Loading...
Logo TinLit
Read Story - Evolvera Life
MENU
About Us  

“Mama, Ayah, Rika pergi yaa!” seruku sambil buru-buru keluar rumah.

Namaku Rika, siswi SMA yang masih harus hadapin UN, itupun kalau nggak ada drama dadakan. Umurku 18 tahun. Aku agak telat masuk sekolah dulu gara-gara masa lalu yang rumit. Rambutku panjang, biasanya tergerai bebas, apalagi angin di kota Nusantara ini adem banget dan suka nyapu rambutku dengan lembut. Tinggiku ya standar anak cewek SMA Indonesia, mataku besar, bibirku glossy pink. Soal sifat, kadang pemalu, kadang ceria. Mungkin aku ambivert, atau ya... campur aduk.

Tapi skip dulu soal ciri-ciri. Kalian bakal kenal aku dari ceritaku nanti. Sekarang, fokus—aku harus lari ngejar AMRT (Autonomous Maglev Rapid Transit) terakhir pagi ini, sebelum halte sepi itu Cuma jadi dekorasi pinggir jalan.

Seragam putih dan rok abu-abu biru ini udah mulai basah keringat. Aku lari sambil ngedumel. Gara-gara semalam aku nonton KvK Experimen sampai jam satu pagi. Fix, salah sendiri.

“Eh, Rika, ngapain lari-lari?” sapa tetangga dari halaman rumahnya.

“Telat, Bu!” jawabku cepat sambil terus lari.

Tinggal 8 menit lagi. Aku makin ngebut. Rasanya udah kayak dikejar anjing, bukan waktu. Rambutku, tas di punggung semuanya ikut goyang hebat tiap langkahku makin cepat turun jalanan miring itu.

Napasku udah berat. “Huft... nyampe juga. Kupikir udah telat,” gumamku. Tapi belum sempat istirahat, suara dari arah kanan manggil.

“Oiiiii, Rika!” Itu Sayla, temenku. Lebih muda setahun, pipinya chubby, badannya ramping, rambutnya pendek, dan matanya selalu kelihatan ceria. Dia lari ke arah halte juga.

“Pagi, Sayla.”

“Pagi juga! Tumben kamu telat?”

“Hehe, nonton drama sampe jam satu,” jawabku sambil ngerapiin rambut. Aku semprotin parfum dikit karena keringat udah mulai ganggu.

Sayla masih semangat ngobrol. “Seru ya? Eh, kamu tahu nggak soal kejadian malam ini?”

“Oh, maksudmu komet itu? Namanya Hilley, kan?”

“Pffft—ngaku-ngaku pede. Salah tuh! Namanya Halley,” kata Sayla sambil ketawa.

“Hahaha,” aku ikut ketawa, walau malu sendiri. “Eh, AMRT udah dateng tuh. Ayo naik!”

“Iyaaa, tunggu bentar!”

Btw, aku cinta banget sama kota ini. Kota Nusantara, kota hijau yang kayaknya terinspirasi dari negeri dongeng elf. Pagi-pagi aja langitnya bisa bikin damai. Teknologinya? Parah canggih. Tiang bisa ngasih info, aspal bisa ngecas mobil terbang, pembangkit listriknya semua pakai energi bersih. Dan yang paling keren, semua diatur AI. AMRT ini pun akurat banget karena itu. Semua kendaraan? Full listrik. Minyak bumi udah tinggal kenangan.

Jam tujuh pas, kami sampai di gerbang sekolah. AMRT ini langsung berhenti pas depan gerbang. Untungnya, anak sekolah dapet diskon 50%. Lumayan banget.

“Ayo cepet, Rika!” Sayla narik tanganku. Aku langsung lari bareng dia, masuk lorong, naik lift, terus lari lagi ke kelas.

Napasku udah nyaris putus. Aku lap keringat, duduk di kursi depan deket jendela, langsung buka buku pelajaran.

