Sementara itu di panti asuhan, Aluna masih asyik sedang bermain dengan anak-anak panti di sana. Aluna menikmati waktunya disana, apalagi disana dia bisa mengenal sosok Saka lebih dekat.
Tanpa sadar lama bermain, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aluna buru-buru mengecek ponselnya, dia panik dan takut kakaknya akan menghubunginya.
"Kenapa tantrum?"
"Alhamdulillah nggak ada, tapi kok tumben kak Alex nggak ngehubungin aku? Apa dia belum pulang juga?" gumam Aluna bingung, biasanya kakaknya selalu menghubunginya setiap kali dia pulang terlambat. Tapi kali ini tidak ada satupun pesan, atau panggilan telpon dari Alex.
"Kenapa hey?" tanya Saka lagi seraya melihat ke arah Aluna yang sedang duduk di atas ayunan.
"Kakakku, tumben banget dia nggak chat, nggak telpon. Biasanya setiap aku pulang telat, nggak pernah kelewat dia bawelin aku," jelas Aluna heran.
"Kan gue udah bilang, kalau kakak lo udah punya gebetan. Ini malam minggu dan pastinya Abang lo lagi jalan sama ceweknya," ucap Saka yang tersenyum bahagia saat mendengarnya.
"Bisa jadi gitu ya? Tapi kok perasaan...kamu kayak yang bahagia ya, tau kak Alex pacaran?" tanya Aluna dengan mata menatap curiga pada pria itu.
"Ya jelas dong. Kalau si Alex pacaran jadi dia nggak gangguin gue sama lo!" jawab Saka keceplosan. Aluna terperangah mendengar jawaban Saka.
"Maksud kamu?"
Saka kalang kabut sendiri, dia seharusnya tidak mengatakannya. "Ayo, katanya mau balik!" seru Saka mengalihkan pembicaraan.
"Hem, iya." Aluna tidak menanyakannya lagi, karena dia juga buru-buru pulang. Gadis itu berdiri dari ayunannya, tanpa sengaja tubuhnya oleng dan dengan sigap Saka menangkapnya.
"Hati-hati dong!" tegur Saka.
"Ah iya." Tanpa sengaja netra Aluna bertemu dengan Saka, sehingga mereka terdiam cukup lama dalam posisi seperti berpelukan.
"Ciye...ciye...kakak baik pacaran sama kakak cantik!"
"Cium cium!"
Mereka berdua disoraki ramai-ramai oleh anak-anak panti yang tanpa sengaja melihat Saka berpelukan dengan Aluna. Wajah mereka berdua kompak memerah, tak tahu mau bicara apa.
"Cogil, ayo anterin pulang!" ajak Aluna tanpa melihat ke wajah Saka, karena dia merasa malu.
"Ayo."
"Anak-anak, kakak sama kakak cantik mau pulang dulu ya!" ujar Saka pada anak-anak di sana.
"Iya kakak."
Tak lupa Saka dan Aluna berpamitan terlebih dulu kepada ibu panti. Setelah itu Saka mengantar Aluna pulang dengan motornya, mereka menikmati angin sore yang meneduhkan.
Dengan perasaan berdebar-debar, Aluna melingkarkan tangannya ditubuh Saka, karena Saka yang memintanya. Sedangkan Saka sendiri, dia senang karena Aluna memeluknya dari belakang.
"Lo kedinginan ya?" tanya Saka saat tanpa sengaja dia merasakan tangan Aluna yang dingin.
"Nggak kok. Kata siapa?"
"Gue bisa ngerasain."
Tiba-tiba Saka menepikan motornya dipinggir jalan, Aluna terheran-heran melihatnya. "Eh? Cogil mau ngapain kamu? Kok berhenti sih?"
"Lo diem aja disitu, gue yang turun."
"Mau apa?" Pertanyaan Aluna tidak dijawab oleh Saka, lelaki itu malah turun dari motornya tanpa melepaskan helmnya. Kemudian dia pun melepaskan jaket bahan parasit yang dipakainya, lalu dia memakaikan jaket itu pada tubuh Aluna.
"Ka-kamu..." Aluna terperangah dengan tindakan Saka, tapi dia juga bekerjasama dan memakai jaket milik laki-laki itu. Sudah terhitung dua kali Saka memakaikan jaket padanya.
