“Aku akan mencintaimu dengan cara yang berbeda.”
_Rara Asyifa Putri_
Menjadi Perempuan yang lebih baik, menjadi Perempuan yang lebih dewasa dalam menyikapi segala hal yang negatif yang perlu untuk di perbaki. Menjadi Perempuan yang memperluas kesabaran pada setiap ujian yang Allah beri, serta lebih mudah dalam mengikhlaskan hal-hal yang kita suka pergi satu persatu.
Menjadi Perempuan yang menanamkan rasa percaya dan yakin akan ketetapan dan takdir terbaik yang telah Allah berikan. Menjadi Perempuan yang positif thingking, Perempuan yang lebih Bahagia dan menjadi Perempuan pilihan Allah untuk lebih kuat, tabah dan Perempuan yang memiliki rasa Syukur atas apa yang telah Allah berikan dalam setiap episode kehidupan yang sedang berjalan.
Rara melihat bingkisan yang di berika tadi saat selesai kajian, di dalam nya berisi majmu’ syarif, tasbih digital, dan juga buku catatan beserta pena nya. Meskipun ini bukan pemberian secara langsung dari gus Azmir tapi Rara begitu bahagia mendapatkan nya, anggap saja kenang-kenaangan dari guus Azmir.
“Mau sampai kapan di pandang terus.” Celetuk Nabila.
“Cuma di lihat doang kok.”
“Gak usah ngelak Ra.” Kekeh Nabila.
Keduanya telah usai melaksanakan sholat ashar, awal nya mereka akan Kembali pulang tapi setelah mendengar gus Azmir akan mengisi kajinan lagi mereka memutuskan untuk menghadiri nya, tentunya dengan Rara yang mendapatkan izin dari ayah nya.
Dreettt…
Ponsel Rara tiba-tiba berdering lagi, ia segera mengambil ponselnya yang ada di dalam tas nya.
“Siapa Ra?” Tanya Nabila.
“Ayah, bil.”
“Bukan nya tadi udah telfon ya? Atau jangan-jangan ayah kamu berubah pikiran ya?!”
Rara mengedikan bahunya pertanda ia juga tidak mengetahui nya, “Benta raku jawab dulu telfon.”
“He’em.” Sauth Nabila sambil mengangguk pelan.
Rara pun segera menjawab telfon dari ayah nya. “Hallo, assalamu’alaikum ayah.”
“Wa’alaikumsalam nak.”
“Ayah kenapa? Maksud nya ayah butuh sesuatu atau ada hal yang terjadi disana?!”
“Tidak ada nak, ayah hanya ingin berpesan sesuatu dengan mu.”
“Emmm… iya ayah katakana saja.”
“Jaga diri baik-baik, jangan tinggalkan sholat lima waktu sesibuk apa pun kamu dalam bekerja luangkan waktu untuk melaksankan sholat, dzikir, dan baca Al Qur’an. Selama ini ayah belum bisa menjadi ayah yang baik untuk kamu dan adik-adikmu, missal ayah pergi lebih dulu jaga kedua adikmu nak, bombing mereka berdua seperti alm ibu kamu dulu membimbing kamu.”
“Ayah memang tidak begitu paham mengenai agama, maka dari itu selama ini ayah tidak pernah melarangmu pergi untuk mengikuti majlis ilmu, karena ayah sadar nak jika ayah ini tidak bisa membimbingmu. Semoga kelak kamu bisa memiliki suami yang benar-benar tulis mencintai mu tanpa memandang status drajat kita, suami yang bisa membimbing kamu menuju Jannah nya Allah kelak.” Sambung Rames.
“Kenapa ucapan ayah seolah akan meninggalkan Rara?!” Sauth Rara sambil menyeka air mata nya.
Sedangkan disebrang telfon Rames tersenyum mendengar tanggapan dari Rara. “Nak, kita tidak pernah tahu bagaimana takdir kita kedepan nya mumpung ayah ingat, siapa tahu ayah keburu di panggil oleh Allah sebelum mengatakan hal tadi.”
“Ayah jangan seperti ini, Rara tahu tapi Rara gak mau kehilangan ayah.”
“Ayah juga tidak mau meninggalkan ketiga bidadari kecil ayah, ingat baik-baik pesan ayah tadi.”
“Emm…”
“Sudah lanjutkan lagi, nanti terlamabt lagi datang nya jangan buru-buru pulang nak, jalan-jalan saja dulu di sana agar pikiran kamu bisa plong dan lega.”
