“INFERNO: AXE MASTERY!”
“BARRIER: ARMOR BARRIER.”
Puhs, BUM! Pukulan berdentum, debu tebal menutupi pandangan kami. Aku mencoba mengintip melalui debu yang berputar-putar.
“Kau kuat juga, Cedric,” kata Mark.
“Tidak, sebaliknya kau yang sangat kuat, Mark,” balas Cedric.
Astaga, kini aku bisa melihat mereka lagi. Cedric menahan kapak Mark dengan tangan kosong! Tangannya yang dilindungi Armor Barrier tidak tergores sedikit pun.
Flash! Mereka berdua mundur, lalu maju lagi dengan kecepatan kilat, saling menyerang dengan dentuman keras.
BUM! BUM! BUM! Tiga pukulan menggema dalam malam yang semakin kelam. Gerakan mereka begitu cepat hingga mataku tidak bisa mengikuti. Mereka seperti melakukan teleportasi, berpindah dari daratan ke udara lalu kembali ke daratan dalam sekejap.
BUM! BUM! Dua serangan lagi, jual beli pukulan berlanjut selama dua menit berikutnya. Hanya dalam dua menit, tanah di sekitar mereka berlubang dan terbakar.
Pertarungan berhenti sejenak. Mereka berdiri di atas tanah yang rusak, terengah-engah.
“Andai aku punya banyak waktu sekarang, aku akan meladenimu untuk adu ketahanan seperti dulu, Cedric,” ujar Mark.
“Iya, aku juga berpikir begitu, saat kau selalu kalah dari ku dalam hal ketahanan fisik.” Cedric menyeka keringat di dagunya sambil tersenyum.
Mark tertawa, Cedric juga demikian. Mereka masih sempat melempar lelucon masa lalu meski dalam situasi seperti ini.
“Baiklah, aku akan lebih serius lagi.” Mark membuang satu kapak di tangan kirinya dan fokus dengan kapak yang satunya. “Inferno: Blazing Cleave.”
BURNS! Api besar membungkus kapak di tangan kanan Mark. Percikan api terlihat mengagumkan dan menakutkan.
Slash. Mark menebas ke kanan dan kiri, menyebarkan api besar yang menjalar seperti diberi minyak. Dalam sekejap, arena pertarungan menjadi terang oleh api yang mengelilingi.
“Kita akan bertarung di dalam api seperti dulu?” Cedric bertanya. Tangannya bersiap meninju dengan tangan kosong, kuda-kuda mantap.
Mark tertawa jahat, suaranya menggema hingga 300 meter, memberikan tekanan mental yang luar biasa.
“Tentu, bukankah kita berdua lebih maksimal jika di dalam api?”
Cedric meladeni tawa itu, membuat pertarungan ini lebih mirip reuni masa lalu daripada duel dua faksi.
“Cukup Sampai Situ, Mark. Aku Akan menyelesaikan semuanya di sini.”
Api semakin besar, bersiap membungkus seluruh arena. Hawa panas mulai terasa di kulit kami. Barrier ini tampaknya tidak bisa menghalangi sifat non-fisik. Aku menatap Freya yang termenung memperhatikan.
“Freya, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanyaku. Tangan ku mengepal, Freya menjawab tanpa ekspresi. Dia hanya melihat kagum pertarungan itu.
“Aku tidak tahu,” jawab Freya datar.
“Argh, kenapa aku bertanya ke orang yang salah sekarang.” Aku menggeram kesal. Tidak ada yang bisa kami lakukan dari dalam barrier ini, sedangkan Cedric dan Mark terus berbalas serangan.
Ayo Rika, aku pasti bisa memikirkan sesuatu setidaknya untuk melindungi kami. Melindungi? Apa aku sanggup melakukannya?
Bum! Mark terlempar ke atas, keluar dari kepulan debu dan asap pekat. Dia berhasil menyeimbangkan tubuhnya di udara, lalu meluncur turun dengan kapak yang menyala-nyala. Cedric menangkis serangan itu dengan perisainya, menciptakan percikan api yang mengelilingi mereka.
“Ini akan berakhir di sini, Mark!” teriak Cedric dengan penuh keyakinan. Dia melancarkan serangan balik, memukul Mark dengan kekuatan penuh. Tangan kosongnya yang bersinar dengan energi tak terlihat menghantam Mark dengan keras, menyebabkan Mark terdorong mundur beberapa meter.
Mark tersenyum, darah mengalir dari sudut bibirnya. “Kau selalu penuh kejutan, Cedric. Tapi aku belum selesai!”
Dengan teriakan keras, Mark melompat ke depan, mengayunkan kapaknya dengan kekuatan yang meledak-ledak. Cedric menangkis dengan perisainya, namun serangan Mark begitu kuat hingga membuat Cedric terdorong mundur.
Pertarungan terus berlanjut, setiap serangan semakin ganas dan mematikan. Aku bisa merasakan jantungku berdegup kencang, ketegangan semakin meningkat. Cedric dan Mark saling bertukar serangan dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa. Setiap dentuman senjata mereka membuat tanah bergetar, menciptakan gelombang kejut yang menyebar ke seluruh area.
