Read More >>"> Evolvera Life (Episode 15) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Evolvera Life
MENU
About Us  

“Freya, Rika, kita harus melindungi markas bawah tanah. Lebih tepatnya, kita harus melindungi Luna,” Cedric memerintahkan, suaranya penuh ketegasan.

“Baik, Kapten,” jawab kami berdua serentak. Kami bergegas keluar. Hal pertama yang kami lakukan adalah membuka jalan menuju lokasi markas pusat.

BUM! Ledakan keras terdengar begitu kami keluar dari pintu lobi apartemen.

“Kalian, cepat pergi, aku akan menahannya sebentar,” Cedric memerintahkan, bersiap dengan senjata dan posisi kuda-kuda yang mantap.

Aku menolak tegas. Kami tidak akan meninggalkannya sendirian di medan perang. “Kapten, perintahkan kami dalam posisi bertempur,” ujarku dengan tekad yang bulat.

“Kalian harus menjaga Luna,” Cedric menolak dengan tegas.

“Tidak, itu malah akan lebih berbahaya. Luna pasti akan marah besar jika tahu kaptennya tidak ada di sisinya,” protesku dengan suara yang bergetar, terhanyut oleh deru ledakan yang terus terdengar.

“Baiklah, ambil posisi tempur,” Cedric akhirnya menyerah. Aku dan Freya segera mengangguk, mengangkat senjata kami.

“Party Alaya akan menunjukkan kemampuannya sekali lagi,” Cedric berkata, mencoba mengangkat semangat. Meskipun demikian, wajahnya penuh dengan ketegangan.

“Barrier: Armor Barrier,” Cedric mengucapkan perintahnya. Tubuhnya menyelimuti penghalang kuning yang menyerupai baju besi. Seketika itu juga, dia meluncur maju dengan cepat.

BUM! Cedric langsung menyerang petarung musuh dengan pukulan yang cepat dan mematikan. Aksinya sungguh mengagumkan.

Aku bersiap dengan kemampuan panahku. “Freya, ayo barengan menembak,” ajakku.

Freya mengangguk, menarik busurnya dan mengarahkan tiga puluh panah ke arah musuh. Mataku tetap fokus, memperkirakan arah angin dan gerakan musuh di depan kami.

“Tembak!” kami melepaskan panah bersamaan. Dua anak panah menghantam sasaran dengan presisi yang luar biasa.

“Ya!” Freya bersorak riang, mengepalkan tangannya.

Bumi berguncang oleh serangan yang semakin memuncak di depan kami. Kami terus membidik, berusaha melindungi Cedric dari jarak jauh. Meskipun Barrier Cedric cukup kuat, dia tetap terpukul-pukul oleh ledakan bom atau serangan musuh.

“Kapten, barriermu sekarang!” seruku setelah menyadari sesuatu yang buruk. Cedric segera mundur mendekati kami, dua detik sebelum serangan datang.

“Barrier: Bubble Barrier!” Cedric berteriak sambil mengeluarkan perintahnya. Barrier kuning berbentuk gelembung segera muncul mengelilingi kami.

Brrrrrrt!!! Peluru-peluru musuh berusaha menembus barrier kami dengan cepat. Suara tembakan berulang-ulang memenuhi udara, tapi barrier kami berhasil menahan serangan mereka.

Namun, beruntung, musuh lupa bahwa serangan langsung dengan senjata api tidak akan efektif terhadap sebagian besar Hyper. Kami memiliki dinding pelindung energi yang tidak bisa ditembus oleh peluru. Berbeda dengan senjata kuno seperti busur dan panah, yang bisa mengarahkan kekuatan penggunanya untuk memberikan efek khusus pada setiap serangan.

“Kapten, senjatanya overheat!” teriakku.

“Ayo maju!” Cedric memerintahkan.

“Baik!” jawabku dan Freya serentak.

BUM! Cedric maju lebih dulu, menghantam siapa pun yang mendekat. Dia seperti bola besi yang tidak bisa dihentikan, terus menerobos barisan musuh dan memecah formasi mereka.

“Rika, tembak ke kiri!” teriak Freya memberi peringatan.

Aku langsung meluncurkan tembakan. Itulah gunanya kami berdua di belakang Cedric, menjaga dari serangan musuh yang datang dari samping.