Ding-dang-dong! Pelajaran pertama dimulai

Omong-omong, pelajaran favoritku tuh Bahasa Indonesia. Tapi hari ini? Zonk. Full pelajaran angka. Jadi, cerita tentang pelajaran favoritku kita skip dulu, ya.

***

“Hooooaaaahhh, akhirnya selesai. Otakku kebakar,” keluhku sambil ngulet dan ngucek mata.

“Ngaku-ngaku otak panas, padahal tadi tidur,” goda Layla sambil ngetawain.

“Mungkin dia belajar di mimpi,” celetuk Sayla bawa bekalnya ke meja.

Yang lain pada ketawa. Aku? Cuma senyum malu sambil ngelus dada. Aib banget.

“Udah, ayo makan yuk,” Sayla langsung ganti topik.

“Untung aku bawa bekal,” kata Layla sambil buka kotaknya.

Aku buka bekal juga, dan... kaget. “Waaah, Mama bikinin yang enak banget hari ini.”

Sayla melirik. “Kenapa? Kok kaget?”

“Nggak, nggak... Cuma surprise aja.”

Kami makan bareng sambil ngobrol ngalor-ngidul. Gosip sekolah, cowok-cowok lucu, bahkan guru pun jadi bahan obrolan. Tapi kali ini Sayla angkat topik beda.

“Kalian tahu nggak? Katanya komet malam ini bisa ngabulin permintaan.”

“Hah, serius? Kalau gitu, aku mau jadi orang kaya!” Layla langsung nyeletuk.

Sayla nyikut Layla. “Ngapain minta kaya? Minta yang gedean dikit napa.”

“Aduh, sakit tau!”

“Yah, kalau mau kaya mah jadi anggota DPR aja, tinggal makan uang rak—”

“Hei!” potongku cepet-cepet.

“Sssttt!” kami langsung pada diem.

Situasi langsung senyap. Pembahasan tadi bahaya. Bisa jadi masalah kalau kedengeran orang lain.

“Hati-hati dong ngomong,” ucap Sayla sambil agak nelongso.

“Iya, kalau ada temen yang ortunya pejabat denger gimana?” aku ikut ngingetin.

Sayla nunduk. Suasana sempat kaku.

“Udah, udah, balik lagi ke gosip,” kataku nyoba cairin suasana.

“Aku sih Cuma pengen hidup bahagia,” kata Sayla kalem.

“Heh! Itu mah permintaan standar. Kenapa aku nggak boleh minta jadi kaya?” Layla cemberut, dan aku ketawa kecil liat ekspresinya.

“Denger ya, Layla. Kaya tuh belum tentu bikin bahagia. Aku pengen minta bahagia, karena itu lebih susah dari kaya.”

Layla manyun, mukanya lucu banget. Aku sampai tumpahin nasi gara-gara ketawa.

“Kalau kamu, Rika?” tanya Sayla tiba-tiba.

Aku berhenti makan. Sendok kutaruh pelan.

“Apa ya...” aku diam sebentar, mikir. “Oh, aku inget.”

“Inget apa?” Layla penasaran.

“Aku inget apa yang mau aku minta.”

***

“Pemirsa, pada tanggal 28 Juli 2061, komet Halley terlihat di langit Nusantara. Ini momen yang Cuma terjadi tiap 76 tahun. Jangan lewatkan ya!” suara berita dari TV di ruang tamu terdengar jelas.

“Aku nggak bakal ngelewatin kesempatan ini,” kataku sambil berdiri di balkon rumah, lihat ke langit. Malam itu cerah banget, ada cahaya biru ekor komet yang kayak lukisan langit. Banyak orang di bawah juga ngerekam pake HP.

Langit yang tadinya gelap, sekarang terang banget. Ekor kometnya panjang dan biru, potong langit kayak pedang cahaya. Bulan aja kalah cantik malam ini.

Aku tatap komet itu lagi, senyum pelan. Tanganku kuangkat ke arah langit.