Aku tahu kami harus melakukan sesuatu. “Freya, kita harus membantu Cedric!” seruku dengan putus asa.
Freya menatapku dengan mata yang penuh kebingungan. “Tapi bagaimana? Kita tidak bisa keluar dari barrier ini.”
Di saat aku berpikir keras, Cedric berhasil memukul telak ke atas, membuat Mark terlempar ke langit malam. Mark melayang sejenak kemudian berteriak memberi perintah kekuatan.
“INFERNO: GIANT AXE MAXIMUM!!!”
Wooom! Kapak itu membesar tiga puluh kali lipat, sebesar gedung dua lantai—itu gila, bagaimana kami akan menahan kapak besar dengan api yang membara menyelimutinya?
“Freya, Rika, lindungi diri kalian!” Cedric berseru memberi perintah. Aku menatap tubuhnya yang masih diselimuti cahaya kuning keemasan. Bajunya penuh dengan debu, sedikit terbakar, dan koyak di beberapa bagian. Jantungku berdebar melihat kondisi Cedric, tetapi ada keyakinan yang kuat terpancar dari sorot matanya.
“Aku akan coba melindungi seluruh Fraksi,” Cedric kembali berseru. Kedua tangannya terangkat setinggi-tingginya, matanya memejam. Kalimat perintah diucapkan kali ini lebih tenang, tanpa teriakan, persis sangat sunyi dan menggema terbawa udara panas.
“Barrier: Barrier Expansion, Maximum.”
Wuph-wuph-wuph. Barrier tiga lapis terbentuk di sekelilingnya kemudian terangkat dan membesar, semakin besar, menjadi sangat besar. Cahaya emas di tubuhnya menghilang, ikut terangkat membentuk barrier.
“CEDRIIIIIC!”
“Huh?” Cedric menoleh dengan cepat.
“AKU AKAN COBA MENAHAN KAPAK SELAMA 10 DETIK, JADI COBALAH LAKUKAN APAPUN SEBELUM SEMUANYA BERAKHIR.”
“OKE.” Dia memberi jempol kepadaku. Aku tidak peduli jika itu pujian untuk sekarang, tapi yang jelas, nyawa ratusan orang di tempat ini akan berakhir jika barrier tiga lapis itu pecah. Aku berbisik kecil, hanya aku yang bisa mendengar kalimat yang terucap.
“Aku percayakan nyawa ku, kapten.” Aku mengangkat tangan ku ke atas kemudian mengepal kuat. Aku memejamkan mata, berusaha masuk ke titik fokus tertinggi. Hingga akhirnya, aku tiba di ruangan gelap yang sangat kosong. Hanya aku sendiri, sangat sunyi dan gelap, tidak ada suara luar yang masuk. ‘Ayo diriku fokuslah, bayangkan ada rantai di tanganmu, rantai yang sangat panjang dan kuat, lalu bisa dikendalikan. Aku yakin rantai itu ada di tangan ku dan rasakan sensasinya,’ gumam ku dalam hati.
“SEKARANG RIKA!!!” Cedric berteriak, suaranya membawa kesadaran ku naik ke permukaan lagi. Kapak besar itu sudah diayunkan, siap mengirimkan potongan yang amat panas di ujung bilahnya. Tanganku gemetar, mataku menatap ngeri langit yang memerah. Aku meneriaki kalimat perintah kekuatan.
“Imagination: Chain Shackles!”
Tangan kanan ku perlahan bercahaya, diikuti butiran cahaya kuning seperti kunang-kunang tersedot ke genggaman tangan ku. Energi barrier Cedric perlahan juga disedot kemudian bertransformasi menjadi rantai emas besar, sedikit transparan, melilit di sekujur lengan kanan ku.
“HIYAAAAAAAK!!!” Aku berteriak sangat keras hingga Freya menutup telinga dengan kedua tangan. Tanganku gemetar mengeluarkan rantai besar dan panjang yang merangkak menuju langit. Aku berteriak bukan karena ingin bergaya, tetapi karena rasa sakit yang sangat di kepala. Mungkin saja bayaran dari kekuatan ini lebih buruk lagi dari sekadar sakit kepala.
Tangan ku masih terjulur ke atas, fokus mengendalikan rantai-rantai itu setiap meternya. “Sedikit lagi, ayolah,” tanganku gemetar terasa berat, kepalaku rasanya seperti akan copot disusul pandangan ku yang mulai menghitam. Aku hampir tidak kuat—
“Healing: Peace of Mind, bertahanlah Rika,” Freya mengejutkan ku, tiba-tiba memberikan healing yang sejuk menenangkan, meringankan rasa tekanan di kepalaku.
“Maaf Rika, aku tidak bisa memberikan penyembuhan lebih dari ini sekarang, tubuhku kelelahan efek serangan mental tadi.” Dia mengucapkannya dengan nada penyesalan, tetapi matanya menunjukkan tekad kuat.
Aku tersenyum dan menggeleng, mencoba menunjukkan padanya bahwa bantuan kecilnya sudah lebih dari cukup. Wajahnya khawatir dengan keringat yang mengucur deras dari jidat. Aku tidak bisa membiarkan usaha ini sia-sia.
