Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mari Collab tanpa Jatuh Hati
MENU
About Us  

“Besok gue diminta pergi ke Jakarta, Kak.”

What? Besok banget? Berangkat jam berapa? Ntar lo berapa hari di sana? Lama nggak?” Raya menyerobot Siska dengan berbagai pertanyaan.

Gadis itu berhenti menjilat ice cream begitu Raya berteriak. Keduanya masih duduk-duduk di depan minimarket, menghabiskan ice cream.

“Satu-satu kali nanyanya, nggak keselek apa lo?”

“Ya habisnya, gue baru beberapa hari di sini lo mau pergi aja, ntar nggak bisa jajan-jajan bareng dong kita?” sesal yang lebih tua.

“Paling cuma seminggu doang, soalnya gue juga nggak betah di sana. Tapi nggak enak, Mama kangen katanya. Mumpung libur semester juga, jadi ya apa salahnya?” Kedua orangtua Siska memang bekerja di Jakarta, dan dia tinggal terpisah bersama kakek dan neneknya, serta paman dan bibinya—orangtua Amel.

“Iya juga sih, yaudah sana pergi.”

“Ngusir lo?”

“Ya, soalnya lo nggak asik ninggalin gue gitu aja.”

“Ululu… dasar ngambekan,” goda Siska sambil mencolek-colek pipi Raya. 
Pada dasarnya Raya bukan orang yang sering ngambek seperti apa kata Siska tadi. Tapi lebih kepada mengungkapkan isi hati, namanya jujur, kan?

Raya sudah menghabiskan ice cream lalu melempar stiknya ke dalam tempat sampah yang ada di sebelah motor gadis itu. Sedikit mendongak melihat langit, Raya menoleh lagi pada Siska.

“Mendung, mau hujan lagi kayaknya. Hayu pulang, Siska Wulandari Oktoviani.”

“Eh Kak, ntar mampir lagi di kedai thai tea depan pom ya, mau beli hehe.”

“Traktir gue dong…”
“Ish...,” desis Siska, tapi setelahnya mengangguk. “Iya deh.”

“YEAY… MAKASIH PESEK!” teriak Raya saat Siska menaiki jok belakang.

“Udah mau ditraktir malah ngatain, anjir lo!”

“Bukan ngatain, fakta kali. Sini gue tanya, emang hidung lo mancung apa?”

“Mancung dong!” seru Siska.

“Iya mancung ke dalam, kan?” tambah Raya.

Siska tidak marah, tenang saja. Gadis itu terus tertawa sambil berkaca lewat layar ponselnya sekarang. “Tuh tahu, hehe...”

 

***

 

From : 08386521****
Halo slur, selamat pagi, selamat beraktivitas. Saya mengirim pesan ini untuk mengajak teman-teman sekalian mengikuti acara reuni kelas IX-F yang akan kami adakan malam sabtu di rumah Nurul. Adapun acaranya hanya makan-makan dan saling bertukar kabar. Kami harap kita semua bisa berkumpul dengan lengkap, mohon kehadirannya ya :(
09.30

Beberapa menit setelahnya Raya langsung mencari nomor Eva—teman seangkatan dia yang juga satu kelas—dan mengiriminya pesan. Anyway, Raya membalas pesan itu tadi dengan jawaban singkat, yaitu ‘Ya, terima kasih undangannya’.

Rayaaa

Eva yuhuu…
Va, ikut reuni gak?
Gue dapet undangan nips.

09.38

Eva Maya Sopah

Eh,
Samaaaaaa.
Gak tahu, lo ikut gak?
Acaranya malem woy, baliknya gimana?

09.40

Rayaaa
Minta antar-jemput Mama.
Hehe…
Tapi gue boleh ikutnya kalau lo juga ikutan.

09.41

Raya beranjak dari kasur dan keluar kamar mencari ibunya. Oke, tadi Raya bohong pada Eva, padahal gadis itu belum minta izin apa-apa. 