“Aku harap... dunia ini punya kekuatan sihir...” mataku kupejam. “Kayak dunia fantasi yang aku suka. Aku juga pengen berpetualang ke dunia baru.” Tangan kanan dikepal kuat, tangan kiri juga naik dan dikepal di dada. Angin nyapu rambut panjangku yang tergerai.

“Aku mohon...”

Dua detik setelah aku ngomong itu, tiba-tiba terdengar suara gaduh di telingaku. Aku intip dikit ke langit.

“Kometnya pecaaahhh!” Mataku melotot. Komet itu pecah di langit dan ngeluarin cahaya kayak aurora, penuh serpihan kristal biru yang mantulin cahaya bulan. Semua orang terdiam, takjub.

Jantungku deg-degan. Apa dunia fantasi itu beneran bakal ada?

Zzztt-tak! Listrik rumah mati. Bukan Cuma rumahku—satu kota gelap total. Aku pikir pemerintah sengaja matiin listrik biar semua orang bisa liat cahaya komet jelas.

“Sayang! Listrik mati! Coba cek panel surya!” teriak Mama dari dapur.

Tapi aku masih terpaku di balkon. Langit kayak lautan bintang biru. Indah banget.

“Mama! Ayah! Adek! Abang! Kakek! Nenek! Liat keluar deh!!” aku teriak dari tangga, manggil mereka semua.

Mereka keluar, dan kami semua liat langit yang sama. Kristal komet satu per satu mulai lenyap, terbakar di atmosfer. Sinar biru di langit makin terang, bikin aku nggak bisa kedip. Rasanya kayak seluruh langit Nusantara diwarnain sama kuas dewa. Indah banget.

Aku berdiri lebih tegak, fokus ke arah komet yang meledak itu. Pecahan kristalnya turun kayak salju bercahaya—biru, bening, magis. Setiap serpihannya berpendar pelan sebelum hilang satu per satu. Tapi bukan itu yang bikin deg-degan.

Tiba-tiba HP-ku getar. 

Zrrtt!

Aku buka layar—nggak ada sinyal. Anehnya, semua listrik di rumah juga padam. Lampu jalan, rumah-rumah, bahkan AMRT yang biasanya meluncur di atas rel melayang itu juga berhenti total. Kota kayak mati suri.

Aku langsung ke dalam rumah, nemuin Mama dan Ayah lagi bingung di ruang tamu.

“Listriknya mati, ya?” tanyaku.

“Iya, kayaknya satu komplek juga gelap,” jawab Mama sambil buka jendela.

“Aku nggak bisa akses apapun di HP,” tambahku, agak cemas.

Kami sekeluarga akhirnya duduk bareng di ruang tamu yang remang-remang, lilin udah mulai dinyalain. Aku masih mikir—kenapa komet yang keliatannya indah itu malah bikin semua jadi aneh? Dan... kenapa dadaku berasa sesak setelah ngucapin permintaan itu?

Kayaknya, malam ini bukan malam biasa.

Aku merem. “Semoga semuanya baik-baik aja.”

Tapi jauh di dalam hati, aku tahu—sesuatu udah berubah.

Besok paginya, setelah malam yang ajaib banget itu, kami duduk bareng di ruang keluarga nonton berita jam sembilan. Untungnya listrik dari panel surya udah keisi, jadi semua peralatan di rumah masih bisa jalan. Tapi ya... tetap harus hemat sih. Kami sepakat mulai ngurangin waktu nonton T

Berita pagi ini fokus ke penyebab mati listrik semalam. Katanya, ada gelombang elektromagnetik yang bikin pemadaman massal. Bukan Cuma di Indonesia aja, tapi hampir setengah dunia juga kena. Mama kesel banget karena pemerintah belum bisa kasih kepastian kapan listrik bisa normal lagi. Buat orang-orang yang hidupnya udah nempel banget sama internet, ini bencana serius. Untungnya sih, TV masih bisa nyala.

Tiba-tiba berita berubah, jadi peringatan resmi dari Menteri Pertahanan.