Aku memejamkan mata, merasakan energi dari Cedric dan Freya yang memberiku kekuatan tambahan. “Kita bisa melakukannya,” bisikku dalam hati, memusatkan segala harapan dan tekad pada rantai yang ku kendalikan.
“Ini lebih dari cukup Freya, terimakasih.” Ucap ku setelah ia terus memberikan energi penyembuhan setiap detiknya.
Aku kembali fokus ke target. Target rantai ini adalah kapak itu. Aku harus bisa menahan kapak itu terayun.
BUM! Kapak itu menghantam keras di atas lapisan pertama. Crack! Hanya butuh waktu empat detik sebelum lapisan itu mulai retak. Bling! Lapisan pertama pecah seperti kaca, terbakar habis di udara. Jantungku berpacu melihat kekuatan dahsyat itu menghancurkan pertahanan pertama kami.
Tring tring tring! Rantai emas itu berhasil membelit seluruh bagian kapak hingga gagangnya. Aku menegangkan rantai itu, berusaha menahannya agar tidak meluncur cepat menuju lapisan kedua.
“SEKARANG, KAPTEN!” Aku berteriak sekencang mungkin, suaraku berusaha mengalahkan deru angin panas yang menderu kencang bagai badai.
“Barrier: Compression Barrier.”
Whoos! Barrier emas itu menyusut, masuk ke genggaman tangan Cedric yang terangkat sebelumnya. Tubuhnya bersinar kuning keemasan, tangannya terbungkus energi barrier.
“Barrier Punch!” Kalimat perintah itu diucapkan dengan penuh keyakinan. Barrier itu membentuk tinju emas sedikit transparan, seukuran kepalan tangan.
Cedric melompat, bersiap mengayunkan lengan kanannya dengan cepat ke arah kapak. Dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya, dia mengayunkan pukulannya.
“HIYAAAAAAAAAAK! BUM!” Cedric memukul cepat ke atas. Tinju barrier itu tertembak seperti peluru, energi tinju yang sebelumnya seukuran kepalan tangan kini melebar sangat besar, hampir seukuran kapak raksasa Mark.
“BUM! TACK!” Pukulan itu tepat menghantam kapak besar yang tertahan rantai sejak tadi, membuatnya tidak bisa digerakkan oleh Mark. Kapak itu pecah berantakan, dan tinju barrier itu masih melanjutkan pukulannya.
BUUUM! Pukulan telak menghantam seluruh tubuh Mark, tubuhnya terhempas ke langit, kemudian jatuh dengan keras ke tanah.
BUG! Debu menutupi jatuhnya. Cedric mendarat dengan mantap di sebelahnya, tubuhnya tampak tegap meski terlihat kelelahan.
“Kau tidak akan mati semudah itu, Mark. Barrier: Barrier Prison.” Barrier emas berbentuk bola mengurung sempurna, menjebak Mark di dalamnya.
“Heh, kenapa kau tidak menghabisiku sekarang, HAH?” Mark masih saja mengoceh meski tubuhnya penuh darah dan lebam. Berisik sekali.
“Ada yang ingin ku tanyakan tentang masa lalu,” jawab Cedric dengan tenang.
“Cih, aku tidak berharap kau menanyakan.” Mark berusaha tetap sombong, meskipun terlihat jelas betapa lemahnya dia sekarang.
“Berhentilah mengoceh. Tulang dadamu sudah retak, seluruh tubuhmu hampir hancur termasuk organ dalammu. Darah segar keluar dari mulutmu, dan kau masih ingin bertarung?”
“Aku tidak peduli. Ini harga diri, mati atau hidup membawa kemenangan.” Mark menatap tajam, penuh kebencian yang tak pernah pudar.
Cedric menghela napas panjang, menatap prihatin teman sekaligus sahabat lamanya di satuan pemadam kebakaran. Ingatan masa lalu melintas, betapa mereka dulu berjuang bersama.
“Prajurit, bawa pria ini ke penjara bawah tanah,” perintah Cedric dengan tegas.
“Baik, Kapten!” Para prajurit segera mengangkat bola barrier, membawanya pergi dengan penjagaan ketat. Sisa pasukan Fraksi Hukum terus memukul mundur pasukan Fraksi Teror Malam.
Aku menghela napas lega, merasakan beban yang perlahan-lahan terangkat. Meski tubuhku lelah dan penuh luka, ada rasa puas melihat usaha kami tidak sia-sia. Aku menatap Freya yang tersenyum lelah tapi lega. Bersama, kami berhasil melindungi yang berharga.
“Kita berhasil, Rika. Kita berhasil,” bisiknya, membuatku tersenyum walau tubuhku terasa nyaris roboh.
Malam itu berakhir dengan kemenangan bagi kami. Seluruh petarung merayakan kemenangan dengan sorak sorai, sementara yang lain berjaga secara bergilir. Hingga besok pagi, semua orang bisa kembali ke rumah masing-masing jika situasi darurat sudah dicabut.
Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.
Comment on chapter Episode 22