Suasananya tiba-tiba menjadi menegangkan “Lepaskan wanita itu!” seru Cedric, mengguncang suasana. Aura kuning yang kuat menyebar membuat udara terkompresi.
“Siapa yang membiarkan dia masuk, huh?” seru bos mereka
“Bos, tidak ada yang berjaga di depan.”
“Kenapa tidak ada, bodoh!”
“Karena kita tidak pernah membuat penjagaan, bos.”
“Kenapa tidak dibuat dasar payah?”
“Bos tidak pernah memerintahkan,” seru anak buahnya. Wajah bos itu seketika memerah. Dia melemparkan wanita itu hingga tersungkur mengenai material beton.
“Sembuhkan wanita itu nanti, jangan biarkan sedikit pun lecet sebelum kita menjualnya,” seru bos mereka.
“Bisakah kalian berhenti berteriak kasar?” Cedric memotong dialog bos dan anak buah itu.
“Kau mau apa?” tanya bos mereka.
Belum menjawab, Cedric berjalan santai dan tegap mendekat ke arah bos itu.
“Kalian, cepat urus dia!” pinta bos mereka. Sontak, anak buahnya menuruti maju dengan tangan memegang pemukul dan parang.
“Hiyaaak!”
Bug! Pukulan pertama berhasil tepis. Itu pukulan kosong. Tiga pria yang lain membawa senjata, dan satu pria hanya tangan kosong. Itu berarti 4 lawan 1.
Pria kedua dengan parang mengayunkan dengan cepat dari kanan hampir memotong perut Cedric. Untungnya, serangan itu berhasil dielak, diikuti dengan gerakan kaki, Cedric berhasil melumpuhkan satu orang. Tinggal 3.
“Gunakan kekuatan kalian!” pinta rekannya.
“Bagaimana caranya? Aku kan tidak punya kekuatan bertarung, kemampuanku hanya mencuri barang. Emangnya apa yang bisa kucuri dari dia? Celana dalamnya?” jawab rekannya yang lain.
“Dasar tolol, kau kan bisa menghilang, bodoh!” teriak rekannya yang lain.
“Hey-hey, kalian tidak perlu berantam, cepat habisi pria itu!” bentak bos mereka.
Cedric bergerak maju menyerang lebih dulu. Gerakan Cedric lambat di ruangan ini. Akan sulit jika terlalu banyak mengeluarkan benturan.
Bum! Pukulan anak buah bos itu berhasil memukul pipi Cedric. Cedric tidak menyadarinya.
“Dari mana pukulan itu?”
Bum! Pukulan kedua dari depan berhasil ditipis. Diikuti dengan pemukul yang berhasil dihindari, lalu Cedric membalas dengan pukulan langsung ke perut, membuat pria itu terlempar 1 meter membentur material runtuhan.
“Sialan!” teriak rekannya yang lain.
Pukulan berikutnya lebih cepat. Namun ini tidak seberapa. Masih terlalu lambat, dan gerakan mereka tidak teratur. Benar-benar hanya mengandalkan insting tanpa teknik bela diri apapun.
Bum! Pria yang satunya terpukul di dagu. Membuatnya mundur 2 langkah.
Bum! Cedric juga terpukul. Tapi kali ini dari belakang.
“Pukulan barusan, aku tidak melihat siapa yang memukul,” dengusku dari balik tembok. Freya ikut memperhatikan dengan seksama.
“Ada seseorang yang menggunakan kemampuan menghilang?” Cedric menyadarinya. Pukulan berikutnya datang dari depan. Pria yang setengah pusing itu maju tanpa aba-aba.
“Perbaiki cara berjalanmu lebih dulu,” ucap Cedric, sebelumnya tendangan ke atas telak menghempaskan pria itu ke dinding. Satu orang lagi lumpuh. Tersisa satu yang tidak terlihat.
Bum, Cedric terpukul di dagu. Itu pukulan keras. Bum! Pukulan berikutnya, dan bum! Pukulan ketiga. Masih sulit menerka arah petarungan ini.
Cedric masih diam mematung, berusaha fokus membaca gerakan.
Bum!