“Kamu juga butuh merehatkan pikiran kamu, agar tidak terus banyak beban pikiran.” Sambung nya lagi.
“Iya terima kasih ayah, Rara akan segera pulang jika sudah selsai.”
“Iya nak, hati-hati.”
“Iya ayah.”
Setelah usai berbincang dengan sang ayah Rara segera Kembali ke Nabila. “Gimana Ra aman kan?”
“Iya.”
“kalau gitu kita berangkat lagi ya.”
Rara mengangguk pelan tapi dalam hatinya mulai timbul rasa kegellisahan semenjak mendengar pesan yang di sampaikan oleh sang ayah.
Setelah usai berbincang dengan ayah nya Nabila juga merasa ada yang aneh dengan sikap sahabat nya. “Ra baik-baik aja kan?”
“Iya Bil.” Sauth Rara sambil berusaha menampakkan senyuman nya.
Nabila mengangguk saja ia tidaka akan banyak tanya kali ini, mungkin saja sahabat nya sedang memikirka hal lain dan tidak mau membaginya sekarang.
Kedua gadis cantik ini melanjutkan perjalanan lagi menuju kajian gus Azmar selanjutnya. Kebetulan masih di daeraah bandung, jadi mereka berdua menyempatkan waktu untuk menghadiri nya meskipun baru saja mendengarkan kajian gus Azmir.
Kurang lebih sekitar 30 menit mereka sampai di tempat kajian gus Azmir, kondisinya sudah ramai jama’ah yang berdatangan bahkan lebih ramai dari pada tadi karena memang disini tempat nya lebih luas dan bisa menampung banyak jama’ah.
“Alhamdulillah sepertinya kita gak telat datang nya.” Ucap Rara.
“Heheheh iya alhamdulillah.”
“Masuk yuk biar dapat tempat di depan.” Sambung Nabila.
“Eh jangan di depan-depan Bil.” Cegah Rara sambil menarik tangan sahabatnya.
“Memang nya kenapa?” Tanyanya sambil menukik satu alisnya.
“Nanti kalau gus Azmir tahu kita ngikutin sampai kesini gimana?”
“Hahahh jangan aneh-aneh deh Ra, gus Azmir gak akan meneliti wajah para wanita satu persatu seperti yang kamu pikirkan.”
“Bisa aja kan Bil, kita kan gak tahu.”
“Hmm, gus Azmir gak suka memandang lawan jenis.”
“Menjaga pandangan ya?!”
Nabila mengangguk pelan sambil menarik tangan Rara masuk ke dalam, “Lama-lama kamu beneran suka sama gus Azmir.”
“Gak, Cuma kagum aja sama beliau.” Alibi Rara.
“Kagum jadi cinta?! Udah bias aitu Ra.”
“Tetapi tidak dengan beliau Bil.”
“Entah lah, aku Cuma bisa nasehatin kamu aja jangan sampai niat hijrah kamu karena ingin memiliki gus Azmir.” Sauth Nabila.
“Iya Bil, aku paham kok.”
“Udah jangan bahas beliau lagi.” Sambung Rara, karenaa sejak tadi yang menjadi topik hangat pemicaraan mereka adalah gus Azmir saja.
Para jama’ah yang hadir segera duduk di tempat yang sudah di sediakan oleh panitia, acara demi acara juga sudah dimulai. Rara jadi teringat dengan ucapan sahabat nya tadi, hamper saja hatinya berpaling karena rasa cinta nya kepada gus Azmir.
“Ra, ga boleh gak boleh ingat siapa gus Azmir dan kamu.” Batin Rara sambil menatap kea rah gus Azmir.
Bahkan tidak hanya Rara seorang saja yang kagum kepada gus Azmir tapi para jama’ah Perempuan yang duduk di samping nya juga menganggumi gus Azmir. Bahkan dengan lantang nya ia mengatakan akan menjadikan gus Azmir suami nya, beberapa dari mereka juga tak segan memuji ketampanan gus Azmir walaupun mereka juga tahu, jika yang mereka lakukan saat ini salah.
Tidak bisa di pungkiri lagi jika sosok gus Azmir adalah iamam yang sempurna bagi kaum hawa, tampan, berwibawa, serta selalu mendahulukan adab dan menghormati wanita. Seperti halnya sosok pria idaman semua kaum hawa, tak hanya para gadis saja yang membeicarakan nya.
