"Maaf, belum bisa menjadi yang terbaik."
*******
Di alun-alun kota, ternyata sedang diadakan bazar besar-besaran di sana, bukan hanya makanan yang mereka jual, hampir semua kebutuhan lengkap tersedia. Ditambah lagi wahana permainan yang semakin memeriahkan suasana, penuh tawa riang anak-anak.
Genandra yang pada awalnya bisa menghabiskan waktu berdua bersama Akira menjadi gagal, kedatangan Neon merubah segalanya. Bahkan sekarang gadis itu lebih fokus untuk bermain bersama adik Genandra daripada Kakaknya.
Neon juga sering merengek supaya Akira mau ikut menaiki salah satu wahana bermain, dan meminta Genandra agar menunggu di salah satu meja sambil menjaga barang.
"Kenapa mesti gue yang serasa dibuang begini?" sebal Genandra tidak menemukan hal yang menarik dalam handphone nya.
Hari mulai petang, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Suasananya tidak seramai sebelumnya, Neon sudah tidur di kursi belakang. Rasanya hening, hanya alunan musik saja sebagai teman pengiring sepanjang perjalanan.
Hingga, tak terasa waktu telah membawa mereka sampai di depan gerbang kediaman Akira. Sebelum turun, gadis itu sedikit memutar tubuhnya ke samping menghadap ke arah laki-laki tersebut.
"Kenapa belum turun? Ada yang mau diomongin?" bingung Genandra mengangkat satu alisnya, Akira tidak mengatakan apa-apa kecuali tersenyum. Itu pun ia tidak tahu apa maksud dari goresan lengkung itu.
"Pinjem tangan kiri lo," pinta Akira membuka telapak tangan kanannya.
"Buat apa?" tanya Genandra semakin dibuat penasaran, ekspresi anak itu benar-benar sulit untuk ditebak, Akira juga tidak mau menjelaskan apa maksud tujuannya.
Genandra tidak memiliki pilihan lain selain meletakkan tangan kirinya kepada Akira, dan gadis itu pun dengan semangat langsung menggenggam nya. "Oke, sekarang gue mau tutup mata lo," suruh Akira, tanpa pikir panjang Genandra pun melakukannya.
Satu-satunya cara untuk mengetahui apa maksud dari perbuatan anehnya adalah dengan cara mengikuti semua permainan Akira.
Genandra menutup mata, ia sudah berjanji kalau tidak akan mengintip walau hanya sedikit, meskipun rasanya sangat gatal. Dia dapat merasakan pergelangan tangan kirinya tengah dipakaikan sesuatu, seperti benang. Genandra berusaha menebak-nebak sembari membayangkan sesuatu, di sepanjang Akira menyuruh dirinya menutup mata.
"Sekarang, lo sudah boleh buka mata," ucapnya, perlahan-lahan pandangan Genandra kembali terbuka. Masih sedikit buram, namun lama-kelamaan kembali jelas. Dia melihat, sebuah gelang berwana hitam yang bertuliskan 'G for A' melingkar pada pergelangan tangan kirinya.
"Lihat, sekarang kita udah punya gelang couple," senang Akira juga memperlihatkan gelang yang sama, hanya bedanya milik Akira bernama 'A for G'. Kedua huruf itu berasal dari huruf depan nama mereka, Akira membelinya khusus untuk mereka berdua.
"Sorry ya Genan, gue nggak luangkan waktu buat lo sama sekali pas di bazar tadi. Gue malah sibuk main sama Neon," ujar Akira merasa bersalah, sedangkan Genandra masih terdiam bersama rasa terkejutnya.
Ia tidak pernah menyangka kalau Akira masih memikirkan dirinya walau dalam keadaan seperti ini. Genandra pikir gadis itu benar-benar sudah lupa.
"Genan, lo masih marah ya?" tanya Akira sebab Genandra tidak memberikan jawaban sama sekali. Ia bingung harus melakukan apalagi supaya laki-laki itu mau bicara.
"Ya udah kalau lo nggak mau jawab, gue masuk dulu ya. Thanks untuk hari ini," hela Akira lalu berbalik badan hendak membuka pintu mobil.
Dep!
Tiba-tiba tangan kekar memeluk kedua bahu Akira dari arah belakang, Genandra membenamkan kepalanya pada tengkuk leher Akira. Hembusan napas hangatnya membuat kulit perempuan itu merasa geli karenanya.
"Gue nggak marah kok," lirih Genandra sembari masih memeluk Akira. Tanpa laki-laki itu sadari telah membuat wajah Akira benar-benar merah, seperti kepiting rebus. Tarikan napasnya menjadi berat, ia dapat merasakan jantungnya bisa meledak kapan saja.
"Iya, gue sempet khawatir karena lo diem terus daritadi," balas Akira.
Genandra tersenyum, "sorry, ngomong-ngomong kapan lo beli gelang ini?"
"Waktu di bazar tadi, kebetulan gue sama Neon lagi jalan-jalan dan nggak sengaja lihat orang jualan gelang. Gue pikir lo bakal suka, makanya gue beli."
"Tapi Ge," ucap Akira menjeda perkataannya.
"Tapi apa?"
"Gimana gue mau pulang kalau lo nggak lepasin gue?" ujar Akira sebab Genan belum juga melepaskan pelukannya.
"Gue mau begini terus, selamanya kalau bisa," balas Genandra manja semakin membenamkan wajahnya pada tengkuk leher Akira, dia benar-benar seperti anak kecil.
"Huft, tapi kan masih ada besok," sebal Akira dengan tangan kanan membelai lembut kepala Genandra.
"Besok kelamaan."
Akira mengambil napas panjang dan menghembuskan nya secara perlahan, dia harus sabar. Sesusah ini membujuk Genandra hanya agar mau melepaskan pelukannya, seperti mau pergi seribu tahun saja. Huh menyebalkan!
"Besok bakal ketemu lagi, gue janji. Sekarang lepasin gue ya, gue mau masuk," pinta Akira menggunakan nada selembut mungkin.
"Oke, gue nggak sabar buat besok," balas Genandra akhirnya mau melepaskan tangannya.
"Kayak besok mau ada apa," batin Akira heran, kenapa wajahnya begitu semangat?
"Ya udah gue masuk dulu ya," pamit Akira dan membuka pintu mobil, sebelum memasuki gerbang rumah. Gadis itu melambaikan tangan kepada Genandra, lalu berbalik badan menuju rumah.
Tatapan Genandra sama sekali tidak teralihkan sebelum Akira benar-benar sudah masuk ke dalam rumahnya. Senyumnya perlahan memudar, lagi-lagi ia jauh dari dekatnya.
"Lain kali, gue akan membuat liburan kita sendiri, gue nggak bakal biarin siapapun mengganggu rencana gue. Terutama si bocil," ucap Genandra lalu menoleh kepada Neok yang masih tertidur pulas.