Dikarenakan rasa kepo yang meronta-ronta, Dina dan kedua bestie-nya itu melangkah mendekati dua orang yang mereka yakini sebagai Aluna dan Saka. Namun, saat mereka tinggal beberapa langkah lagi untuk menghampiri Aluna dan Saka, kerumunan beberapa orang anak remaja menghalangi dan tanpa sengaja menghentikan langkah mereka.
"Lah, kok ilang sih?"tanya Febby sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia yakin barusan melihat Aluna dan Saka berada di dekat kinciria, tapi mereka berdua sudah menghilang dalam sekejap mata. Saat kerumunan anak remaja tadi melewati mereka dan menghalangi pandangan.
"Gue juga yakin, gue nggak salah lihat. Gue lihat mereka disini!" seru Linda yang juga meyakini hal sama dengan Febby. Begitupun dengan Dina.
"Apa jangan-jangan mereka sembunyi ya? Karena mereka lihat kita?" pikir Dina dengan sepasang mata yang masih mencari-cari keberadaan Aluna dan Saka disana. Bisa-bisanya, dia berpikir kalau mereka berdua sembunyi.
Tepat, seperti apa yang ada di pikiran Dina mereka berdua memang bersembunyi dibelakang loket tiket pembayaran kinciria. Aluna dan Saka sedang duduk jongkok disana sambil berpegangan tangan, kali ini bukan tangan boneka kelinci lagi yang mereka pegang. Melainkan tangan mereka secara langsung, skin to skin dan terasa hangat.
"Kenapa sih kita harus pakai sembunyi segala dari mereka?" tanya Saka kepada Aluna yang saat ini berada disampingnya.
"Memangnya kamu mau kalau kak Alex tau kita pacaran? Bisa-bisa dia marah sama aku, dia kan nggak suka sama kamu," jawab Aluna menjelaskan. Saka menghela napas berat, masalah terberatnya saat ini adalah kakak dari pacarnya yang sudah jelas-jelas menentang hubungan mereka berdua.
"Sebenarnya aku heran... Kenapa Kakak kamu segitu bencinya sama aku? Padahal perasaan kita nggak deket, gak pernah bersinggungan juga."
"Nanti aku tanyain alasannya, aku juga penasaran kenapa dia kayak gitu," sahut Aluna sambil menganggukkan kepalanya.
"Ya udah kamu tanyain ya tantrum."
"Tantrum? Dih, apa nggak ada panggilan yang lebih baik lagi daripada itu? Kita kan udah pacaran!" seru Aluna protes.
Saka tersenyum, lalu mengedipkan sebelah matanya seraya menggoda Aluna. Senyuman itu terlihat seperti senyuman anak tengil. Aluna meringis melihat tingkah Saka.
"Ya udah, aku panggil bebeb mau?"
Plak!
Sebuah pukulan keras melayang di lengan Saka, dan sontak saja pemuda itu meringis kesakitan dibuatnya. "Aduh! Sakit tantrum!" pekik Saka sambil mengusap lengannya yang terkena pukulan dari tangan Aluna.
"Dasar cogil! Bebeb bebeb, apaan tuh?" Aluna mendelik sinis.
"Lah... kan kamu yang nggak mau dipanggil tantrum. Dan biasanya juga kalau orang pacaran manggilnya bebeb," kata Saka tak mengerti.
Aluna berkata, "Jangan bebeb juga kali. Panggil namaku aja kayak biasa. Kamu kan jarang manggil nama aku."
"Nggak spesiali dong. Kalau Lunlun sayang gimana?" Saran Saka.
"Lebay." Gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Luna sayang?"
"Lebay."
Saka mengambil napas dalam-dalam, dia kesal dikatai lebay oleh pacarnya. "Oke, Aluna cinta."
"Lebay juga." Aluna kembali tak setuju.
"My tantrum?" tanya Saka yang kali ini mendapatkan respon senyuman dan anggukan kepala dari Aluna yang artinya setuju.
"Itu bagus!"
"Oke, kalau kamu panggil aku apa?" tanya Saka penasaran.
"My Cogil."
Saka tersenyum lebar mendengarnya, dia setuju dengan nama panggilan sayang yang diberikan oleh Aluna. Setelah cukup lama bersembunyi sambil mengobrol di sana, Aluna dan Saka akhirnya pergi meninggalkan pasar malam. Aluna bernapas lega karena Dina dan kedua temannya sepertinya sudah tak ada disana.
Pemuda itu lalu mengantar Aluna pulang ke rumahnya. Aluna lega karena kakaknya belum pulang, motornya belum ada dihalaman depan.