Bahkan para ibu-ibu pun ingin menjadikan gus Azmir menantunya, ada juga yang yang mengatakan jika putri-putri mereka salah satu santri abdi ndalem di pesantren milik abah gus Azmir. Ada juga yang mengatakan jika putrinya salah satu pengajar disana, dan masih banyak hal lagi yang mereka bicarakan mengenai gus Azmir.
Sontak saja hal itu membuat hati Rara merasa tidak terima, tapi ia sadar gus Azmir juga bukan miliknya. Namun tetap saja hati nya merasa sakit dan menaruh cemburu, saingan nya bukan lagi Wanita yang fakir ilmu sepertinya melainkan seorang santri ndalem, seorang ustadzah mudah, dan para ning-ning tentu nya.
Rara merasa begitu kecil berada di antara mereka semua, cukup sulit memang mendapatkan ssosok seperti gus Azmir karena tidak hanya satu atau dua do’a saja yang bertarung di pertarungan langit. Melainkan ada ratusan do’a disana yang meminta gus Azmir unntuk menjadi imam nya.
“Gus, aku adalah Perempuan yang diam-diam menaruh kagum dan mencintamu dalam diam. Aku adalah Perempuan yang kecewa dan cemburunya hanya bisa ditahan dalam-dalam saat banyak wanita yang yang sedang membicarakan mu.”
“Gus, jangankan melihatmu berbicara dengan Perempuan lain, mendengar mereka bisa satu pesantren denganmu saja sudah cukup membuatku cemburu. Aku menikmati setiap proses Dimana aku mencintamu tanpa kamu tahu siapa aku.”
“Aku sedang diversi terbaik mencintai seseorang hingga bersujud untuk memintamu, tapi lagi-lagi aku tersadar jika Tindakan ku sudah salah karena memaksa rabb ku untuk menjadikanmu miliku, tidak tahu akan berakhir seperti apa, setidaknya aku berterima kasih karena kamu telah menjadi perantara hijrahku.”
“Setiap do’a pasti ingin di ijabah dengan do’a yang di harapkan, aku punya keinginan namun Allah punya ketetapan. Kalaupun ternyata di lauhul mahfudz memang bukan namaku yang tersanding dengamu. Do’akan aku bisa segera mungkin menghapus namamu dalam hatiku. Agar orang yang tepat bisa mengisinya seluas-luasnya, mungkin aku pernah mencintaimu dan menaruh harap besar, tapi di antara kita tidak mungkin bisa bersama itulah kenyaatan yang harus aku terima sejak awal, Fi amanillah gus.”
Batin Rara sambil menatap ke arah gus Azmir yang sejak tadi sudah memulai kajian, bahkan kertas di pangkuan nya masih bersih belum ada goresan pena sama sekali.
“Setiap hari yang dilihat hanya yang menjauhkan pada Allah, yang di dengarkan seputar hal-hal yang hanya membuat senang tapi tidak ada manfaatnya, yang disampaikan banyak kebohongan dan melukai hati banyak orang. Kemudian tindakan nya tidak mencerminkan bagaimana semestinya orang berimman.” Ucap gus Azmir.
“setiap hari kerjanya hanya menghayal besok nikahnya sama siapa dan pakai adat apa? Setiap waktu nya hanya di sibukkan dengan mencari-cari siapa yang sekiranya bisa dijadikan pendamping hidup sampai mati. Tapi dia lupa, bawa maut bisa datang kapan saja tanpa aba-aba.”
“Tahu bawa dunia hanya sementara malah dibuat untuk hal yang sia-sia. Tahu bawa akhirat selamanya, malah dinanti-nanti saja mengerjakan amal baiknya. Taubatlah segera, seblum kamu tidak punya kesempatan merubah keburukan yang sudah kamu kerjakan.” Sambung nya lagi.
Namun di Tengah-tengah gus Azmir menyampaikan materi tiba-tiba hatinya merasakan desiran aneh. Gus Azmir sendiri pun tidak tahu mengapa hatinya menjadi seperti ini, Gus Azmir berhenti sejenak ia berpura-pura minum air putih dan menjadikan alasan tenggorokan nya terasa kering. Padahal gus Azmir sedang menetralkan hatinya, dan berusaha fokus untuk menyampaikan materi pada sore hari ini.
“Astaghfirullahhaladzim.” Guman pelan gus Azmir sebelum melanjutkan menyapaikan materi lagi.
Kisah yg banyak menguras Air mata😭 tp ending ny begitu menakjubkan pertolongan Allah hadir d'waktu yg tepat. Kebahagiaan pun d'raih oleh Gus Azmir & Rara🥰💗
Comment on chapter Bab 30- Ending