Read More >>"> Waktu Awan dan Rembulan (Chapter 1. Selalu Tentangnya) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Waktu Awan dan Rembulan
MENU
About Us  

Saat bersinarnya mentari adalah hal yang sangat menggugah dirinya, untuk  selalu berpikir akan suatu hal yang tak sejalan dengan apa yang ia rasakan, dan juga apa yang ia ingin ajukan, yakni suatu perasaan yang mencintai dibalik rasa keraguan, bagi seorang pemikir layaknya Zahra.

Ia hanya mampu melihat tatapan indah itu dari jauhnya jarak di antara mereka. Walau sekalipun ia tak mampu untuk terus-menerus melihatnya—meski sekalipun dari tatapan yang begitu menerawang.

Kata seakan tak mampu terucap oleh bibirnya, yang selalu berpedoman pada keadaan selanjutnya, yakni saat sirnanya status dalam suatu  hubungan.

Meskipun ada banyak hal yang tengah ia simpan di dalam benaknya, tapi sejauh ini, tak sekalipun ada yang ia umbar—tak mengucapkan kata hatinya terhadap siapa pun, sekalipun itu terhadap salah seorang teman karibnya—Karina.

Ia seakan tak peduli akan perasaannya, yang begitu ingin membawanya pada seseorang yang spesial baginya, walau hatinya terus mencari jejak, akan seseorang yang rupawan baginya, dan terkesan begitu memiliki nyali, dalam menjalin suatu hubungan.

Ya, cinta hanyalah sebatas five letters, yang tak segan untuk ia alihkan dari pikiran dan hatinya, meski memang, terkadang beberapa kali terus menolak, akan hal yang tak sejalan.

Terkadang ia ingin melupakan, tapi orang yang telah ia kagumi itu, seakan terus hadir dalam mimpi dan bayangannya—walau hanya dengan sesaat. Ya, makna kata ‘Sesaat’ ini, memang sebagai bentuk usahanya, sebab benar saja, meskipun rasa itu terasa sangat kuat di hatinya, tapi di sisi lainnya, ia benar-benar seakan ingin menghentikan pikiran dan hatinya, untuk bisa selalu, tidak membayangkan apa yang sejatinya tidak pasti.

Ia tak ingin membuka mulut,  jika ia merasakan suatu hal, yang baginya tak pantas untuk diketahui oleh banyak orang. Ya, lantas sebab inilah, ia sangat cocok  menjadi teman yang pantas untuk menyimpan sejuta cerita dan rahasia, tanpa bisa diketahui oleh yang lainnya—selain dirinya, dan juga seseorang yang ingin berbagi kisah kehidupan mereka, kepadanya.

Ini bukanlah yang pertama kali baginya dalam mengagumi seseorang—layaknya remaja yang seusia dengannya. Namun kekuatan batin yang ia miliki, terus terarah pada suatu takdir yang sampai saat ini masih ia rasakan. Walau kini, ada seseorang yang lebih dekat jarak pertemuan itu dengannya.

Ya, benar adanya, jika takdir tak mampu diungkap, bila belum datang waktu yang tepat. Pandangan ke depan yang masih membayang, tapi terus terasa baginya. Perasaan itu hadir pada saat ia masih begitu belia dalam mengenal cinta. Walau saat ini ia sudah beranjak remaja, tapi perasaan yang telah hadir dulu kala, tetap ada bagaikan suatu impian yang ingin ia raih.

Sejujurnya, ia tak menginginkan pertemuan, bila mana mereka harus berpisah sejenak—dengan terkisah, dan terus bertanya akan kebenaran, terhadap suatu hal yang sejatinya hanya ia dengar, dari mulut orang-orang yang ia percaya.

***

Beberapa waktu yang lalu.

Kini masanya,  ia memasuki sekolah barunya—pada bulan Juli ini. Tampaknya, ia begitu gugup, di saat ia melihat banyak orang, yang tengah memperhatikan raut wajahnya yang begitu anggun.

Diam adalah pilihannya pada saat itu. Hingga akhirnya, ada seseorang yang tak sungkan dalam menyapanya.

“Hai,” sapa seseorang itu, dalam senyuman.

“H-hai,” jawabnya dengan turut menampilkan senyuman.

Mmm, boleh kenalan? ” tanya seseorang padanya.

“Boleh,” singkatnya.

“Namaku Karina. Nama kamu siapa?” ucap dan tanya seseorang itu—masih dalam keadaan tengah tersenyum.

“Nama aku Zahra.”

Saling mengenal adalah awal dari mereka, untuk saling berbagi dan melewatkan waktu bersama. Ya, semenjak inilah, mereka seakan tak pernah absen, untuk selalu siap siaga, saling mendukung dan saling melengkapi—menjalin hubungan persahabatan yang benar-benar erat.

Mmm, kamu ... kamu punya teman yang dulunya satu sekolah?” tanya Karina.

“Nggak ada. Kayaknya, memang cuma aku yang sekolah di sini,” jawab Zahra.

Mmm, gitu ....” Karina.

“Iya. Kalau kamu?”