Pukulan keras berikutnya hampir mengenai wajah Cedric. Untung saja berhasil ditipis. Tangan pria itu ditangkap, lalu Cedric membantingnya ke belakang.
Bum! Bugrk. Pria itu terhempas 2 meter ke belakang, menghantam lemari hingga hancur. Ronde pertama selesai.
“Lepaskan kedua anak dan ibu mereka!” pinta Cedric.
“Tu-tunggu, mari kita bernegosiasi.”
“Negosiasi?”
“Iya, mari melakukan barter, bagaimana menarik kan?”
“Apa yang kau inginkan?”
Bos itu menggeleng lalu tersenyum.
“Tidak, bukan aku yang seharusnya bertanya. Ini adalah pilihanmu.”
“Apa maksudmu?”
“Aaaaaaaaa!” teriakku.
“Siapa kalian hey!” Teriak Freya, berusaha memukul dua pria berbadan besar yang berusaha menangkap kami, namun tidak berhasil.
“Apa yang kalian lakukan hey!” bentak Cedric, suaranya terdengar keras dan marah.
“Santai, ini hanya barter. Kau yang akan untung di sini. Kalian cepat bawa dua barang kita ke sini,” pinta bos itu, menepuk tangannya.
Kami dipaksa berjalan, mereka kasar sekali. Tangan kami diikat ke belakang. Sebuah pisau mengarah langsung ke leher aku dan Freya.
“Maaf, Kapten, aku tidak menyadari kehadiran mereka.”
“Hey, diam!” bentak pria yang menahan lenganku.
Wajah Cedric terlihat panik ketika menatap kami. Keringat mengalir di jidatnya. Matanya bergetar lalu ia menarik nafas panjang. Seketika paniknya hilang.
“Jadi, apa taruhannya?”
“Aku akan menyerahkan teman-temanmu, dan mereka akan selamat, tetapi kau harus membiarkan kami membawa kedua anak dan ibunya.”
“Cedric, jangan!” seru Freya. Cedric terlihat berhitung kemungkinan terburuknya sebelum ia memutuskan.
“Cedric, jangan biarkan mereka berbuat jahat!” teriakku. Namun dia tidak menanggapi. Yang kulihat hanya sosok tubuh yang mematung berdiri tegap menatap lawan bicaranya.
Eh, tapi bentar, ada sesuatu yang bergerak. Jarinya bergerak. Itu kode tangan, aku tidak bisa membacanya tapi aku yakin Freya bisa.
Kemudian Freya menatapku. Matanya berkedip-kedip. Sesekali dua kedipan cepat, dan sesekali juga satu kedipan lambat.
Aku mulai menyadarinya. Itu sandi Morse. Aku pernah mempelajari ketika Pramuka. Aku mengingat setiap detail kodenya. Hanya terdapat dua tipe tanda, yaitu titik dan garis. Tetapi kali ini tidak menggunakan peluit atau senter atau alat listrik lainnya untuk mengirimkan informasi. Freya melakukannya dengan kedipan. Aku yakin setiap dua kedipan mata yang cepat adalah garis, dan satu kedipan mata sedikit lambat adalah titik. Kalau begitu, aku bisa mengerti pesannya.
Sesaat aku membalas dengan kedipan juga. Pria yang menggenggam kami tidak menyadarinya, mereka terlalu sibuk memperhatikan Cedric yang mulai berbicara, mengulur waktu, hingga saatnya tiba. Rencana singkat pelarian.
“Permisi tuan, bisakah kamu mengantarkan ku biar air kecil? Aku tidak mungkin bisa membuka celanaku jika diikat begini.”
“Ah, boleh-boleh. Aku akan membantu mu, muehehe.”
Bagus, sekarang saatnya Freya beraksi.
Bug! Freya berbalik langsung memberikan tendangan keras ke selangkangan pria di belakangnya. Tendangan itu langsung membuat pria itu lumpuh kesakitan menutup selangkangannya.
“Hey, jangan bergerak atau temanmu.”
Itu tidak akan berhasil, aku sudah siap dengan kemungkinan ini.
“Imagination; Shield!”
