"Sayang!" panggil Mita ceria menatap Kenzie yang berdiri pada malam yang temaram. Tepat, di depan gerbang rumah Mita, cowok itu berada sekarang. Ya, ia memenuhi permintaan Mita untuk datang ke rumah dia. "Ayo masuk!" ajak Mita berbalik badan.
"Ssssttt... Sini, barengan!" Kenzie menghentikan Mita yang lebih dulu melangkah. Telapak tangannya bersatu dengan tangan kiri Mita. Alhasil, sepasang kekasih itu bergandengan hingga duduk bersama di ruang tamu. Mita yang diselimuti rasa malu hanya tertunduk bungkam. Terasa berat untuknya mengobrol dengan Kenzie sekarang. Mengingat kedua orang tuanya berada di rumah dan telah menunggu kedatangan Kenzie sejak tadi. "Sayang aku tinggal dulu ya!"
"Loh, kok ditinggal?" tanya Kenzie menggenggam erat tangan Mita.
"Aku mau memanggil Ibuku."
"Ya udah gapapa Say!" jawab Kenzie mengizinkan. Mita tersenyum sembari beranjak dari sofa.
Gadis itu berjalan ke dapur guna menghampiri sang Mama. "Ma... Kenzie udah datang!" ucap Mita.
"Iya," jawab Lani tengah mengaduk es teh dengan sendok. Wanita itu menemui Kenzie sembari membawa nampan berisi gelas es teh yang kemudian ia pindahkan ke meja.
"Selamat malam Bu!" sapa Kenzie bersalaman dengan Lani.
"Selamat malam juga, dik!" jawab Lani usai bersalaman dengan Kenzie. "Bisakah saya mengobrol denganmu hari ini?"
"Bisa Bu!" jawab Kenzie mengangguk pelan.
"Apa benar kamu mencintai Mita, anak saya?" Lani mulai mengajukan pertanyaan.
"Iya Bu," jawab Kenzie jujur. Tak peduli dengan rasa gerogi yang menyelimutinya. Ia harus tetap jujur agar dapat menjadi calon menantu idaman. Hahahaha.... Bercanda!!!!
"Kamu pacaran sama anak saya?"
"Iya Bu."
"Udah berapa lama?"
"Sekitar 3 Minggu." Kenzie menjawab dengan tatapan menunduk. Tidaklah berani ia menatap wanita utama di hidup Mita itu.
"Owh.. Terima kasih sudah jujur." Kenzie mengangguk-angguk. "Saya hanya ingin bicara bahwa anak saya belumlah terlalu dewasa, terkadang dia masih bersikap seperti anak kecil. Jadi, kamu harus sabar menghadapinya, jangan egois! Jadikan hubungan kalian sebagai hubungan yang baik, yang bisa saling memotivasi supaya kalian bisa sama-sama baik untuk ke depannya. Yang terakhir saya minta sama kamu untuk tidak melakukan yang aneh-aneh terhadap anak saya dan saya harap kamu bisa selalu menjaga dia. Kalau ada apa-apa kamu bisa menghubungi saya!" nasihat Lani tak didengar Mita. Sebab cewek itu tengah asik menikmati malam di gazebo tamannya. Ia hanya mengirim sebuah pesan pada Kenzie.
Mita : Sayang. Maaf ya aku tidak bisa menemani kamu karena aku memberi waktu Mamaku dan kamu untuk mengobrol berdua. Jadi, maaf banget aku tidak menemani kamu.
Film anime menjadi penghibur Mita di tengah kesendiriannya menunggu obrolan dua insan itu. Namun, film itu harus terhenti kala panggilan telepon memasuki handphone-nya.
Sayang❤️ is calling
Mita menekan tulisan 'angkat' yang tertera di layar. "Iya Sayang?"
"Sayang, kamu di mana?" tanya Kenzie.
"Di taman rumah. Ada ada Say?"
"Temani aku di ruang tamu!" pinta Kenzie di dalam sana.
"Udah selesai ngobrol?"
"Udah Sayang. Cepatlah ke sini!"
"Oke Sayang, tunggu ya!" jawab Mita sembari menuruni tangga gazebo. Ia berjalan guna menemui Kenzie yang hendak meminum es tehnya.
Slurrrppp....
"Sayang... Maaf ya udah bikin kamu nunggu!" ucap Mita mengambil duduk dengan sang kekasih yang baru saja menghabiskan minuman itu.
"Nggak papa, Sayang. Yang penting kamu udah di sini!" jawab Kenzie dengan lembut sembari mengusap bahu Kenzie yang menjadi tumpuan tangannya.
Mita mengangkat sudut bibir dan menatap Kenzie. Terasa nyaman ucapan lembut Kenzie di hatinya. Terasa beruntung ia memiliki Kenzie yang berwatak sabar.
"Ekhem.... Jangan berlebihan!" tutur Miko berlalu di belakangnya.
"Eh Maaf Pak!" ucap Kenzie berbalik badan dan menunduk di hadapan Miko.
"Enggak kok, Pa!" imbuh Mita turut menatap Miko.