“Mimi...!" teriak Raya di ruang tengah mencari ibunya

Wanita yang menurut Raya paling cantik sedunia itu keluar dari pintu dapur sambil membawa telur, sepertinya ibunya akan menatanya di lemari es. Raya tersenyum menyambutnya yang datang menghampiri.

“Eh, kenapa teriak-teriak?”

“Hehe.. maaf, Mi. Aku cuma mau bilang kalau sabtu ini ada acara reuni kelas bareng teman SMP. Acaranya malem, boleh ikut nggak?”

“Eva ikut?” 

Sudah Raya tebak Eva itu seperti sebuah golden ticket. Raya langsung mengangguk, “Iya dong, kita kan satu kelas dulu.”

“Ya udah boleh kalau Eva ikutan. Tapi diantar-jemput Mama ya? Mimi khawatir kalau kamu pergi sendiri.”

“Iya siap, hehe…”

Setelah meminta izin, secepat kilat Raya kembali melompat ke atas tempat tidur. Meraih ponsel dan kembali merebahkan diri. Tangan kanannya sibuk mencomot satu slice keripik kentang, sedangkan tangan kirinya sibuk membuka ponsel. Dan sesuai dugaan,  sudah banyak pesan baru dari Eva.

Eva Maya Sopah

Hayu aja sih gue mah.
Bayar iuran buat masak-masak katanya coy.

09.50

P
P
P

09.55

Dugong.
Woy.
Raya Estiyani.

10.00

Ray?
Yuhuuu.
Istri Baekhyun.
Gimana jadinya, dugong?

10.03

Rayaaa
Eh sorry hehe.
Habis boker wkwk.
Ya udah gak papa bayar juga.
Kuy!
Ntar gue ke rumah lo.

10.05

 

***

 

Sesuai rencana, sabtu sore itu Raya ke rumah Eva bersama ayahnya. Mereka bertiga naik mobil menuju rumah Nurul—tempat acara reuni diadakan. Ayah Raya pamit pulang setelah mereka sampai dan meminta putrinya untuk menelepon saat sudah waktunya pulang, lalu Raya mengangguk. Mencium tangan ayahnya, kemudian berjalan beriringan dengan Eva memasuki gerbang rumah Nurul.
Raya dan Eva menyalami teman-teman mereka satu sama lain, lalu duduk di atas karpet, melingkar bersama yang lain. Tidak ada acara khusus, mereka hanya saling bertukar kabar biasa. Menanyakan kesibukan satu sama lain, tentang pendidikan atau dunia pekerjaan dan sebagainya. 

Saat suara adzan berkumandang, beberapa dari mereka pamit ke masjid untuk menunaikan sholat, Raya sendiri tidak ikut karena sedang datang bulan. Sembari menunggu yang lainnya, Raya hanya mengecek ponsel dan melihat-lihat instagram. Sekitar sepuluh menit kemudian mereka yang tadi ke masjid pun kembali. Masih berjalan biasa saja, sejauh ini—sebelum kemudian salah satu laki-laki yang mengenakan hoodie abu-abu menanyai kabarnya.

“Hai, Ray. Apa kabar?”

Raya terkejut, sangat. Sejak awal datang Raya sebisa mungkin menghindari laki-laki ini, tapi tanpa disadari dia kini duduk di sebelah Raya setelah mereka mengambil beberapa foto. Baiklah, siapapun tolong katakan pada Raya sekarang apakah laki-laki itu tadi berfoto di sebelahnya?

Masalahnya jantung Raya kini mendadak seperti mengadakan konser—jedag jedug.

“Ba-baik, Alhamdulillah. Rama Apa kabar?”

“Alhamdulillah baik juga.”

Raya hanya balas tersenyum, berharap percakapan mereka berakhir saja sampai di—

“Kuliah di mana?”

—sini.

“Di Bandung.”

“Jurusan?”