"Kamu kenapa sih cogil? Aku kan jadi deg-degan," gumam gadis itu pelan. Dia merasa Saka berubah menjadi lembut padanya. Berbeda saat pertama kali mereka bertemu, dimana mereka saling mengejek dan bertengkar. Padahal dulu Aluna pikir Saka membencinya, tapi setelah melihat Saka seperti ini dia jadi berpikir lain.
"Lo ngomong apa barusan?" tanya Saka yang tidak mendengar jelas ucapan Aluna.
Aluna mendongak menatap Saka sebentar, lalu menundukkan kepalanya lagi dan berkata, "ah...aku cuma mau bilang makasih jaketnya."
"Sama-sama."
"APA?" Gadis itu tampak terkejut saat Saka mengatakan kata sama-sama dengan lembut.
"Kenapa kaget kayak gitu?" tanya Saka dengan nada bicara yang lembut.
"Ah...enggak kok. Ayo pulang-eh!" Aluna tiba-tiba berteriak dan atensinya tertuju pada seorang pedagang yang membawa barang dagangannya di bahu, dia memakai topi dan terlihat sudah tua. Saka melihat ke arah pandang Aluna.
"Ada apa? Lo mau itu, tantrum?" tanya Saka kepada Aluna ,saat melihat pedagang kue cucur yang sudah tua itu.
"Enggak, cuma aku kepikiran mama. Mama suka banget kue cucur. Pedagangnya juga kasihan udah tua," ucap Aluna.
"Ya udah, lo turun dulu."
"Mau apa?"
"Jangan banyak tanya kayak Dora deh, turun aja!" sahut Saka sambil tersenyum.
Aluna turun dari motor Saka, kemudian Saka memanggil si pedagang kue cucur sedang berjalan di pinggir jalan itu. Dia pun memesan kue cucurnya.
"Kenapa kamu beli? Kamu suka kue cucur juga ya?" tanya Aluna berbisik.
"Katanya lo kasihan sama si bapaknya. Sekalian aja kita beli buat nyokap lo."
"Tapi..."
"Kita beli."
Aluna terdiam, dia memperhatikan sikap Saka yang berubah melembut. Dia jadi terbawa perasaan dengan sikap Saka yang seperti ini, dia juga salah tingkah dan hatinya berdesir oleh sebuah perasaan yang tak dapat dijelaskan oleh kata-kata. Hatinya bertanya-tanya mengapa Saka bersikap seperti ini.
Setelah menempuh perjalanan 20 menitan, Saka dan Aluna akhirnya sampai didepan gerbang rumah Aluna. Dihalaman depan rumah, Aluna melihat sudah ada mobil mamanya. Sepertinya mamanya sudah pulang.
"Ini jaket kamu." Aluna langsung melepas jaket milik Saka dari tubuhnya, lalu dia mengembalikan jaket itu kepada pemiliknya.
"Makasih, hangat."
"Hangat itu jaket gue apa guenya?" goda Saka yang membuat Aluna melotot tajam.
"Saka!"
"Gue bercanda aja kali tantrum,hehe." Saka terkekeh, lalu dia mengambil jaketnya dari tangan Aluna.
"Oh ya ini kue cucur-" Saat Saka akan menyerahkan kresek berisi kue cucur yang dibelinya tadi. Seorang wanita dewasa menghampiri mereka berdua didepan gerbang. Wanita dewasa berusia 40 tahunan yang masih terlihat awet muda, wajahnya mirip dengan Aluna, tapi hanya warna matanya yang berbeda.
"Kamu baru pulang sayang?" tanya Mutia ramah dan hangat kepada putrinya itu. Aluna langsung mengambil tangan Mutia dan mencium punggung tangannya dengan sopan.
"Iya Ma."
Saka juga ikut menyalami tangan Mutia, sebagai bentuk kesopanan. Dia juga tersenyum ramah pada wanita yang ramah itu. Saka merasa Mutia lebih mudah ditaklukkan dibandingkan dengan Alex, Mutia orang yang hangat dan ramah.
"Ini siapa ya?" tanya Mutia dengan tangkapan yang mengarah kepada Saka. Dan Baru kali ini Mutia melihat putrinya pulang diantarkan oleh seorang pria selain Alex dan supirnya.
"Ini teman Luna, Ma. Temen sekelas." Aluna memperkenalkan Saka sebagai teman sekelasnya.
'Temen sekelas, tapi nanti jadi temen hidup' sambung Saka dalam hatinya.
"Oh, temen sekelas?"
"Iya tante. Nama saya Saka, tante. Salam kenal."
