Read More >>"> Evolvera Life (Episode 46) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Evolvera Life
MENU
About Us  

“Absolute barrier? Siapa yang memasangnya di sini?” gumamku sambil memperhatikan sekeliling. Semuanya berhenti. Tidak ada gerakan, tidak ada suara. Waktu seolah telah berhenti sepenuhnya. Aku bisa merasakan dingin yang menusuk, namun bukan karena suhu, melainkan kesadaran bahwa aku terperangkap di dalam sesuatu yang lebih besar dari diriku sendiri.

“Kamu lupa?”

Suara yang ku kenal dengan baik terdengar di sekelilingku, membuat jantungku berdetak lebih cepat. Itu suara yang selalu menghantui setiap langkahku. Aku tahu siapa pemiliknya.

“Tidak mungkin aku lupa...” bisikku, mencoba menenangkan diri. Tentu saja aku tidak mungkin lupa. Dialah dalang dari segala tragedi ini—sosok jelmaan dari esensi ke empat, Halley. Kehadirannya selalu membuat udara di sekitarku menjadi lebih berat dan dingin.

“Baguslah,” katanya ringan. “Omong-omong, sosok yang mengeluarkan petir tadi itu. Teknik yang dia gunakan cukup langka.”

“Apa maksudmu?” tanyaku cepat, mencoba menggali lebih dalam informasi yang selalu sulit kudapat darinya. Setiap pertemuan dengan Halley adalah kesempatan berharga untuk memahami lebih banyak tentang dunia yang semakin tidak kumengerti.

“Teknik pengendali energi listrik. Mereka bisa mengendalikan energi listrik alami maupun buatan. Tapi... itu bukan bagian yang paling menakutkan.”

“Petir sebesar itu tidak mengerikan?” tanyaku penasaran. Meski dialog ini membuatku merasa cemas, keingintahuan mendesakku untuk terus menggali. Mengorek informasi selalu menjadi salah satu kekuatan yang kumiliki ketika berhadapan dengan Halley.

“Hm, kenapa kau begitu ingin tahu?” tanyanya balik, seolah mempermainkanku.

Aku menggaruk-garuk kepala, mencoba mencari alasan yang masuk akal. “Eee... itu...” sebelum aku sempat menjawab, suara tawa anak kecilnya yang riang terdengar di sekelilingku, seperti dentingan bel kecil yang anehnya tak terasa menakutkan. Bahkan di tengah situasi sepelik ini, ia masih bisa membuat segalanya terasa seperti permainan.

“Bisakah aku bertanya satu pertanyaan?” tanyaku lagi, setengah ragu.

“Kamu sudah bertanya satu pertanyaan, Rika,” jawabnya sambil tertawa.

“Astaga, benar juga,” gerutuku. Saat aku meminta izin untuk bertanya, itu sudah terhitung satu pertanyaan.

“Kalau begitu, bisakah dua pertanyaan?” kataku dengan cepat, berharap bisa melanjutkan.

“Itu sudah pertanyaan kedua,” katanya masih tertawa, suaranya begitu ringan. “Baiklah, tidak perlu meminta izin. Aku akan menjawab rasa penasaranmu... jika itu bisa kujawab.”

Aku terdiam sejenak, mencoba merumuskan pertanyaan yang lebih penting. “Kenapa kau tidak muncul secara fisik di hadapanku kali ini? Biasanya, kau selalu melakukan itu.”

Halley terdiam beberapa saat. Suaranya berubah menjadi bisikan lembut, dan meskipun aku mendengarnya dengan jelas, aku tidak bisa melihat di mana dirinya.

“Sebenarnya, aku tidak ingin ketahuan oleh siapa pun,” jawabnya pelan.

“Tapi... waktu telah berhenti. Siapa yang akan melihatmu di sini?” tanyaku bingung.

“Ya, itu benar juga,” katanya dengan tawa kecil. “Oke, pertanyaan berikutnya.”

Aku menelan ludah, merasa tegang. Pertanyaan yang satu ini penting.