“Pendidikan—“ Raya tadinya tidak ingin mengatakannya, jujur dia malu. Takut saja, tapi laki-laki di sebelahnya ini masih menunggu kalimat balasan gadis itu.

“Bahasa Inggris.”

“Uwah.. Inggris? Keren, Ray.”

Ayolah akhiri saja di sini sebelum Raya semakin gila. Raya takut, tapi senang. Aneh sekali memang.

“Eh, yang lain mau jajan di pasar malam, lo mau ikut?” ajak Rama.

Raya mau—tapi ia melihat Eva menggeleng, lagipula Raya sudah janji pada orangtuanya untuk tidak pulang terlalu malam. Jadi Raya menggeleng, tidak apa-apa—ini lebih baik daripada nanti jantungnya melemah karena terus berdetak kencang.

“Nggak bisa, Ram. Gue sama Eva udah janji nggak boleh pulang terlalu malam, kayaknya kita langsung pulang.”

“Naik apa? Mau diantar?”

“Nggak usah, Ram. Dijemput ayah gue nanti.” Lalu tangan Raya sibuk mendial nomor ayahnya. Tapi entah ini takdir atau apa, tiba-tiba Raya lupa kalau ia tidak punya cukup pulsa. Raya ingin meminta tolong pada Eva, tetapi Rama lebih dulu membaca gelagat anehnya.

Laki-laki itu menoleh lagi pada Raya. “Ayo diantar saja, Ray.”

“Tapi gue sama Eva—“

“Nggak apa-apa, tenang—“ Rama kemudian berdiri. Tangannya yang sebelah kanan melambai pada salah satu teman mereka. “San, anterin Eva sama Raya pulang kuy, kasihan dicariin orangtuanya.”

Kasihan, inget. Bukan perhatian.
Setelah berpamitan pada teman-teman yang lain, Raya melambaikan tangan saat motor Rama melaju. Laki-laki itu melajukan motornya dengan pelan, cukup membuat Raya nyaman. Tetapi tidak dengan suasana canggung yang saat itu Raya rasakan, tidak tahu kalau Rama.

“Gimana, Ray? Kuliah lancar?”

“Ya, lancar kok.” jawab Raya seadanya.

“Lo sendiri? Kerja di mana?” Raya bertanya. Gadis itu tidak enak hanya diam setelah dia menanyakan kabarnya. Lagi pula, Raya harus berusaha menepis rasa canggung ini, bukan?

“Jakarta.”

“Kembaran lo juga?”

“Nggak, Raynald di tempat lain.”

Raya mengangguk dengan bibir yang membentuk huruf O. Lalu gadis itu mendongak melihat langit, niatnya melihat bulan, tapi ia tidak menemukannya.

“Rumah lo di mana? Ini bener, kan, nggak nyasar?”

“Nggak kok.”

“Ya habisnya lo diem aja, kirain  nyasar.”

“Eh maaf, hehe... nanti kalau udah mau sampai gue ngomong kok, ini mah masih lurus aja.”

Setelahnya mereka berdua tidak diam, Rama sedikit banyak memberikan motivasi pada Raya. Tentang bagaimana seharusnya mereka bersyukur diberikan takdir seperti ini. Raya tidak keberatan, malah bagus kalau dia terus berbicara, supaya tidak canggung.

Setelah sampai di depan rumah, Raya segera turun dari motor dan menghadap laki-laki  itu. Dia tersenyum lalu menunjuk rumahnya.

“Rumah lo rumit juga ya, takut nyasar kalau mau main nanti.”

“Cuma lurus-lurus aja padahal," kekeh Raya.

“Gue pulang ya.”

“Iya, hati-hati dan makasih ya.”

“Sama-sama, salaman dulu dong," ujarnya mengulurkan sebelah lengannya di hadapan Raya dengan lengan kirinya yang bertumpu di atas setir.

Gadis itu membalas jabatannya dan tersenyum.

“Sampai ketemu lagi, dah.. Assalammu’alaikum.”