Sementara Cedric berusaha memporak-porandakan formasi penyerangan musuh, pasukan utama faksi hukum datang. Seseorang dari mereka berteriak lantang dan tegas.

“Bentuk formasi pertahanan, evakuasi bagi yang bukan petarung!”

“Kalian, kenapa ada di sini?” Pria dengan pakaian tempur penuh dengan metal itu adalah pemimpin pasukan.

“Kami sedang mengulur waktu, menunggu evakuasi selesai sebelum kalian datang,” jelaskan Freya dengan detail, pandangan matanya masih terfokus ke depan, siap membidik.

“Cukup sampai di sini, nona. Kalian harus mundur ke garis belakang, masuk ke dalam bunker bawah tanah terdekat.”

Tanpa ragu, kami mengangguk. Pertarungan ini memang bukan milik kami.

“Kapten, mundur,” teriakku memanggilnya yang fokus menahan serangan dengan Barrier berlapis. Itu kemampuan baru yang kulihat.

Whoos! Cedric meluncur cepat ke belakang. Angin deras menerpa kami, membuat rambut kami berantakan.

“Hei, bisakah kau datang lebih pelan? Lihat rambutku berantakan,” keluh Freya, wajahnya terlihat kesal, meskipun lucu. Jika situasinya lebih santai, kami pasti akan tertawa.

Kami berlari menuju markas pusat. Nafasku terengah-engah dan kami masih harus menempuh 3km lagi. Butuh 20 menit jika kami berlari menggunakan kemampuan.

Tiba-tiba, aku merasa tubuhku memperlambat gerakan. Ini respon aneh. Seolah-olah tubuhku mengatakan jangan pergi lebih jauh.

Cedric dan Freya berhenti, bertanya-tanya.

“Kenapa berhenti, Rika?” tanya Cedric.

“Aku merasakannya. Ada aura yang sangat kuat di depan,” kataku setelah menatap ke langit yang jauh.

“Ini kemampuan luar biasa. Auranya terasa ratusan meter,” tambah Freya.

“Tidak peduli, kita harus bergegas!” perintah Cedric kembali berlari dan kami menyusul di belakang.

20 menit berlalu, kami tiba di lapangan tempat pintu bunker. Tetapi kami disambut oleh sesuatu yang membuat jantungku berdebar kencang. Dan itu bukan karena cinta.

“Kapten.” Dadaku terasa sesak. Ini mengerikan. Banyak mayat berserakan. Darah menggenang di kubangan. Ini bukan pertarungan, tapi pembantaian.

“Kapten, ada sesuatu di atas sana yang mengarah ke kita,” seru Freya. Aku mendongak dan melihat sosok yang menyeramkan, menggantung di udara dengan mata ungu terang dan pakaian tempur berwarna hitam pekat.

Aku menelan ludah, kaki gemetar. Sosok itu bahkan terbang 15 meter di atas kami, memegang kapak.

“Barrier: Anti-heat bubble!”

Whoos-BUMMM! Sebuah bom meledak tepat di atas kami. Cedric segera membuat penghalang, menyelamatkan kami dari ancaman meledaknya bom.

“Rika, Freya, kalian baik-baik saja, kan?”

“Ya, baik. Tapi kapan dia melempar bom itu? Aku bahkan tidak bisa melihat gerakan tangannya,” kata Freya, tercengang.

“Itu tidak penting sekarang, kita harus berlindung masuk,” kata Cedric tegas, wajahnya tidak panik sama sekali, meskipun ada tetes keringat di dahinya.

Pintu markas itu tidak jauh dari sini. Kami hanya memiliki 100 meter lagi untuk membuka pintu. Tapi sepertinya ada ujian lain yang harus kami lewati. Pintu itu mulai menutup otomatis, mereka menjalankan prosedur isolasi.

“Aaaaarg!” Cedric berteriak.

“Kalian cepatlah masuk, aku akan menahan pintu ini selama 4 detik,” ucap Cedric dengan suara serak, tangannya gemetar menahan pintu besi seberat 500kg itu. Aura kuning bercahaya memenuhi tubuhnya.