“Kenapa kau datang di saat tidak tepat seperti ini?” Suaraku hampir serak, mungkin karena tegang atau karena suasana mencekam yang menyelimuti kami.

“Karena aku ingin membantu kalian,” jawab Halley dengan nada ceria yang aneh di tengah suasana yang seharusnya serius. “Atau lebih tepatnya, aku ingin membantu kamu, Rika. Selain itu, ini justru waktu yang paling tepat, sebelum sosok di balik cahaya terang itu mati dan berubah menjadi debu.”

Ucapan itu membuatku tercekat. Aku merasakan seluruh tubuhku menegang, pikiran yang berkecamuk mencari makna dari kata-katanya.

“Tunggu sebentar, tahan pertanyaan lainnya. Aku tidak punya banyak waktu untuk menjawab semua rasa penasaranmu. Sekarang aku hanya ingin meminjam tubuhmu,” katanya tiba-tiba, suaranya begitu serius hingga membuat dadaku berdebar.

“Tubuhku?” tanyaku, alis terangkat, mencoba memahami maksudnya.

“Iya, aku tidak ingin muncul secara langsung untuk membunuh pria menyebalkan itu,” jawabnya santai.

Aku mengangguk cepat. Artemis memang pria yang menyebalkan. Bagaimana aku bisa tidak setuju?

“Lalu... apa yang akan kau lakukan dengan tubuhku?” tanyaku hati-hati, merasa waspada.

“Tentu saja, aku akan menggunakan tubuhmu sebagai media untuk terhubung dengan dunia fisik ini. Aku akan mengalahkan pria itu dengan cepat. Oh, dan satu hal, aku hanya akan mengambil 50% dari kesadaran tubuhmu, jadi kamu masih bisa merasakan rasa sakit dan menyaksikan jelas pertarungan ini.”

50%? Rasanya tidak terdengar terlalu buruk... atau begitulah yang aku pikirkan.

“Jadi aku peringatkan, jangan coba-coba mengambil alih sisa 50% kesadaranmu atau kau akan mati sia-sia hari ini.” Nada suaranya yang tajam membuat bulu kudukku meremang. Aku mengangguk cepat, tidak ada ruang untuk berdebat.

“Baiklah, pejamkan matamu,” katanya lembut.

“Sekarang?”

“Tidak, 76 tahun lagi,” jawabnya sambil tertawa. “Iya, tentu saja sekarang, teman bodoh.”

Aku merasa sedikit malu dengan pertanyaanku barusan. Kembali fokus, aku mulai memejamkan mata, membiarkan tubuhku rileks.

“Masuklah ke titik kefokusan tertinggi itu. Masuk ke dalam ruang gelap dan hampa itu. Kita akan bertemu di sana,” bisiknya, suaranya semakin samar namun jelas terukir di benakku.

Dengan napas teratur, aku membiarkan kegelapan menyelimuti pandanganku, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Perasaan cemas dan takut menyatu, tapi rasa ingin tahu serta keyakinan bahwa ini adalah satu-satunya jalan membuatku tetap tenang... meskipun ini berarti menyerahkan sebagian dari diriku pada sosok yang selama ini tak pernah benar-benar kupahami. Ucapnya memberikan arahan yang jelas, aku tidak merespon tetap fokus untuk kembali ke ruang kefokusan tertinggi.

Satu menit telah berlalu sejak aku memasuki ruang gelap tanpa batas ini, sebuah kehampaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Setiap langkah seolah tak memiliki arah, hanya kekosongan yang membungkus tubuhku. Suaraku bergema dalam dimensi aneh ini, memberi kesan seolah-olah aku berada di tempat yang tak pernah ada sebelumnya.

“Rika, aku di belakang.”

Suara Halley yang khas, mengisi kekosongan. Aku berbalik dan melihat sosoknya yang mungil seperti anak SD, namun kali ini ia tampak begitu berbeda. Halley mengenakan pakaian yang luar biasa, seolah-olah ia adalah putri dari komet yang turun dari langit. Gaun biru terang berhiaskan aksesoris aneh mengambang di sekitarnya, menyatu dengan auranya yang kuat dan misterius.

