itu, teramat kukenali. Tampak memainkan ekornya anggun, di bawah sinar bulan. Itu … kucing hitam yang disebutkan dalam nyanyian gerimis. Kuyakin dia bukanlah kucing biasa. Rasa penasaranku bergejolak. Hampir meraih bulu legamnya, tapi … kembali terdengar tawa mengejek itu lagi. Geram, tanganku terulur ingin mencengkeram tengkuknya, sungguh diluar dugaan ia kabur. Bukan berlari di atas dinding pertokoan seperti saat petama kali aku melihatnya. Namun, dia masuk ke dalam kotak pos merah. Sosoknya lenyap dari pandangan. Aku terperanjat dan tak bisa berkata-kata, secepat kilat otakku berpikir, entahlah … aku merasa dia tengah mempermainkan nasibku.
Membuka tasku tergesa dan kutemukan formulir tentang Universitas Ferris bertuliskan huruf kanji, hanya itu tak ada kertas lain. Kuputuskan menuliskan sesuatu di balik kertas ferris yang kosong. Kulipat membentuk sebuah amplop surat. Dan memasukkannya segera ke dalam kotak pos merah. Suara guntur menggelegar. Terdengar bunyi, klotak … Aku yakin surat singkatku tertelan mesin waktu.
Kepada seseorang yang menemukan suratku.
Bila kau bertemu seekor kucing hitam yang berkeliaran di dekat kotak pos merah, tempat kau menemukan suratku. Tangkaplah kucing hitam itu, dia bukanlah kucing biasa, dia dapat tertawa dan dapat mengubah nasibmu. Segera masukkan kembali ke dalam kotak pos merah.
Dari Salli, 1 januari 2024