“Selamat pagi, pemirsa. Tanggal 29 Juli 2061, telah muncul manusia dengan kekuatan super. Mereka menyerang warga sipil dan belum diketahui asal-usulnya. Kejadian ini terjadi secara global. Militer sedang turun tangan untuk mengamankan mereka.”

Aku langsung nelen ludah. “Doaku... terkabul?” bisikku. Jantungku deg-degan, nafas jadi berat.

Keluargaku Cuma anggap itu berita aneh. Tapi aku ngerasa ini ada hubungannya sama apa yang kuucap semalam. Aku buru-buru ke dapur buat nenangin diri, tapi langkahku berhenti pas Mama manggil.

“Rika,” suaranya tenang.

“Ya, Ma?” Aku senyum, walaupun di dalam kepala udah panik—jangan-jangan Mama tahu?

“Mau ke mana?” tanyanya lembut.

“Mau bikin teh, Ma.”

“Buat Mama juga ya.”

“Siap, Ma.” Aku nyengir kecil, lalu jalan ke dapur.

Aku ngelakuin semua kayak biasa. Teknologi sekarang udah canggih, jadi nyeduh teh juga gampang banget. Sambil nunggu air panas, pikiranku ngelayang.

“Mungkin ini alasan kenapa teh dulu mahal banget pas zaman kerajaan,” gumamku sambil menuang air. Tapi sialnya...

“Aaaargh! Tangan!” aku nyengir, air panas kena kulit.

Keluarga langsung datang. Mereka panik kayak tanganku kena luka serius.

“Rika, kamu nggak apa-apa?” Mama langsung periksa tanganku detil banget, dari ujung jari sampe siku. Tiap pori dicek.

“Nggak apa-apa, Ma. Udah nggak sakit kok.”

“Hati-hati dong lain kali,” Mama ngomel tapi kelihatan banget dia khawatir.

“Iya, Ma... Maaf.”

Pas dia masih megang lenganku, tiba-tiba dia nanya.

“Eh, Rika, kok uratmu biru-biru nyala gitu?”

“Hah?” Aku langsung kaget. Emang bener, pembuluh darahku nyala biru samar.

“E-eh, itu Cuma tinta dari pulpen baru. Itu loh, yang nyala kalau kena suhu tubuh, aku tiru dari karakter film. Nggak bahaya, kok!” Aku asal jawab sambil senyum canggung, nyoba ngumpetin panik.

Mama masih ngelirik curiga, tapi akhirnya dia nyerah.

“Ya udahlah. Tapi bersihin ya, jangan bikin Mama panik lagi.”

“Baik, Ma. Aku ke kamar dulu yaa.” Aku buru-buru naik ke atas, tutup pintu, langsung buka baju.

“HAAAAH!!!” teriakku refleks.

“Duh, kenapa juga teriak sih...” bisikku sambil liat seluruh tubuhku. Urat-uratku bercahaya biru terang. Kayak ada energi ngalir di dalam.

“Apa ini... superpower? Masa sih?” Aku coba uji.

“Fireball!” 

“Ice!” 

“Water!” 

“Air!” 

“Tanah!”

Nggak ada yang keluar. Aku duduk di kasur, kecewa. “Yah... ngarep banget sih aku.”

Tapi anehnya, tubuhku malah ngerasa penuh energi. Bukan sakit, malah hangat dan... nyaman?

“Gerah banget. Andai ruangan ini adem kayak di pantai,” gumamku. Dan entah kenapa, tiba-tiba angin sejuk kayak dari laut masuk dari ventilasi. Kulitku merinding. Gila, ini beneran terjadi?

Aku iseng coba lagi. Kupejam mata, bayangin aku lagi berdiri di tengah lapangan panas. Pelan-pelan kulitku jadi hangat, terus panas. Sampai keringetan.

Pas kubuka mata, semuanya masih sama. Tapi suhu tubuhku naik. Ini serius.

“Sekarang balik sejuk dong...” dan udara di ruangan langsung jadi adem lagi.

Aku mulai paham... kekuatanku bisa ngubah suhu. Tapi... bisa gerakin benda juga?