Aku berlari kemudian merangkak masuk. Pintu itu hampir tertutup. Wajah Cedric sudah merah, dia tampak tidak sanggup lagi.

Bum! Pintu itu terbanting ke tanah, tertutup dengan rapat. Cedric terbaring di lantai, nafasnya terdengar keras dan tidak teratur.

“Untunglah posisiku menahan pintu saat sudah berada di dalam,” kata Cedric suaranya patah-patah.

“Iya, kalau kau di luar, pasti tidak bisa masuk dari celah sempit itu dengan badan sebesar itu,” sahut Freya, yang juga terengah-engah.

“Cedric, Freya, cepat kita harus melihat kondisi Luna,” ucapku, mengabaikan pembicaraan dan langsung bergegas ke lorong medis. Markas bawah tanah ini lebih mirip kota bawah tanah, dengan setiap bunker yang terhubung satu sama lain, termasuk ke markas pusat. Aku tidak tahu jumlah total bunker di sini, tapi itu tidak perlu dipikirkan sekarang. Kami terus berlari di lorong, suara sirine kembali terdengar, cahaya merah kelap-kelip memenuhi lorong, dan semua orang panik bergegas ke pos penjagaan masing-masing.

“Inilah usaha terakhir kita. Bagaimanapun caranya, jangan biarkan mereka melewati pintu bunker ini,” ucap seorang prajurit yang berlari bersama rekannya, bersiap melakukan ronde kedua.

“Kapten, apakah faksi teror malam ini sangat berbahaya?” hampir sampai, tapi aku memutuskan untuk menanyakan apa yang terpikirkan dalam kepalaku.

“Aku belum tahu pasti, tapi firasatku mengatakan ini akan buruk,” jawab Cedric.

Setelah 5 menit, kami tiba di lorong medis. Kami mencari ruangan di mana Luna dirawat. Freya berseru, dan aku refleks menoleh.

“Lihat, ada seseorang yang melakukan sesuatu dengan Luna.” Seorang suster sedang memasukkan sesuatu yang mencurigakan ke selang infus Luna.

“Apa yang kau lakukan!” teriakku. Aku tidak tahu kenapa nadaku tiba-tiba naik seperti itu. Freya, kesal karena tidak dijawab, langsung memukul suster itu dengan keras hingga pingsan.

“Rika, jaga suster itu. Aku harus cek kondisi Luna,” kata Freya.

Aku mengangguk, membalikkan badan untuk menatap suster yang tergeletak di lantai. Dia pingsan dengan satu pukulan.

“Ada apa, Freya?” Cedric bertanya saat aku kembali menoleh ke arahnya. Wajahnya kini pucat, tampak kesal dari genggaman tangannya yang gemetar.

“Inilah obat bius total,” kata Freya pelan.

“Tunggu, selama ini Luna hanya dibius dan baik-baik saja?” tanya Cedric, wajahnya masih merah karena ingin marah.

“Aku tidak mengatakan ini baik-baik saja, karena tubuhnya mungkin lumpuh karena overdosis bius,” jelas Freya.

“Apa yang kau lakukan, Yeriko, bajingan!” Cedric membalikkan badannya dan bergegas keluar dengan tangan yang mengepal keras.

“Eh, hey, Kapten, mau kemana?” Aku mencoba menahannya. Langkahnya terhenti sejenak saat melirik ke belakang.

“Tunggu di sini, aku akan membawa kita pergi dari sini. Sekarang, tugas kalian adalah memastikan Luna baik-baik saja,” ucap Cedric sebelum melanjutkan keputusannya sendiri. Bahunya perlahan mulai hilang di balik lorong. Aku ingin menghentikan Cedric, tapi aku tidak bisa bergerak sama sekali seolah di tahan sesuatu. Beberapa menit setelah Cedric pergi, Freya menemukan sesuatu yang aneh.

“Ternyata mereka tidak seburuk itu, ya,” katanya.

“Ada apa dengan Luna?” tanyaku bingung.

“Mereka juga memasukkan cairan penyembuhan tulang yang keropos dan patah. Obat bius itu ternyata juga berguna untuk membuat Luna tidak merasakan sakit secara langsung,” jelas Freya, yang dulunya adalah seorang tenaga medis. Penerawangannya dan hipotesisnya dapat dipercaya.