"Ya udah kamu cepat pulang gih. Keburu kak Alex datang," ucap Aluna setelah turun dari motor Saka dan membawa tiga boneka yang Saka dapatkan di pasar malam.
"Oke, besok aku jemput ya?" tanya Saka.
"Nggak! Jangan, nanti kak Alex tau."
"Dia nggak akan tau kalau dia jemput pacarnya," kata Saka dengan senyuman licik dibibirnya.
"Kamu mau apa sih?"
"Please...aku jemput ya. Aku kan pengen jalan sama pacar aku. Nanti kamu chat Rhea, biar dia suruh Alex jemput dia," ucap Saka memelas.
"Tapi-"
"Kamu nggak mau jalan sama aku?"
"Bukannya gitu, cogil." Aluna menyanggah. Sesungguhnya bukan seperti itu maksud Aluna, dia hanya tidak mau merepotkan Rhea akan hal-hal seperti ini.
"Percaya sama aku, dia juga pasti mau kok!"
Gadis itu menganggukkan kepalanya, lalu dia pun masuk ke dalam rumahnya dengan hati yang berbunga-bunga. Mutia yang sedang menonton tv di ruang tengah, tanpa sengaja melihat putrinya yang baru saja pulang sambil memegang tiga boneka lucu-lucu ditangannya. Dia terlihat senang dan Mutia sudah bisa menebak kalau Aluna sedang merasakan indahnya cinta muda. Mutia tidak akan melarang anak-anaknya berpacaran, asalkan mereka tetap menjaga kestabilan belajar juga tidak sampai kebablasan. Karena dia pun pernah merasakan masa muda. Masanya dimana mengenal cinta, persahabatan dan mencari jati diri.
Setibanya didalam kamar bernuansa ungu itu, Aluna langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan memeluk ketiga boneka itu dengan erat. Hatinya sungguh berbunga-bunga, hari ini, malam ini, menjadi malam yang tidak akan pernah Aluna lupakan seumur hidupnya.
Gadis itu senyum-senyum sendiri, berteriak, bahkan dia terus melihat kalung yang diberikan oleh Saka. Kalung yang sekarang ada dilehernya.
"Aakhh! Stop Aluna, jangan ngejerit terus!" Aluna menutup wajahnya dengan bantal, berusaha untuk meredam suara hatinya yang keluar meledak-ledak. Saka berhasil membuat hatinya seperti ini.
Hal yang sama juga dialami oleh Saka, setelah dia resmi jadian dengan Aluna. Pemuda itu senyum-senyum sendiri, bahkan kedua orang tuanya sampai terheran-heran melihat Saka yang tidak dingin dan banyak senyum malam ini.
****
Keesokan harinya, pagi itu diawal semester dua yang baru. Setelah Alex pergi lebih dulu untuk menjemput Rhea, barulah Aluna menghubungi Saka untuk menjemputnya juga. Saka yang memang sudah berada didekat rumah Aluna, langsung tiba di depan rumah gadis itu dengan cepat.
"Eh, ada Saka."
"Halo Tante, selamat pagi," sapa Saka dengan sopan. Tak lupa dia mencium tangan Mutia sebagai bentuk kesopanan.
"Pagi juga Saka. Mau jemput Luna ya?" tanya Mutia.
"Iya Tante."
"Jagain anak Tante ya, awas kalau kamu berani nyakitin anak Tante, tante nggak akan kasih restu buat kalian," ucap Mutia tegas. Seketika Saka dan Aluna pun langsung menatap Mutia dengan kaget.
"I-iya Tante."
"Jangan sampai karena pacaran, terus kalian jadi malas belajar. Nggak boleh ya dan kalian harus ingat, jangan sampai berbuat macam-macam. Kalau sampai kalian berbuat macam-macam, Tante akan menikahkan kalian," ancam Mutia tidak main-main.
"Mama, mama ngomong apaan sih? Aku sama Saka nggak pacaran kok," ucap Aluna menyangkal ucapan ibunya.
Mutia tersenyum tipis, kemudian dia menarik pipi putrinya dengan gemas. "Sayang, kamu gak usah deh coba-coba bohongin Mama. Mama tau kalian pacaran, dari sikap kamu semalam aja...udah jelas. Pokoknya kamu dan Saka harus dengerin Mama. Pacaran boleh, tapi jangan sampai menganggu belajar kalian dan jangan kelewat batas!" ujar Mutia memperingatkan dan menasehati keduanya untuk tau batas. Lalu Saka pun bicara, dia akan lebih giat belajar lagi karena dia berpacaran dengan gadis yang paling cerdas dikelasnya.
****
πππ