Bug! Pria itu terdorong oleh perisai yang kubuat ketika melebar, membuatnya mundur 2 langkah, dan itu sudah cukup.
Bum! Pukulan keras dari Freya, tidak mempan. Pukulan berikutnya dari ku juga tidak mempan. Pria ini kebal, entah apa yang membuatnya kebal.
“Incar selangkangan mereka, Rika!” teriak Freya. Aku mengangguk dan segera mengincar, namun kakiku ditangkap membuatku kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur. Pria itu menarik kedua kakiku agar siap menerkam.
Sesaat sebelum dia melakukannya.
“Meow!” kucing Oren melompat ke wajah pria itu dan langsung membuatnya mundur beberapa langkah, memberi kami sedikit waktu.
“Baiklah, sekarang aku yang menendang, hiyaaa!”
Bum! Tendangan keras langsung ke selangkangan pria itu, membuatnya langsung kesakitan dan jatuh ke tanah. Dua pria itu telah lumpuh.
“Yeeeey!” aku dan Freya beradu tos.
“Bagus, teman-teman,” sahut Cedric, sekarang dia bisa fokus dengan seseorang di depannya. “Jadi, bisakah kau menyerahkan mereka, maka balasannya kami tidak akan menangkapmu dan memasukan ke penjara.”
“Menangkapku? Masuk penjara?” Pria itu tertawa, sangat keras terpingkal-pingkal. “Jangan bercanda, tuan, dunia ini tidak ada penjara, tidak ada hukum resmi yang berlaku. Bahkan jika aku di wilayah kekuasaan faksi hukum, tetap saja aku bisa bebas dengan mudah.”
“Apa maksudmu?”
“Menyogoknya, apa kau tidak tahu. Atau kau warga yang taat hukum, tuan?”
“Yeriko? Dia mau disogok?” sahut Freya.
“Tidak-tidak, bukan dia, tetapi bawahannya.”
“Apa maksudmu?” tanya Cedric. Matanya menatap serius lawan bicaranya.
“Sudah kukatakan, sangat mudah lepas dengan hukum di kota ini, bahkan negara ini sebelumnya. Cukup beri uang damai kepada aparat yang menangkapmu, maka semuanya akan beres. Selesai.” Dia kembali tertawa terpingkal-pingkal.
“Siapa orang itu, katakan cepat!”
“Untuk apa? Kalian tidak akan bisa berbuat apa-apa. Aku menyarankan kalian jangan terlalu terlibat dengan permainan perebutan kekuasaan itu.”
“Berhentilah membual.”
Bos itu kembali tertawa, kemudian sesaat dia diam dan kembali serius.
“Baiklah, aku akan melepaskan wanita itu dan kedua anaknya. Aku tidak membutuhkan wanita kelas bawah dan aku yakin organ anak-anak itu juga tidak berkualitas tinggi, tetap akan murah di pasar gelap.”
“Kalau begitu, pergilah secepatnya, tinggalkan mereka dan bawa anak buahmu.”
“Sebentar, tuan yang ramah, aku akan pergi. Santai saja.”
”Yeah, begitu kalah, dia jadi sopan santun,” ketus Freya membuatku hampir tertawa.
“Ayo cepat, kalau kalian tidak mau dihabisi mereka,” seru bos itu.
“I-iya, bos!” balas mereka dan segera berlari dengan kaki pincang dan jalan yang tidak beraturan keluar dari bangunan kumuh ini. Cedric mendatangi wanita yang diduga ibu dari kedua anak itu. Tangannya terulur memberikan bantuan.
“Ayo berdiri, nyonya, biar kubantu,” ucap Cedric dengan senyumannya.
“Iya, terima kasih, aku tidak tau harus membalas Budi bagaimana,” balasnya.
“Tidak perlu membalas apapun nyinya. Apa ada yang terluka selain kening?” Tanya Cedric.
“Tangan sedikit lecet saja, tidak apa, ini sudah lebih baik.”
“Tidak, nyonya,” Cedric menggeleng lalu segera menatap Freya, jelas Freya paham maksudnya.
“Biarkan kami menyembuhkanmu, nyonya.”
“Ah, aku tidak kalian terlalu banyak membantu, jangan, aku tidak punya uang juga.”