“Ada sih, tapi nggak banyak. Mau aku kenalin, nggak?” Karina tampak benar-benar bersemangat dalam hal ini—dalam hal mengenal-mengenalkan—memperluas lingkup pertemanannya.

“Boleh.” Dengan senang hati, Zahra menerima tawaran itu darinya.

“Oke, nanti kalau ada waktu, aku bakalan kenalin kamu ke teman aku yang lainnya.”

***

Keesokan harinya. Sama halnya layak pada hari pertama mereka bertemu, kini mereka pun masih saling mengisi hari-hari mereka, dengan selalu bersama-sama.

 “Za,” panggil Karina.

“Ya?”

Hmm ... kamu lihat apaan? ” tanya Karina—isyarat tengah merayu-nya.

“L-lihat? M-maksudnya?” Setelah mendengar hal itu darinya, Zahra pun benar-benar tampak gugup.

“Iya. Aku nanya, kamu lihat apa di sana? Soalnya ‘ni ya, dari tadi aku perhatikan ... kayaknya kamu lagi lihat ... hkhmm ... lagi lihat seseorang, ya?” Karina berucap, dengan gaya berbisik padanya—masih dalam mode rayu-merayu. Kali ini, Karina benar-benar merasa tak percaya. Lantas sebab hal ini, ia tak punya cara lain, selain tetap merayu Zahra, agar Zahra pun lekas berkata jujur terhadapnya

“N-nggak, kok. A-aku nggak lagi lihat siapa-siapa,” bantah Zahra.

“Yakin?” tanya Karina yang masih belum bisa percaya.

“Y-yakinlah,” jawabnya dengan gugup.

 “Hmm ... yakin nggak bohong? Yakin ... kalau kamu nggak lagi nutupin sesuatu dari aku?”

“I-iya, Rin. A-aku nggak bohong,” balas Zahra. Sebenarnya, untuk kali ini, Zahra memang benar-benar tengah menutupi suatu hal darinya. Namun apa bisa dikata, sepertinya untuk saat ini, memang bukanlah waktu yang tepat, untuk bisa bercerita banyak hal pada Karina—mengingat mereka pun belum begitu lama saling mengenal satu sama lainnya.

“Bohong itu nggak baik lho. Memangnya, kamu nggak takut dosa?” Karina seakan benar-benar kukuh ingin mengetahui, akan perkara tersebut. Namun meskipun demikian, Karina tetap saja menampilkan senyuman manisnya tentu saja—ikut tak ingin membuat Zahra merasa begitu terintimidasi akan dirinya.

Ya, memang begitulah Karina. Ia memang tergolong kepo-an, tapi tak menutup alasan, bahwa apa yang ingin ia ketahui, benar-benar memiliki alasan yang jelas.

Beberapa saat kemudian, sepasang mata yang sempat ia lihat pada saat-saat sebelumnya, seakan terasa pernah ia tatap dengan sangat dalam, serta perasaan yang muncul pun, seakan terasa pernah ia rasakan, pada sebelum-sebelumnya.

“Dia siapa? Kenapa kayaknya, ada sesuatu yang pernah terjadi di antara kami?” batin Zahra.

Mengingat bagaikan musuh baginya, karena ia harus mengalami sakit pada bagian kepala, ketika ia ingin membayangkan suatu hal yang pernah ada, tapi begitu sulit bisa ia temukan jejak kejelasan, atas ingatan-ingatan bayangannya itu.

Agh ....” Suara rintihan pelan pun lekas terdengar, dalam beberapa saat setelahnya.

“K-kamu kenapa, Za?” tanya Karina, dengan tampak cukup panik.

Ya, benar saja, ternyata alasan Karina, berupaya mencari tahu akan apa yang tengah dilihat oleh Zahra itu tadinya, memang benar punya alasan yang berarti. Meskipun mereka baru-baru ini saling kenal, tapi sepertinya, Karina memang telah lama terkenal begitu peka akan yang lainnya.

Pandangan yang tadinya sempat Zahra fokuskan pada seseorang itu, ternyata memang benar berdampak, dan benar-benar ada sesuatu yang bukan main-main akan pengaruhnya.

Ya, bahkan sejak tadi, Karina memang telah menyiasati hal itu, dan inilah alasan utamanya, kenapa Karina seakan terkesan kepo, tadinya.

Mmm, n-nggak, kok. Aku nggak apa-apa. Aku cuma pusing, sedikit.” Zahra.

Memang benar, bahwa ia tengah merasakan pusing, tapi sungguh, sebenarnya hal ini bukanlah hal yang sejatinya dapat diremehkan.

Ya, makna kata ‘Sedikit’ yang sempat Zahra katakan barusan, sebenarnya bukan begitu adanya. Sebab, jika ia telah merasakan sedikit rasa pusing saja, biasa itu akan terus menerus menghantuinya, terlebih di saat ia selalu saja memaksakan ingatannya—untuk bisa mengingat suatu hal, yang sejatinya belum bisa ia kuasai.