“Jadi kita salah paham?”

“Bisa di bilang begitu, namun—kenapa mereka memanipulasi data medis untuk menjadikan status Luna sebagai pasien koma?

“Apa yang sebenarnya mereka rencanakan?” tambah Freya

BUM! “Huh.” Sentakan kaget membuat kami berdua terbelalak. Aku dan Freya saling menatap, wajah panik kami tidak terbendung.

“Rika, cepat kejar Cedric. Jangan biarkan dia mengamuk sekarang.”

Aku mengangguk mantap, membenamkan ketakutanku. Keputusan itu harus diambil.

“Jangan takut, Rika. Hanya kamu yang bisa diandalkan sekarang. Aku mohon, jangan biarkan dia semakin marah. Bisa-bisa seluruh lorong runtuh bukan karena musuh, tapi karena Cedric.”

Aku mengangguk sekali lagi, lalu bergegas keluar dari ruangan, menyusuri lorong dengan langkah cepat. Baru dua menit berlalu, tapi langkahku terhenti di persimpangan empat lorong. “Apa yang terjadi di sini? Kenapa para penjaga terkapar semua?” Jejak pukulan jelas terlihat. Cedric pasti menuju ruangan berteknologi tinggi itu.

Tidak lama kemudian, aku sudah melihat bahunya. Hendak berseru memanggil, tapi bibirku membeku. Tubuhku terkunci, bergetar keras. Aku menggigil, apakah rasa takut telah mengalahkan kendali tubuhku?

“Kapten, be-be-ber.” Argh, aku berharap hanya satu kata saja. Tidak apa-apa. Aku mohon, tubuhku, bergeraklah. Kuatkanlah diriku. Aku mohon, kalahkanlah ketakutanku.

“A-a-aku.” Tubuhku tidak merespon. Aura kuning pekat menyelimuti lorong, menghisap semua kegembiraan.

Tiba-tiba, terbersit ide di benakku. Aku tidak tahu apakah akan berhasil, tapi aku harus mencoba. Aku fokus, memejamkan mata, dan mengucapkan kalimat perintah.

“I-imaji-nation:_” Bisikan kecil terdengar, nafasku terengah-engah. Cedric terus berjalan, menghilang di antara lorong-lorong. Dia belok ke kanan, hanya 10 meter lagi dari pintu baja itu.

Aku masih memejamkan mata, fokusku tertuju pada tujuan. Ini tidak mudah. Lelehan keringat membasahi wajahku saat aku berusaha membuat lekukan tulisan di dinding logam yang keras. Tekanan tinggi membuatku kesulitan berkonsentrasi. Satu menit berlalu, dan tepat di hadapannya, sebuah tulisan terbentuk rapi. “Berhentilah, Kapten,” tulisanku membuat Cedric berhenti tepat 5 meter sebelum pintu baja itu. Setelah membaca tulisanku, dia melirik ke arahku. Namun, aku salah. Dia tidak bisa dihentikan hanya dengan tulisan.

“Tubuhku mulai bisa bergerak lagi. Aku harus mengejarnya.”

“Eh, tunggu sebentar. Aku harus membuat perisai seperti sebelumnya.”

Aku merasakan kekuatan menyelimutiku. Sepertinya aku semakin ahli dalam mengendalikan kekuatan ini. Tapi, apakah aku mampu menahan tekanan sebesar ini? Sekarang bukan saatnya untuk berpikir berlebihan.

Aku terus mengejar Cedric, mencoba mendekatinya. Tapi rasanya semakin sulit. Auranya terasa mendorongku menjauh, seperti angin kencang hendak menyeretku pergi.

“Aku masih takut, tapi aku yakin bisa. Ayo, Rika, fokuslah.” Aku terus menyemangati diriku sendiri. Akhirnya, hanya tinggal satu langkah lagi untuk menyentuhnya.

“Ayo, sedikit lagi. Bahkan sentuhan jari pun tidak masalah.”

Akhirnya, aku menyentuhnya. “Kapten, maksudku, Cedric, sadarlah. Mereka tidak seburuk yang kita kira.” Tapi dia tidak merespons. Aku harus menariknya.

