*First Day
Seorang gadis berusia lima belas tahun tampak sibuk mengepang rambut sebahunya di depan cermin yang ada di kamarnya. Tak lupa ia merapikan penampilannya. Ia memastikan semuanya terlihat rapi.
Hari ini adalah hari pertamanya menjadi murid baru di SMA Sakura. Ia bersama murid baru lainnya akan mengikuti upacara penerimaan murid baru.
SMA Sakura, atau Sakura Gakuen merupakan sekolah elit berstandar internasional di wilayah Cibubur, Jakarta Timur. Murid-murid yang bersekolah di sana sebagian besar merupakan keturunan Jepang, atau keturunan asing lain yang menetap di wilayah Cibubur dan sekitarnya.
Ibu kandung gadis itu merupakan keturunan Indonesia-Jepang, sementara ayah kandungya merupakan orang Jepang asli. Awalnya, gadis itu dan orangtuanya tinggal di Surabaya, namun ia pindah ke Cibubur karena pekerjaan kedua orangtuanya.
Tahun ajaran baru di SMA Sakura dimulai pada bulan Juli, menyesuaikan kurikulum di Indonesia. Gadis itu mengenakan seragam sekolah SMA Sakura untuk musim panas. Kemeja putih lengan pendek dengan kerah model pelaut berwarna abu-abu gelap, dasi berwarna pink, serta rok selutut berwarna abu-abu gelap. Nama 'Chihaya Hamada' terjahit di dada kanan seragamnya. Tak lupa ia juga memakai kaus kaki putih setinggi lutut dan sepatu kets putih
Setelah memakai kacamata dan bercermin untuk memastikan penampilannya sudah rapi, Chihaya mengambil tas sekolahnya dan berjalan keluar dari kamar. Saat keluar rumah, tak lupa ia mengunci pintu rumahnya.
Chihaya masih harus menaiki angkutan umum yang tersedia di kompleks rumahnya untuk pergi ke sekolah. Setelah membayar uang dan mendapat tiket dari kondektur, Chihaya pun masuk ke dalam bus dan duduk di bangku bagian kanan.
Perjalanan ke sekolah memakan waktu tak sampai sepuluh menit. Begitu bus yang ia naiki berhenti di halte SMA Sakura, Chihaya pun turun. Ia masih harus berjalan sekitar 200 meter ke dalam, melewati jalan setapak yang ditumbuhi pohon tabebuya yang bermekaran, hampir mirip dengan bunga sakura yang mekar di Jepang saat musim semi.
Begitu tiba di depan sekolah, langkah kakinya terhenti.
Chihaya terpaku menatap gedung sekolah barunya yang jauh lebih luas dan berbeda dibanding gedung sekolahnya dulu. Bangunan SMA Sakura terdiri dari tiga gedung. Masing-masing gedung berlantai tiga dan bercat putih dengan sebagian merah tua. Di depan pagarnya terdapat papan hitam bertuliskan SMA SAKURA dalam ukiran huruf kanji Jepang berwarna emas. Di belakang bangunan sekolah, terdapat pohon-pohon bambu hitam yang membatasi sekolah dengan sungai besar yang melintasi kawasan tersebut.
Chihaya kemudian melihat beberapa orang murid baru yang berfoto di gapura. Karena ingin melakukan hal yang sama, ia mengeluarkan ponselnya yang tersimpan di saku rok. Saat gapura sekolah sudah sepi, Chihaya berjalan seorang diri ke sana. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, mencari seseorang yang sekiranya mau membantu memotretnya.
"Mau minta tolong difoto?"
Gadis berkepang itu menoleh ke belakang, dan mendapati seorang lelaki yang datang menghampirinya sambil menawarkan bantuan.
Ia mengamati pemuda tersebut dari ujung kepala hingga ujung kaki. Pemuda itu mengenakan seragam untuk murid laki-laki SMA Sakura—kemeja putih, serta dasi, celana panjang, dan almamater berwarna abu-abu gelap. Alih-alih memakai sepatu putih seperti murid lain, pemuda itu justru memakai sepatu Converse hitam.
Pemuda itu tampan. Penampilannya bersih, rambut ikalnya tersisir rapi, serta kedua bola mata cokelatnya terlihat berkilau.
"Hei, kok bengong?"
Ucapan pemuda itu membuat Chihaya tersadar. Pemuda itu sepertinya tahu jika Chihaya sedang butuh bantuan.
"Oh. Maaf," ucap Chihaya yang sedari tadi bengong menatapnya. "M-maaf,Senpai*...Bisa minta tolong untuk memotret saya di depan papan nama sekolah itu?"