“Jangan khawatir, kami tidak memungut biaya, lagian tidak ada yang membatasi seseorang untuk berbuat kebaikan,” jelas Cedric.
“Freya lakukan sekarang dan Rika coba cek kondisi anak-anak itu.”
“Baik, Kapten,” jawabku.
Freya segera mengulurkan tangannya ke area yang terluka, lalu mengucapkan kalimat perintah “Healing!” Cahaya hijau menyejukkan keluar dari telapak tangannya. Perlahan menjahit setiap jaringan tubuh yang koyak dan mengganti sel-sel yang rusak dengan sel yang baru. Ini kemampuan regenerasi tingkat dasar, mudah menggunakannya dan juga hanya bisa menyembuhkan luka kecil.
Di sisi lain, aku sibuk memeriksa dan bertanya kepada kedua anak itu, juga sesekali tertawa mendengar komentar mereka.
“Kak, tadi nama kakak laki-laki di sana siapa?”
“Cedric,” jawabku.
“Keren banget tadi, loh, dia sap-sep-sap,” ucap anak itu sembari menirukan gerakan Cedric dengan tangannya.
Aku balas tersenyum dengan tawa tipis. Itu lucu sekali dan juga membahagiakan.
“Ayo jumpai ibu kalian.”
“Iya, terima kasih, kak,” jawab serentak mereka berdua. Walaupun mereka anak kecil, tapi rasanya orang-orang seperti mereka lebih membahagiakan jika menyebutkan kata terima kasih. Seolah itu sangat bermakna buatku.
“Kapten, mereka berdua baik-baik saja, bagaimana dengan ibunya?” Tanyaku sembari membawa kedua anak itu mendekati ibunya yang sedang terbaring di lantai.
Freya yang mengobati menyahut, “Sudah aman dan baru saja selesai.”
Ibu dari kedua anak itu segera berdiri menyambut kedua anak-anaknya.
“Sini, Mama peluk,” ucapnya lalu berpelukan erat bagai terpisah bertahun-tahun. Momen itu haru sekaligus sedih, mengingatkanku kepada keluargaku yang dulu.
“Kalian, ikut aku sebentar,” ucap Cedric dengan gelagatnya yang aneh. Dia membawa kami berkumpul sedikit jauh dari kedua anak dan ibu mereka. Entah apa yang ingin dia sampaikan.
“Langsung ke intinya saja, bisakah aku memberikan sedikit uang untuk mereka?” ucap Cedric, membuat Freya kaget.
“Hah, kau gila, uang kita itu dikit, loh.”
“Shtttt, suaramu keras, nanti mereka dengar,” seru Cedric berbisik.
“Hanya 500 ribu saja, setidaknya itu cukup untuk mereka memulai hal yang baru kan,” jelas Cedric.
“Kurasa Cedric benar. Freya, sesekali tidak masalah membantu kan, mereka juga sedang terpuruk dan aku tidak yakin kapan terakhir kali mereka makan,” sahutku, membantu menguatkan argumen Cedric.
“Tapi,” Freya diam sejenak, kemudian menghela nafas.
“Terserah, itu keputusanmu, Cedric, tetapi kalau kita kekurangan dana, kau harus tanggung jawab, ingat itu.”
“Iya-iya, aku akan bekerja keras di misi pertama kita nanti. Aku janji.”
“Yasudah, cepat selesaikan. Matahari bentar lagi tumbang.”
Cedric mengangguk, kemudian berbisik, menyerahkan segelintir uang itu langsung ke tangan ibu kedua anak itu. Aku dan Freya hanya memperhatikan dari jauh, dan sesekali aku tersenyum tipis melihat reaksi ibu kedua anak itu yang amat gembira. Dia juga sesekali memeluk Cedric bagai penyelamat hidupnya.
Hingga momen itu berakhir lima menit yang lalu, setelah kami memutuskan untuk segera pergi dari reruntuhan bangunan itu dan kembali ke jalan yang benar—maksudnya, kami berhasil mengetahui arah penginapan yang kami tuju dan segera mengikuti rute yang diberikan.
Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.
Comment on chapter Episode 22