Aku memeluknya erat dari belakang. Tubuhnya terasa kuat. Aku menariknya dengan segenap tenaga. Akhirnya, amarahnya mereda, dan aura kuning yang pekat itu perlahan memudar.

Gelap pekat tadi berubah menjadi lebih cerah, tetapi ekspresi wajahnya tidak berubah sedikit pun. Aku bingung dengan laki-laki ini. Sebenarnya, dia sedang kesal atau biasa saja?

Cedric menghela nafas, lalu mulai berbicara. “Rika, aku akan pergi menemui Yeriko sebentar.”

“Tidak...” Aku menggeleng tegas.

“Tenanglah, Rika. Aku tidak akan membunuh—”

“Seharusnya kamu yang tenang, Cedric!” Bentakan kerasku membuat wajahnya berkerut. Dia menunduk, tidak berani menatapku. “Lihatlah di sekitarmu, banyak yang menjadi korban. Sejujurnya, aku juga kesal dengan Yeriko dan sangat ingin marah. Tetapi aku tahu ini bukan saat yang tepat. Lihatlah di luar sana, banyak petarung yang mempertahankan hak wilayah dan keluarga mereka. Tetapi sekarang kamu justru merusak dari dalam.”

Cedric masih diam, semakin menundukkan wajahnya.

“Maafkan aku, Rika,” Cedric menjawab lemah, suaranya penuh penyesalan. Aku merasa juga telah melampaui batas dengan marahku. Aura kekuatan mulai memudar sampai tidak terasa.

“Aku akan tetap masuk.”

“Eh, tunggu sebentar.”

BUM-BARG! Pintu itu roboh di pukul dengan keras.

“Kenapa kau menghancurkan fasilitasku, Cedric?” Suara itu aku tahu siapa. Dialah alasan kami berada di sini. Karena rencana liciknya, kami terjebak dengan iming-iming fasilitas untuk perawatan Luna.

“Jelaskan tentang Luna padaku yang sebenarnya.” Suara Cedric meninggi. Yeriko menjawab dengan suara yang tenang dan berwibawa.

“Tidak ada yang bisa kujelaskan. Mantan dokter muda seharusnya bisa memahaminya hanya dengan melihat cairan.”

“Kenapa kau tidak jujur, huh?”

“Aku bisa saja jujur, tapi kalian membuatku terpaksa melakukan ini. Lihatlah di luar sana, perang dimana-mana. Ini perang perebutan wilayah kekuasaan yang kosong. Tidak hanya di negara ini, tapi di luar sana. Mungkin kita akan kembali terjajah seperti 200 tahun lalu. Aku hanya ingin mengembalikan kedaulatan bangsa ini, Indonesia menjadi pelopor utama teknologi energi bersih.”

“Negara apa yang kau maksud? Negara ini sudah berantakan. Berhentilah mengoceh seolah ini demi kepentingan publik.” Cedric masih tersulut amarah.

Yeriko diam sejenak, kemudian menghela napas panjang. Dia berkata dengan suara yang sangat pelan. “Aku tidak menyangka kata-kata itu keluar dari seorang pahlawan bagi anak pertamaku dan pembunuh bagi anak keduaku.” Ruangan menjadi sunyi, wajah Cedric dan aku tampak terkejut, mencoba memahami setiap kata yang baru saja diucapkannya.

“Apa maksudmu?” Suara Cedric mereda.

“Kebakaran 20 Maret di Tower BUMN,” Yeriko berbicara, nadanya lebih menyeramkan kali ini. Aku juga terkejut mendengar kejadian besar itu. Itu adalah kejadian yang pernah menimpa aku.

“Apa yang kau bicarakan?” Cedric bertanya, suaranya lebih serius kali ini.

“Masih lupa? Kau menyelamatkan 30 orang dan membunuh salah satu putriku.”

“Tapi itu anak dari Menteri BUMN.”

“Kau tidak mengingat wajahku. Aku adalah Pak Menteri.” Aku hampir berteriak kaget, hampir tidak percaya.

“Kalian tidak mengenaliku sebenarnya?”

Aku mengangguk.

“Pantas saja,” Yeriko tertawa kecil. “Wajahku terbakar pada hari yang sama ketika aku kehilangan salah satu anakku.” Wajahku masih terkejut, mulutku terbuka hampir berteriak tidak percaya. Anak seumur Cedric, bahkan mungkin lebih muda, adalah Pak Menteri itu.