"Salam kenal, saya mamanya Luna. Kalau begitu ayo masuk ke dalam dulu," ajak Mutia dengan ramah.
Saat ditanya seperti itu, Saka sih mau-mau saja. Tapi Aluna melotot dan mengistirahatkan kepada Saka untuk pergi dari sana, dia takut ketahuan Alex membawa Saka ke rumah.
"Sepertinya nanti lagi aja Tante. Soalnya ini udah mau malam," jawab Saka menolak dengan sopan.
Huft, Aluna bernapas lega, karena Saka mengerti kode dari tatapan matanya.
"Ya sayang banget." Tersirat sedikit kekecewaan didalam mata Mutia dengan penolakan Saka. Padahal dia ingin tau, siapa pria ini dan seberapa dekat Saka dengan Aluna.
"Oh ya ini buat Tante." Saka menyerahkan bungkus kue cucur itu kepada Mutia. Mutia mengambilnya dan mengintip apa yang ada didalamnya.
"Woah...kue cucur, saya suka banget ini. Makasih ya Saka." Mutia terlihat senang dengan pemberian Saka. Seperti apa kata Aluna ibunya memang sangat menyukai kue cucur dan sekarang ini jarang ada yang menjualnya.
"Alhamdulillah kalau Tante suka. Kalau gitu, saya pamit dulu ya Tante." Saka terlihat senang, karena Mutia tersenyum bahagia dengan pemberiannya.
"Tantrum, gue balik dulu," kata Saka pada gadis itu.
"Ya, hati-hati dijalan dan makasih buat hari ini," ucap Aluna dengan senyuman dibibirnya. Senyuman manis yang jarang Saka lihat dan kali ini senyuman gadis itu tertuju kepadanya.
Saka segera menyalami tangan Mutia, dia pun memakai jaketnya lagi. Lalu dia pergi meninggalkan rumah Aluna. Dia sangat bahagia bisa jalan bersama dengan Aluna dan dia nyaman dengan gadis itu.
"Gue harus cepat nyatain cinta gue sama dia," gumam Saka sambil menyetir motornya. Kemudian dia pun berhenti di depan toko perhiasan, dia tertarik saat melihat kalung yang terpasang di sana.
"Kayaknya si tantrum bakalan bagus deh kalau pake kalung." Saka turun dari motornya, kemudian dia melangkah masuk memasuki tokoh perhiasan itu.
Setibanya dia di dalam toko, Saka disambut oleh salah seorang karyawan yang biasa menawarkan atau merekomendasikan perhiasannya.
"Mau cari apa ya dek?" tanya si karyawan toko kepada Saka dengan ramah. Karena saat ini Saka masih mengenakan seragam putih abu, jadi Pelayan toko itu memanggilnya dengan sebutan adek.
"Saya mau kalung mbak."
"Buat siapa dek? Biar saya bisa bantu merekomendasikannya, kalau perlu adek sebutkan budgetnya juga."
"Kalung yang cocok buat nembak cewek, Mbak," kata Saka dengan malu-malu. "Buat Budgetnya, saya cuma punya 1 juta," bisik Saka.
"Oh buat nembak cewek. Ada rekomendasi kalung dibawah 1 juta, kalung yang suka ada di drama-drama Korea. Calon pacar adek pasti suka, mari ikut saya!" karyawan toko itu terlihat ramah dan dia menunjukkan beberapa model kalung di etalase. Kalung anak remaja yang direkomendasikan untuk mengatakan cinta. Kalung yang saat ini sedang populer di kalangan remaja, yaitu kalung drakor.
"Mbak, kalung hello Kitty ada nggak? Soalnya dia suka hello Kitty. Tapi hello Kittynya yang ada permatanya ya mbak, warna ungu kalau ada. Soalnya dia suka warna ungu," ucap Saka kepada karyawan toko itu. Dia baru ingat kalau Aluna suka dengan karakter hello Kitty, dari mulai gantungan kunci, tempat pensil, pensil ungu dan tas berwarna ungu. Gadis itu menyukai warna ungu.
"Sebentar ya Dek, saya coba lihat di etalase lain. Soalnya di etalase ini nggak ada." Karyawan itu pun melihat-lihat etalase yang lain dan mencari kalung hello Kitty dengan permata ungu yang diinginkan oleh Saka. Disana, Saka masih setia menunggu karyawan itu mencari kalungnya.
****
πππ