“Iya, waalaikumsalam, hati-hati.”

Saat laki-laki itu pergi, Raya tidak langsung masuk ke dalam rumah. Dia terdiam selama dua menit memandangi kepergiannya. Raya takut, tapi dia juga senang.

Takut akan terus memikirkan pertemuan itu. Dan senang bisa melihatnya kembali walau tidak lama.

Tes.

Raya berjengit karena setetes hujan mendarat di pipinya yang chubby. Lalu buru-buru masuk ke dalam rumah. Dia berpikir sejenak, apakah laki-laki itu kehujanan di jalan?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Under The Darkness
53      50     2     
Fantasy
Zivera Camellia Sapphire, mendapat sebuah pesan dari nenek moyangnya melalui sebuah mimpi. Mimpi tersebut menjelaskan sebuah kawasan gelap penuh api dan bercak darah, dan suara menjerit yang menggema di mana-mana. Mimpi tersebut selalu menggenangi pikirannya. Kadangkala, saat ia berada di tempat kuno maupun hutan, pasti selalu terlintas sebuah rekaman tentang dirinya dan seorang pria yang bah...
Flying Without Wings
1006      538     1     
Inspirational
Pengalaman hidup yang membuatku tersadar bahwa hidup bukanlah hanya sekedar kata berjuang. Hidup bukan hanya sekedar perjuangan seperti kata orang-orang pada umumnya. Itu jelas bukan hanya sekedar perjuangan.
Kenangan
649      410     1     
Short Story
Nice dreaming
Train to Heaven
975      654     2     
Fantasy
Bagaimana jika kereta yang kamu naiki mengalami kecelakaan dan kamu terlempar di kereta misterius yang berbeda dari sebelumnya? Kasih pulang ke daerah asalnya setelah lulus menjadi Sarjana di Bandung. Di perjalanan, ternyata kereta yang dia naiki mengalami kecelakaan dan dia di gerbong 1 mengalami dampak yang parah. Saat bangun, ia mendapati dirinya berpindah tempat di kereta yang tidak ia ken...
Ada Apa Esok Hari
201      155     0     
Romance
Tarissa tak pernah benar-benar tahu ke mana hidup akan membawanya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali tak ramah, ia hanya punya satu pegangan: harapan yang tak pernah ia lepaskan, meski pelan-pelan mulai retak. Di balik wajah yang tampak kuat, bersembunyi luka yang belum sembuh, rindu yang tak sempat disampaikan, dan cinta yang tumbuh diam-diamtenang, tapi menggema dalam diam. Ada Apa E...
Ketika Takdir (Tak) Memilih Kita
581      327     8     
Short Story
“Lebih baik menjalani sisa hidup kita dengan berada disamping orang yang kita cintai, daripada meninggalkannya dengan alasan tidak mau melihat orang yang kita cintai terluka. Sebenarnya cara itulah yang paling menyakitkan bagi orang yang kita cintai. Salah paham dengan orang yang mencintainya….”
Shut Up, I'm a Princess
966      560     1     
Romance
Sesuai namanya, Putri hidup seperti seorang Putri. Sempurna adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupan Putri. Hidup bergelimang harta, pacar ganteng luar biasa, dan hangout bareng teman sosialita. Sayangnya Putri tidak punya perangai yang baik. Seseorang harus mengajarinya tata krama dan bagaimana cara untuk tidak menyakiti orang lain. Hanya ada satu orang yang bisa melakukannya...
Kenangan Hujan
538      398     0     
Short Story
kisah perjuangan cinta Sandra dengan Andi
Pacarku Arwah Gentayangan
5773      1735     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Diary Pandemi
261      188     1     
True Story
Gue tahu, masa pandemi emang nyusahin. Tapi jangan lupa buat tetep senyum dan bahagia. Percaya deh, suata saat nanti pasti bakal ketemu titik terang yang bisa mengubah hidup kalian.