“Beneran nggak apa-apa?” tanya Karina kembali—benar-benar merasa, bahwa jawaban Zahra, tak sedemikian sederhananya. Ia masih merasa, bahwa memang ada suatu hal penting yang tengah Zahra sembunyikan darinya.

“I-iya, aku nggak apa-apa, kok. Kamu nggak perlu khawatir. InsyaAllah ke depannya, aku pasti baik-baik aja. Ini bukan hal yang serius. Biasanya, aku memang suka sedikit ngerasa pusing, kalau aku lama-lama berdiri, di bawah teriknya matahari.” Zahra kembali beralasan.

“Tapi ini benaran kan, ya? Kamu benaran nggak dalam masalah yang serius, kan?” Karina.

Dengan masih memegang bagian kepalanya, Zahra pun tampak mengangguk—sebagai isyarat jawaban dari pertanyaannya Karina. Tak hanya sebatas mengangguk, Zahra pun turut berupaya untuk bisa tersenyum indah, layak pada biasanya—meski rasa sakit itu masih tetap ia rasakan—belum ada progres membaik.

Melihat anggukan itu darinya, Karina hanya mampu menghela napas ringan—seakan menyerah untuk bisa mendapatkan jawaban yang sebenarnya. Kali ini, ia memang berhenti bertanya, tapi meskipun demikian, ia tetap tak menjauhkan jaraknya dengan Zahra—terus memegangi lengannya—berharap Zahra memang benar dalam keadaan yang baik-baik saja—tak ada hal yang benar-benar serius, sesuai dengan ucapannya Zahra, yang tadi.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 3 0 0 0
Submit A Comment
Comments (20)
  • athaya_ama

    Muncul fakta lainnya. Next up, Kak 🙏🏻🤍

    Comment on chapter Chapter 10. Dea?
  • athaya_ama

    Kasih tau aja Zahra, kali aja Karina bisa bantu. Jangan bnyk alasan buat nutupin 👌🏻🤭

    Comment on chapter Chapter 9. Ada Apa Sebenarnya? Siapa Dia?
  • athaya_ama

    🤍🤭🤍

    Comment on chapter Chapter 8. Kisah Mereka—Seorang Sahabat dan Seorang Temannya Karina
  • athaya_ama

    Kyknya mmg ada something 😍

    Comment on chapter Chapter 7. Just a First Impression?
  • athaya_ama

    Semoga persahabatan kalian semakin langgeng, ya 👍🏻

    Comment on chapter Chapter 6. Ingin Memastikan
  • athaya_ama

    🤍🤍🤍

    Comment on chapter Chapter 5. Mixed Feelings
  • athaya_ama

    Semakin penasaran 🤍

    Comment on chapter Chapter 4. Sepenggal Kisah Plot Twist-nya Zahra
  • athaya_ama

    Next 🤍

    Comment on chapter Chapter 3. Ada Apa Sebenarnya?
  • athaya_ama

    Sweet bgt mereka 🤍

    Comment on chapter Chapter 2. Sisi Putih dan Abu-abu
  • athaya_ama

    🤍🤍🤍

    Comment on chapter Chapter 1. Selalu Tentangnya
Similar Tags
G E V A N C I A
827      453     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
My Sweety Girl
9821      2237     6     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...
Selfless Love
3950      1144     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
Pacarku Arwah Gentayangan
3868      1327     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Coneflower
2677      1353     3     
True Story
Coneflower (echinacea) atau bunga kerucut dikaitkan dengan kesehatan, kekuatan, dan penyembuhan. Oleh karenanya, coneflower bermakna agar lekas sembuh. Kemudian dapat mencerahkan hari seseorang saat sembuh. Saat diberikan sebagai hadiah, coneflower akan berkata, "Aku harap kamu merasa lebih baik." — — — Violin, gadis anti-sosial yang baru saja masuk di lingkungan SMA. Dia ber...
Ghea
418      268     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
FLOW in YOU (Just Play the Song...!)
2893      775     2     
Romance
Allexa Haruna memutuskan untuk tidak mengikuti kompetisi piano tahun ini. Alasan utamanya adalah, ia tak lagi memiliki kepercayaan diri untuk mengikuti kompetisi. Selain itu ia tak ingin Mama dan kakaknya selalu khawatir karenanya. Keputusan itu justru membuatnya dipertemukan dengan banyak orang. Okka bersama band-nya, Four, yang terdiri dari Misca, Okka, dan Reza. Saat Misca, sahabat dekat A...
Yu & Way
825      424     28     
Romance
Dalam perjalanan malamnya hendak mencari kesenangan, tiba-tiba saja seorang pemuda bernama Alvin mendapatkan layangan selembaran brosur yang sama sekali tak ia ketahui akan asalnya. Saat itu, tanpa berpikir panjang, Alvin pun memutuskan untuk lekas membacanya dengan seksama. Setelah membaca selembaran brosur itu secara keseluruhan, Alvin merasa, bahwa sebuah tempat yang tengah dipromosikan di da...
Trust
1728      701     7     
Romance
Kunci dari sebuah hubungan adalah kepercayaan.
Sunset in February
787      434     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.