Aku tertegun, takjub dengan penampilannya. “Kenapa?” tanyanya sambil menatap wajahku yang jelas menunjukkan keterpesonaan.

“Pakaian itu... benaran dari kain?” Akhirnya, setelah 10 detik terpaku, aku mengeluarkan pertanyaan yang menumpuk di kepalaku. Kain sehalus sutra itu tampak tidak nyata, melayang dengan begitu anggun di udara.

“Ini bukan terbuat dari bahan biasa. Sebagian besar terbuat dari energiku,” jawab Halley dengan tenang. “Lagi pula, kita punya hal yang lebih penting untuk dibicarakan, seperti sosok di luar sana.”

“Ah, iya, maaf Halley. Aku terlalu terpesona dengan pakaianmu,” jawabku cepat, sadar bahwa kami punya urusan yang lebih mendesak.

“Tidak masalah,” katanya sambil tersenyum tipis. “Sekarang, dekati aku dan ulurkan tanganmu.”

“Sekarang?” tanyaku polos, tanpa sadar mengulang kebodohan yang sama.

Halley menepuk jidatnya dengan dramatis. “Iya-iyalah, sekali lagi kamu bilang begitu, aku kasih kamu piring cantik,” sindirnya.

“Eh? Dari mana datang promosi itu?” tanyaku bingung. Aku merasa konyol.

“Rika! Bisa diam tidak? Aku temanmu aja risih kalau kamu banyak tanya seperti ini,” gerutunya, namun tetap terdengar hangat.

Aku menunduk, merasa sedikit malu. “Maaf, aku hanya... kesepian.”

“Cepat ke sini!” katanya dengan nada lebih mendesak. Tanpa pikir panjang, aku mendekat dan mengulurkan tangan kananku.

“Dua tangan!” seru Halley, suaranya penuh kelelahan, seolah-olah aku anak kecil yang tidak bisa mengerti.

“Baik,” aku segera mengulurkan kedua tanganku. Tanpa aba-aba, Halley menggenggam kedua tanganku erat-erat, mendekatkan wajahnya sangat dekat denganku. Matanya yang berkilau biru seperti bintang menatap dalam ke mataku, seolah menembus jiwaku. Aku tercekat, tak bisa berpikir jernih selain terkagum oleh keindahan dan kekuatan di balik sorot matanya.

“Dengar baik-baik.” Nada suaranya menjadi lebih serius. “Jangan pernah tinggalkan tempat ini sebelum aku menyuruhmu untuk keluar. Jangan coba-coba mengambil alih kesadaran tubuh di luar sebelum aku memberitahu. Kau akan mati sia-sia jika melanggarnya.”

Ancaman itu membuat tubuhku menegang. Aku menelan ludah, merasakan kengerian dari kata-katanya. “Bagaimana kalau fokusku buyar nanti?” pikirku, ketakutan bahwa aku tidak akan bisa mengikuti instruksinya dengan sempurna.

“Kita akan berbagi fokus,” lanjutnya. “Jika aku fokus, aku bisa mengendalikan tubuh sepenuhnya. Namun, jika kau kehilangan fokus, kau mungkin akan kehilangan dirimu. Jadi tetaplah di sini, perhatikan dan biarkan aku yang mengendalikan.”

Peringatan itu begitu jelas dan tajam, membuat jantungku berdegup kencang. Aku mengangguk pelan. “I-iya...” jawabku kikuk, suara serakku hampir tak terdengar.

Halley melepaskan genggamannya dan mundur dua langkah. “Bagus, sekarang aku telah memutus ikatan kita. Aku bisa merasakan tubuhmu, Rika. Kamu juga akan tetap bisa melihat dunia luar jika menutup matamu lagi.”

Aku mencoba menutup mataku, dan seketika pandanganku kembali ke dunia luar. Halley menguasai tubuhku, tapi aku masih bisa melihat, merasakan, meski semua kendali berada di tangannya. Aura asing menyelimuti tubuhku—ini jelas aura Halley, bukan aku.