“Aku terpaksa menjalani operasi wajah dan berakhir dengan wajah yang rusak seperti ini. Terlihat lebih tua, mungkin itu yang membuat kalian tidak mengenaliku.” Jelas Yeriko, nadanya mereda perlahan. Aku merasa prihatin mendengar apa yang telah dialaminya.

“Ti-ti-ti.” Cedric tergagap, tubuhnya gemetar, matanya kosong ke depan.

“Hei, Kapten, tenanglah. Aku di sini.” Aku tidak mengerti persis apa yang terjadi, tetapi melihat reaksi Kapten seperti mengingat masa lalu yang buruk. Aku bisa merasakannya dari genggaman tangannya.

“Jadi, sekarang kau mengingat semuanya, ya. Secara logika, kedua anakku tidak mungkin selamat, aku harus mengorbankan salah satunya.”

“Namun, keberanianmu patut mendapat penghargaan karena berhasil menyelamatkan putraku saat itu,” ujar Yeriko dengan tenang.

“KAU TIDAK MUNGKIN PAK MENTERI!!!” Cedric masih histeris, suaranya menggema di ruangan yang setengah gelap. Yeriko tetap tenang, mengeluarkan sesuatu dari dalam bajunya: sebuah kalung. Di ujung kalung itu terdapat lambang Garuda emas dengan angka 45 di tengahnya.

“Lihatlah ini, ini adalah tanda pengenal ku sebagai salah satu dari 45 sayap Garuda emas.”

Sayap Garuda emas? Aku pernah mendengarnya di internet. Katanya, itu adalah program pendidikan khusus untuk murid terpilih yang memiliki kecerdasan paling tinggi sejak lulus SD dan diseleksi secara nasional. Lalu, hanya 45 siswa yang terpilih, dan mereka yang lulus dari program itu disebut sebagai 45 sayap Garuda emas. Lulusan program ini akan ditempatkan sebagai menteri atau di kabinet kerja sesuai dengan kemampuan mereka untuk membantu mengatur negara. Sekarang aku mengerti mengapa kami mudah terjebak dalam rencananya sejak awal. Pria ini sangat berbahaya.

“Cedric, aku tahu kamu adalah pahlawan sesungguhnya. Aku yakin kamu masih memiliki jiwa keberanian untuk membebaskan rakyat dari jeruji yang tidak terlihat ini,” kata Yeriko, tangan terulurnya hendak memberikan jabatan tangan kesepakatan. “Jadi, bergabunglah dengan faksi seutuhnya. Aku membutuhkanmu, seluruh rekammu. Aku berjanji akan membawa Indonesia kembali hidup secepat mungkin. Itulah tujuan 45 sayap Garuda emas dibentuk.”

Dia terus membual, Cedric hanya terdiam di hadapannya seolah sudah terbius propaganda.

“Aku jamin kalian akan hidup dengan damai di kota ini, dan setelah kita membangkitkan kota industri ini, kita bersama-sama akan membangkitkan pemerintahan untuk Indonesia new era.”

“Kapten, jangan terpengaruh,” aku berteriak keras, mencoba menyadarkan posisinya saat ini. Tapi semua kata-kata si budak pemerintah itu sangat meyakinkan.

“Cedric, semua keputusan ada di tanganmu sekarang. Aku akan memberimu dua pilihan untuk mempermudah,” lanjutnya, memprovokasi dengan gaya belagunya.

“Satu, kamu menerima ajakanku dan menjadi bawahanku, memimpin pasukan di garis depan.”

“Atau, kedua, pergi dari sini dan kalian akan mati di tangan faksi teror malam.”

“Kapten, jangan dengarkan dia,” aku tahu keputusan ini akan menentukan hidup kami. Tetapi tetap saja, dipaksa untuk setuju seperti ini sudah memperlihatkan sifat buruknya. Bagaimana kedepannya nanti kalau kami terus mengikuti dia.

Ruang menjadi sunyi sejenak. Kapten Cedric masih menghitung segala kemungkinan.

“Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu kalian di sini. Jika garis depan kalah, maka aku harus melanjutkan rencana berikutnya. Aku akan memberikan waktu 5 detik untuk mengambil keputusan.”

“Satu....” Wajah Kapten menjadi kerut, dia tampak berpikir keras. “Dua....”

“Tiga, kalian harus cepat. Waktu tidak akan menunggu.”

“Empat....” Di saat-saat terakhir, wajahnya semakin kerut, tampaknya wajah tampannya mulai hilang.

“Lima, waktu habis. Apa keputusanmu, Kapten Cedric?”

“Aku memilih pilihan pertama. Kami akan mengikuti pak menteri.”

“KAPTEN!” Aku berseru tidak percaya.

“Maaf, Rika. Aku sadar ini adalah pilihan terbaik kita sekarang.”

Dia bahkan tidak berbalik saat mengucapkannya. Sebenarnya, apa yang terjadi sampai kapten menjadi tidak berdaya seperti ini? Apa yang terjadi pada masa lalu mereka berdua?

“Lapor, Tuan! Gerbang utama sudah di tembus. Kita harus memulai pertarungan jarak dekat.” Suara seorang prajurit memecah keheningan.

“Apa-apaan mereka? Kenapa bisa secepat itu menembus garis pertahanan kita?” Aku heran, keringat mengucur deras di leherku.

“Hidupkan alarm peringatan, siapkan pasukan utama dan cadangan. Kita akan menghabisi mereka sebelum mereka keluar dari wilayah ini.”

“Baik, Tuan.”

Setelah penjaga pergi, aku bertanya kepada Yeriko, “Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Kenapa? Kamu tidak ingin bertarung? Aku melihat betapa kau membenci ku. Aku tidak mengerti kenapa kamu begitu membenci orang yang telah menyelamatkan hidupmu.”

“Aku tidak bermaksud begitu, tetapi Kapten sudah setuju untuk membantu, jadi kurasa aku harus mematuhi perintahnya.”

“Cedric, perintahkan anggota mu dan ambillah Combat suit kalian di belakang markas.”

“Baik, Tuan.”

“Hey, kenapa kau memanggilnya Tuan?” aku protes kepada Cedric. Dia hampir seperti budak pemerintah sekarang.

“Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Kita semua harus pergi bertarung, atau Luna akan mati di sini dengan sia-sia.”

Aku tidak bisa membantah. Rasanya kesal melihat Kaptenku tunduk seperti ini. Aku tahu dia sebenarnya tidak menginginkan itu semua, dan aku yakin dia sedang menahan perasaan sakit di hatinya.

                                 ***

Dua puluh menit setelah pasukan teror malam berhasil menembus gerbang utama, petarung yang tersisa berkumpul. Setiap orang membentuk kelompok, minimal tiga orang dan maksimal lima orang. Cedric memutuskan untuk ikut mempertahankan wilayah, dan aku juga Freya terpaksa mengikuti. Tapi aku pastikan ini bukan untuk melindungi Pak Menteri, ini aku lakukan untuk melindungi Luna.

“Semuanya, periksa Combat suits kalian!” teriak komandan utama misi ini.

Kami patuh layaknya prajurit perang sungguhan, memeriksa senjata dan perisai yang terpasang. Beberapa petarung memegang senjata api, tapi sebagian besar memegang senjata tajam.

“Aku benar-benar siap untuk mati di sini,” ucapku.

“Huuuuh? Apa yang kau katakan tadi?” tanya komandan pasukan.

Astaga, suaraku terlalu keras. Komandan pasukan malah menatapku dengan lebar, menjadikanku pusat perhatian.

“A-anu, tadi aku bilang, aku benar-benar siap untuk mati di sini.”

“Ha-ha-ha.”

Apa-apaan ini? Mengapa dia tiba-tiba tertawa keras di tengah situasi begini, Neuron otaknya terputus kah?.

“Aku salut kepada Hyper Rika! Sekarang aku ingin kita semua memiliki semangat yang sama. Jika dia, seorang perempuan kecil, berkata siap mati di sini, maka kita sebagai laki-laki dewasa harus lebih siap untuk mati sekarang!”

“YEAAAAAH!” Semua memberikan teriakan semangat, membuat lorong bergetar dengan energi perjuangan yang membara.

“Angkat senjata, siap!”