Aku tatap meja belajar. Fokus. Pejam mata. Bayangin meja itu geser dikit aja.

Ckreet....

Mejanya beneran bergerak!

“HAAA—gila ini... berhasil! aku beneran punya kekuatan!” Aku nyaris buka pintu kamar, pengen pamer.

Tapi langsung stop. “Eh, tapi jangan-jangan malah bahaya kalau ketahuan…”

Mungkin bisa disangka pemberontak. Atau dijadiin percobaan. Gila.

Aku duduk lagi. Liat tangan yang tadinya bercahaya, sekarang mulai pudar. Mungkin karena barusan terlalu banyak ngeluarin energi.

 

 

      ~Bersambung di Evolvera Life 2~

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • silvius

    Halo readersvol. ada perubahan jadwal upload mulai bab berikutnya. Evolvera Life akan upload bab baru setiap 3 hari sekali. Terimakasih sudah menikmati cerita.

  • silvius

    Halo pembaca. Ini merupakan novel pertama saya. Saya sangat senang jika mendapatkan kritikan atau saran atau mungkin hal bagus yang membangun. Mari bersama membangun komunitas terbaik. Terimakasih telah membaca dan memberikan tanggapan yang jujur

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Gloomy
608      400     0     
Short Story
Ketika itu, ada cerita tentang prajurit surga. Kisah soal penghianatan dari sosok ksatria Tuhan.
love is poem
1637      965     4     
Romance
Di semesta ini yang membuat bahagia itu hanya bunda, dan Artala launa, sama kaki ini bisa memijak di atas gunung. ~ ketika kamu mencintai seseorang dengan perasaan yang sungguh Cintamu akan abadi.
LULLABY
14953      2875     2     
Fantasy
Lowin mengingat Nasehat terakhir yang diberikan oleh sang kakak mowrine sebelum ia mengemban tugas dari kerajaan. Sang kakak mowrine juga harus melanggar larangan dan terpaksa berbohong untuk mendapat kepercayaan dari keluarga yang akan ia tinggalkan. Bukan tanpa alasan mowrine melakukan hal itu, ia melihat sesuatu didiri lowin yang mengusik ketenangan. Namun, Kenyataan tidak sesuai dengan har...
Dua Warna
664      458     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...
Ballistical World
10018      1974     5     
Action
Elias Ardiansyah. Dia adalah seorang murid SMA negeri di Jakarta. Dia sangat suka membaca novel dan komik. Suatu hari di bulan Juni, Elias menemukan dirinya berpindah ke dunia yang berbeda setelah bangun tidur. Dia juga bertemu dengan tiga orang mengalami hal seperti dirinya. Mereka pun menjalani kehidupan yang menuntun perubahan pada diri mereka masing-masing.
Lavioster
4071      1142     3     
Fantasy
Semua kata dalam cerita dongeng pengiring tidurmu menjadi sebuah masa depan
Gareng si Kucing Jalanan
10908      3540     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
Harapan Gadis Lavender
3051      1331     6     
Romance
Lita Bora Winfield, gadis cantik dan ceria, penyuka aroma lavender jatuh cinta pada pandangan pertama ke Reno Mahameru, seorang pemuda berwibawa dan memiliki aura kepemimpinan yang kuat. Lita mencoba mengungkapkan perasaannya pada Reno, namun dia dihantui oleh rasa takut ditolak. Rasa takut itu membuat Lita terus-menerus menunda untuk mengungkapkan perasaa...
Hello, Kapten!
1508      749     1     
Romance
Desa Yambe adalah desa terpencil di lereng Gunung Yambe yang merupakan zona merah di daerah perbatasan negara. Di Desa Yambe, Edel pada akhirnya bertemu dengan pria yang sejak lama ia incar, yang tidak lain adalah Komandan Pos Yambe, Kapten Adit. Perjuangan Edel dalam penugasan ini tidak hanya soal melindungi masyarakat dari kelompok separatis bersenjata, tetapi juga menarik hati Kapten Adit yan...
THE HISTORY OF PIPERALES
2111      824     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...