“Apa begini rasanya?” tanyaku heran.

“Ya, tenang saja, teman. Aku akan memastikan tubuhmu tidak terpotong sedikit pun,” ucapnya sambil terkekeh, membuatku merasa sedikit lebih ringan meski leuconnya terasa menakutkan.

“Heh!” Aku mendengus kesal, tapi tak bisa menahan diri untuk tersenyum.

“Baiklah, sampai jumpa setelah ini. Aku punya hadiah untukmu nanti,” tambahnya sebelum perlahan suaranya memudar, hilang di balik kegelapan.

Aku menutup mataku lagi dan merasakan tubuhku bergerak sendiri. “Tubuhku bergerak sendiri...” pikirku kagum. Setiap gerakan terasa begitu elegan, begitu kuat. Seolah-olah aku bukan hanya seorang gadis biasa, tapi seorang putri dari legenda, sosok dengan kekuatan luar biasa yang tak pernah kumiliki sebelumnya.

Menggunakan suaraku, Halley berbicara dengan nada dingin dan berwibawa. “Saatnya tubuh ini mengeluarkan potensi sebenarnya.”

Aku hanya bisa merasakan, menyaksikan bagaimana Halley mengendalikan tubuhku. Setiap otot terasa lebih kuat, setiap saraf seolah hidup dengan energi yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Ada rasa kagum, tapi juga ketakutan. Aku tahu Halley kuat, tapi bagaimana jika semuanya lepas kendali?

Klik! Halley menjentikkan jarinya, dan waktu yang sebelumnya terhenti kembali berjalan. Tanpa ragu, Halley langsung bereaksi, tubuhku melesat dengan kecepatan luar biasa. Aku bisa merasakan setiap otot yang bergerak lebih cepat dari yang bisa kupahami, seolah tubuhku telah berevolusi menjadi sesuatu yang tak pernah kuimpikan.

Flash!

Aku terpesona, lebih cepat dari yang kubayangkan. Artemis, sosok musuh kuat itu, bahkan terlihat seperti bergerak dalam gerakan lambat dibandingkan dengan kecepatan Halley.

Ctar!

Suara gemuruh petir menggema saat satu kilatan petir berhasil menembus dan menghantam tubuh kapten Lilyfa. Sebuah jeritan tertahan mengisi udara. Dadaku terasa sesak. “Kapten...” gumamku dalam hati, melihat tubuhnya yang terbakar oleh energi yang tak tertahankan itu.

“Absolute barrier!” teriak Halley menggunakan suaraku. Sebuah perisai energi muncul, menahan petir berikutnya. Tapi kerusakan sudah terjadi, dan tak ada yang bisa kulakukan untuk menyelamatkan kapten. Aku merasakan kepedihan merayap di hatiku, tapi Halley terus memfokuskan dirinya pada pertarungan.

Bum!

Ledakan suara dari petir yang menghantam perisai terasa menghentak tubuhku. Halley menggerakkan tubuhku untuk menjauh dari tubuh kapten yang tak lagi berdaya.

“Mau bagaimana lagi, bocah ini sudah tersambar petir dan mati. Aku harus menjauhkan tubuhnya sebelum benar-benar hancur,” suara Halley terdengar dingin dan tegas, tidak memberi ruang untuk kesedihan. Aku, di dalam diriku, bisa merasakan ketidakberdayaan. Sekali lagi, aku telah kehilangan seseorang.

Artemis melangkah maju, aura gelapnya semakin terasa. “Hey pria berwajah buruk, bisakah kau mundur sebelum gadis itu berubah menjadi debu karena auramu?” suara Halley yang kini berwibawa dan tak gentar, menghadapinya dengan penuh kepercayaan diri.

“Kau lagi!” Artemis meledak marah. “Berapa kali kalian akan memperpanjang pertempuran ini, huh?!” teriaknya. Aura kuat mengalir dari tubuhnya, menyebabkan ledakan sonik yang meretakkan tanah di sekitarnya. Aku bisa merasakan tekanan berat itu menghantam tubuhku.