Driiit.

Pintu mulai terbuka. Di saat seperti ini, rasanya sangat semangat menjemput kematianku, rasanya aku semakin dekat dengan Abang dan seluruh keluargaku. Aku harus mati yang pertama. Aku yakin dengan kemampuanku sekarang, aku akan mati yang pertama.

“Rika, jadilah yang bertahan paling akhir,” ujar Kapten Cedric, tiba-tiba menggenggam tanganku yang dingin. Apakah dia tahu bahwa aku bertekad untuk mati yang pertama?

Pintu terbuka.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • silvius

    Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.

    Comment on chapter Episode 22
  • silvius

    Halo pembaca. Ini merupakan novel pertama saya. Saya sangat senang jika mendapatkan kritikan atau saran atau mungkin hal bagus yang membangun. Mari bersama membangun komunitas terbaik. Terimakasih telah membaca dan memberikan tanggapan yang jujur

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Nyanyian Laut Biru
2001      708     9     
Fantasy
Sulit dipercaya, dongeng masa kecil dan mitos dimasyarakat semua menjadi kenyataan dihadapannya. Lonato ingin mengingkarinya tapi ia jelas melihatnya. Ya… mahluk itu, mahluk laut yang terlihat berbeda wujudnya, tidak sama dengan yang ia dengar selama ini. Mahluk yang hampir membunuh harapannya untuk hidup namun hanya ia satu-satunya yang bisa menyelamatkan mahluk penghuni laut. Pertentangan ...
Anak Magang
45      42     1     
Fan Fiction
Bercerita sekelompok mahasiswa yang berusaha menyelesaikan tugas akhirnya yaitu magang. Mereka adalah Reski, Iqbal, Rival, Akbar. Sebelum nya, mereka belum mengenal satu sama lain. Dan mereka juga bukan teman dekat atau sahabat pada umumnya. Mereka hanya di tugaskan untuk menyelesaikan tugas nya dari kampus. Sampai suatu ketika. Salah satu di antara mereka berkhianat. Akan kah kebersamaan mereka ...
Pertualangan Titin dan Opa
3027      1181     5     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
Cute Monster
621      346     5     
Short Story
Kang In, pria tampan yang terlihat sangat normal ini sebenarnya adalah monster yang selalu memohon makanan dari Park Im zii, pekerja paruh waktu di minimarket yang selalu sepi pengunjung. Zii yang sudah mencoba berbagai cara menyingkirkan Kang In namun selalu gagal. "Apa aku harus terbiasa hidup dengan monster ini ?"
CHERRY & BAKERY (PART 1)
3621      890     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Yu & Way
899      474     28     
Romance
Dalam perjalanan malamnya hendak mencari kesenangan, tiba-tiba saja seorang pemuda bernama Alvin mendapatkan layangan selembaran brosur yang sama sekali tak ia ketahui akan asalnya. Saat itu, tanpa berpikir panjang, Alvin pun memutuskan untuk lekas membacanya dengan seksama. Setelah membaca selembaran brosur itu secara keseluruhan, Alvin merasa, bahwa sebuah tempat yang tengah dipromosikan di da...
HOME
259      187     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Khalisya (Matahari Sejati)
2405      816     3     
Romance
Reyfan itu cuek, tapi nggak sedingin kayak cowok-cowok wattpad Khalisya itu hangat, tapi ia juga teduh Bagaimana jika kedua karakter itu disatukan..?? Bisakah menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi..?? Semuanya akan terjawab disini. Ketika dua hati saling berjuang, menerobos lorong perbedaan. Mempertaruhkan hati fan perasaan untuk menemukan matahari sejati yang sesungguhnya &...
Dunia Gemerlap
19085      2791     3     
Action
Hanif, baru saja keluar dari kehidupan lamanya sebagai mahasiswa biasa dan terpaksa menjalani kehidupannya yang baru sebagai seorang pengedar narkoba. Hal-hal seperti perjudian, narkoba, minuman keras, dan pergaulan bebas merupakan makanan sehari-harinya. Ia melakukan semua ini demi mengendus jejak keberadaan kakaknya. Akankah Hanif berhasil bertahan dengan kehidupan barunya?
Code: Scarlet
21698      4058     15     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.