"Oh,boleh," jawab pemuda itu ramah. Sikapnya sangat sopan, suaranya juga terdengar ramah dan berwibawa. Chihaya senang mengetahui pemuda itu bersedia membantunya.
Chihaya menyerahkan ponselnya kepada pemuda itu. Ia sudah menyetel kameranya. "Mohon bantuannya ya,"
Pemuda itu menyuruh Chihaya berdiri di depan papan yang bertuliskan nama sekolah. Chihaya pun menurut.
"Ya, senyum,"
Chihaya pun menunjukkan senyum termanisnya.
Pemuda itu pun memberi aba-aba.
"Siap, ya. 1,2,3,"
Terlihat lampu flash kamera ponsel menyala. Pemuda itu pun mengambil foto Chihaya sebanyak dua kali.
"Sekali lagi?" tanya pemuda itu. Chihaya mengangguk.
"OK, sekarang gaya bebas,ya."
Chihaya mengganti posenya dengan kedua tangannya membentuk simbol peace. Pemuda tersebut kembali mengambil fotonya.
"Ya, sudah." Pemuda itu mengembalikan ponsel Chihaya setelah selesai mengambil fotonya. Chihaya melihat foto hasil jepretan si pemuda di galeri ponselnya sambil tersenyum, pertanda hasil fotonya bagus.
"Oh, ya, maaf, aku duluan,ya? Aku ada urusan," Pemuda itu menunjuk temannya yang sedang berdiri menunggunya.
"Eh? Oh, i-iya,Senpai. Terima kasih atas bantuannya," ucap Chihaya. Pemuda berambut ikal itu mengangguk seraya tersenyum, kemudian berlari meninggalkan Chihaya.
Chihaya hanya terpaku menatap punggung si pemuda yang berlari memasuki sekolah.Senyumnya juga manis sekali. Membuat hatinya sedikit berdebar.
Namun...tunggu dulu.
Rasanya, ia pernah bertemu dengan pemuda itu sebelumnya.
Tapi...kapan? Di mana?
Chihaya tidak bisa mengingatnya.
Ia baru sadar kalau ia lupa menanyakan nama pemuda itu.
Namun Chihaya berharap akan bertemu lagi dengannya.
*****
Chihaya duduk di kursi di bagian kanan, di deretan nomor empat dari depan. Ia dan murid-murid baru berkumpul di aula, bersiap untuk mengikuti upacara penerimaan murid baru SMA Sakura.
Chihaya memperhatikan sekilas wajah murid-murid baru yang seangkatan dengannya. Semuanya sangat asing. Semua murid baru, baik laki-laki maupun perempuan mengenakan pita merah yang dijepit di bagian kanan almamater hitam mereka, sama sepertinya.
Mereka terlihat mengobrol dengan teman yang baru mereka kenal atau teman akrab mereka dari sekolah sebelumnya. Sementara Chihaya hanya bisa diam tanpa berbuat apa-apa, karena belum ada seorang pun yang dia kenal. Ia merasa berbeda sendiri di antara murid-murid lainnya.
Upacara penerimaan murid baru akhirnya dimulai. Suasana yang tadinya ramai oleh obrolan murid-murid berubah menjadi hening. Kegiatan upacara murid baru yang dilaksanakan di SMA Sakura sangat mirip dengan upacara penyambutan murid baru di sekolah Jepang.
Pertama-tama, para murid mendengarkan sambutan dari kepala sekolah. Kepala sekolah menyampaikan beberapa patah kata dan menyebutkan jumlah murid baru yang masuk ke SMA Sakura tahun ini mencapai angka 120 murid. Setengah jam kemudian, mereka juga bergantian mendengarkan sambutan dari Ketua OSIS, perwakilan murid, juga perwakilan guru.
Setelah upacara penerimaan murid baru selesai, Chihaya langsung masuk ke kelasnya, kelas 10-1.
Di kelas, ia melangkah ke kursi yang terletak nomor dua dari depan, di dekat jendela.
"Permisi, aku boleh duduk di sini?" tanya Chihaya pada seorang gadis dengan rambut hitam panjang tergerai.
"Ah, boleh, boleh! Kursi ini kosong,kok," jawab gadis itu seraya tersenyum tipis pada Chihaya.
"Terima kasih," ucap Chihaya sambil duduk di kursi itu.
"Kamu murid baru juga,ya? Salam kenal. Namaku Shizuka," Gadis berambut hitam panjang itu menyebutkan namanya seraya menyodorkan tangan kanannya.
Chihaya menyambut uluran tangan gadis itu seraya menyebutkan namanya,"Chihaya. Mohon bantuannya, Shizuka,"
****
*Senpai = panggilan dalam bahasa Jepang untuk senior/kakak kelas