Halley menyeka keringat di pipiku. “Serah.” ucapnya, sambil mempersiapkan langkah selanjutnya.

Flash!

Dalam sekejap, Halley menggerakkan tubuhku, melesat dengan kecepatan yang bahkan lebih cepat dari kilat. Sebuah pukulan keras terlepas dari tubuhku, menghantam udara dan menghantarkan Artemis terlempar jauh ke udara. Tubuhnya berputar beberapa kali sebelum ia berhasil menstabilkan dirinya.

“Kau iniii!”

Artemis melesat kembali ke arah kami dengan kecepatan yang tak kalah cepat.

Flash!

Halley bergerak lebih dulu, menembus ruang dan waktu, menyusul di belakang Artemis. Tubuhku berputar dengan anggun sebelum melepaskan pukulan keras tepat di punggungnya. Aku bisa merasakan dampaknya, kekuatan yang mengalir dari lenganku melalui Halley begitu luar biasa.

Bum!

Tubuh Artemis menghantam tanah dengan keras, membuat sebuah kawah kecil terbentuk. Namun, dia segera bangkit, mengumpulkan energi petir di tangannya dan mengarahkannya ke arahku.

Ctar! Ctar!

Petir demi petir dilontarkan dari tangannya, melesat cepat. Namun, Halley dengan tenang mengendalikan tubuhku untuk menghindar dengan gerakan yang begitu lincah. Aku bisa merasakan setiap kilatan petir nyaris menyentuh kulitku, namun tak satu pun yang mengenai sasaran.

“Siapa kau, hah?!” teriak Artemis marah, napasnya terengah-engah setelah rentetan serangan itu.

Halley tertawa kecil, menggunakan suaraku yang terdengar begitu dingin. “Hebat juga, barusan aku jatuh bebas dengan tiga kali kecepatan suara dan kau masih bisa menghindari seranganku.”

Artemis menyeringai, penuh amarah dan kebencian. “Cih, ini belum seberapa.” Nadanya dipenuhi oleh kekuatan yang mengintimidasi. Lalu, dengan gerakan dramatis, dia mengangkat kedua tangannya ke langit. “Aku sudah mempersiapkan ini sebelumnya.”

Di atas kami, awan hitam pekat mulai bergulung, membentuk pusaran yang menakutkan. Suara petir mulai terdengar dari jauh, mendekat dengan cepat.

Ctar! Ctar!

Puluhan kilatan petir menghantam tanah bertubi-tubi, membakar tanah dan meninggalkan jejak merah pijar yang mengerikan. Aku bisa merasakan panas dari energi listrik yang menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya.

Halley tetap tenang di dalam absolute barrier yang ia ciptakan. Tapi aku bisa merasakan energinya terkuras perlahan, perisai ini memakan banyak energi dan tidak mungkin digunakan berkali-kali.

“Tidak ada gunanya, kau tidak pernah belajar ya,” ucap Halley dingin, matanya menatap sinis ke arah Artemis.

Flash!

Tubuhku melesat lagi, lompatan yang lebih tinggi dari sebelumnya, mempersiapkan serangan telak. Aku bisa merasakan setiap otot menegang, setiap saraf bersiap untuk mendaratkan pukulan yang akan mengakhiri semua ini.

Namun, Artemis tersenyum licik. “Ha-ha-ha, ini tidak seperti yang kau duga, gadis kecil.” Suaranya bergema sebelum dia berteriak, “Thunder: Magnetic Field!”

Saat itulah tanah di bawah kakiku bergetar hebat, retak dan mulai terangkat ke udara. Kakiku tertangkap oleh medan magnet yang diciptakannya, menjebakku di tengah-tengah. Aku merasakan tubuh Halley berusaha keras untuk melepaskan diri, namun setiap gerakan terasa sia-sia. Bebatuan dan pasir dengan cepat menutupi tubuhku, menjebak setiap bagian tubuh dalam perangkap yang tak bisa kutembus.

Bum! Bum!

Halley memukul keras bebatuan di sekitarnya, namun semakin banyak dihancurkan, semakin cepat tanah dan bebatuan itu menutupi tubuh kami. Dalam hitungan detik, seluruh tubuh kami terbungkus oleh tumpukan pasir dan batu yang keras.

Aku merasakan frustrasi Halley saat ia berusaha keras melepaskan diri. “Sial, ini seperti telekinesis, hanya saja terpusat,” gumamku, atau mungkin gumam Halley.

Di dalam jebakan ini, aku merasa takut dan tak berdaya. Aku hanya bisa berharap Halley punya rencana untuk membebaskan kami dari perangkap ini sebelum Artemis menghancurkan kami sepenuhnya.

“Menyingkir tanah kotor—” sempurna tubuh tertutup oleh pasir dan yang lainnya.

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • silvius

    Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.

    Comment on chapter Episode 22
  • silvius

    Halo pembaca. Ini merupakan novel pertama saya. Saya sangat senang jika mendapatkan kritikan atau saran atau mungkin hal bagus yang membangun. Mari bersama membangun komunitas terbaik. Terimakasih telah membaca dan memberikan tanggapan yang jujur

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Nyanyian Laut Biru
2001      708     9     
Fantasy
Sulit dipercaya, dongeng masa kecil dan mitos dimasyarakat semua menjadi kenyataan dihadapannya. Lonato ingin mengingkarinya tapi ia jelas melihatnya. Ya… mahluk itu, mahluk laut yang terlihat berbeda wujudnya, tidak sama dengan yang ia dengar selama ini. Mahluk yang hampir membunuh harapannya untuk hidup namun hanya ia satu-satunya yang bisa menyelamatkan mahluk penghuni laut. Pertentangan ...
Anak Magang
45      42     1     
Fan Fiction
Bercerita sekelompok mahasiswa yang berusaha menyelesaikan tugas akhirnya yaitu magang. Mereka adalah Reski, Iqbal, Rival, Akbar. Sebelum nya, mereka belum mengenal satu sama lain. Dan mereka juga bukan teman dekat atau sahabat pada umumnya. Mereka hanya di tugaskan untuk menyelesaikan tugas nya dari kampus. Sampai suatu ketika. Salah satu di antara mereka berkhianat. Akan kah kebersamaan mereka ...
Pertualangan Titin dan Opa
3027      1181     5     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
Cute Monster
621      346     5     
Short Story
Kang In, pria tampan yang terlihat sangat normal ini sebenarnya adalah monster yang selalu memohon makanan dari Park Im zii, pekerja paruh waktu di minimarket yang selalu sepi pengunjung. Zii yang sudah mencoba berbagai cara menyingkirkan Kang In namun selalu gagal. "Apa aku harus terbiasa hidup dengan monster ini ?"
CHERRY & BAKERY (PART 1)
3621      890     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Yu & Way
899      474     28     
Romance
Dalam perjalanan malamnya hendak mencari kesenangan, tiba-tiba saja seorang pemuda bernama Alvin mendapatkan layangan selembaran brosur yang sama sekali tak ia ketahui akan asalnya. Saat itu, tanpa berpikir panjang, Alvin pun memutuskan untuk lekas membacanya dengan seksama. Setelah membaca selembaran brosur itu secara keseluruhan, Alvin merasa, bahwa sebuah tempat yang tengah dipromosikan di da...
HOME
259      187     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Khalisya (Matahari Sejati)
2405      816     3     
Romance
Reyfan itu cuek, tapi nggak sedingin kayak cowok-cowok wattpad Khalisya itu hangat, tapi ia juga teduh Bagaimana jika kedua karakter itu disatukan..?? Bisakah menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi..?? Semuanya akan terjawab disini. Ketika dua hati saling berjuang, menerobos lorong perbedaan. Mempertaruhkan hati fan perasaan untuk menemukan matahari sejati yang sesungguhnya &...
Dunia Gemerlap
19085      2791     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?
Code: Scarlet
21698      4058     15     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.