"Sudahlah, ayo kita makan malam bersama!" Mita menarik tangan Kenzie untuk mengikutinya ke ruang makan. Sepasang kekasih itu duduk berdekatan menghadap hidangan ayam kecap yang telah tersaji di meja.
"Nak Kenzie harus makan ya!" pinta Lani mengisi nasi dalam empat piring.
"Iya Bu!" jawab Kenzie tersenyum manis. Kebahagiaan dirasakan penuh oleh cowok itu. Tiada menyangka, ia akan diperlakukan baik oleh keluarga Mita. Sungguh, inilah momen terindah di sepanjang usinya itu. Edisi ucapan adalah do'a. Teringat ucapannya pada Gio beberapa waktu lalu.
"Gue pacarnya Mita dan orang tuanya berpesan ke gua untuk selalu menjaga Mita dari orang brengsek seperti lo! Kalau lo nekat membawa Mita, lo bakal berurusan sama gue dan orang tuanya!"
Dan sekarang ia sungguhan diminta oleh Lani untuk menjaga Mita.
Mita mengambilkan lauk untuknya dan Kenzie. Makan bersama pun mereka lakukan usai berdo'a. Kenzie dan Mita tidak bersuapan lantaran takut mendapat kritikan dari orang tua Mita. Sejujurnya, terselip harapan di hati Kenzie untuk dapat makan sepiring dengan sang kekasih. Namun, dengan adanya Lani dan Miko, harapannya pupus lantaran ketakutan yang bertengger di benaknya tersebut.
Tak butuh waktu lama untuk Kenzie menghabiskan makanannya. Cowok itu pun mengisi segelas air dari teko.
Gluk...
Gluk...
Gluk...
Terasa segar, lega dan nyaman. Kebersamaannya dengan keluarga Miko menghadirkan kehangatan dan kenyamanan yang tiada tara. Ia adalah cowok pertama yang berhasil masuk rumah Miko dan mengobrol dengan keluarga itu. Ialah cowok beruntung yang mampu memikat hati Miko dan Lani. Di dalam rumah ini, Kenzie sangat berhati-hati dalam bertingkah dan ia berusaha untuk selalu menunjukkan kesopanan. Meski, tadi sempat mendapat teguran dari Miko. Namun, itu tak masalah. Sebab Kenzie menganggapnya sebagai kebaikan.
Tepat pukul 19.00, keempat insan itu telah berhasil menghabiskan makanannya. "Ini sudah Isya' kita harus salat sekarang!" ucap Miko meminta mereka untuk segera berwudhu. Mita mengajak Kenzie ke tempat wudhu yang berada di dekat taman. Sepasang kekasih itu jalan berjarak kala akan memasuki kamar salat. Lani telah siap dengan mukenanya. Wanita itu menduduki sajadah dengan mulut berkomat-kamit. Ya, ia tengah berdzikir. Empat insan itu telah siap melaksanakan salat berjama'ah. Hal itu dapat dilakukan usai Miko masuk dan menjadi imam.
"Allahuakbar."
Kenzie mengangkat kedua tangan sejenak lalu berdiri. Berdiri di belakang Miko, cowok itu dapat melaksanakan salat Isya dengan sungguh-sungguh. Begitupun dengan Lani dan Mita yang menempati sajadah paling belakang.
1 menit
2 menit
3 menit
4 menit
5 menit
"Assalamu'alaikum warahmatullah. Assalamu'alaikum warahmatullah." Miko memutar kepala 120° ke kanan dan ke kiri diikuti tiga insan di belakang.
Lebih tenang dan nyaman hati Kenzie. Cowok itu dapat mengikuti dzikir bersama keluarga Miko. Jemarinya bergerak bersama mulutnya. Rasa syukur tak terhingga ia panjatkan pada Tuhan di malam ini. Kenzie telah merasakan ibadah bersama orang yang dicintai. Rasa bahagia yang tiada tara ada di hatinya. Namun, Kenzie tak dapat mengungapkan dengan kata. Ia hanya mengucap syukur dalam hati selepas dzikir. Begitupun dengan keluarga kecil itu.
Sama dengan Kenzie, Mita pun merasa bahagia. Mungkin, beginilah gambaran jika takdir menyatukan mereka kelak. Dapat selalu salat bersama. Seperti Lani dan Miko yang selalu melakukan itu. Namun, Mita jarang mengikutinya. Ia lebih memilih salat sendiri dengan alasan lebih khusyuk. Mita mau salat berjamaah malam ini dengan tujuan menambah pahala bersama Kenzie.
Tak lama setelahnya, Kenzie bersalaman dengan kedua orang tua Mita yang telah berada di lantai 1. "Bapak, Ibu, saya pamit pulang dulu!" ucapnya.
"Iya, terima kasih sudah berkunjung!" jawab Lani mewakili Miko.
"Sama-sama." Kenzie mengangguk lalu berbalik
badan guna berjalan keluar. Ia tak sendiri, melainkan ditemani Mita hingga ke gerbang rumah. "Sayang, aku pulang dulu!" Kenzie memeluk Mita dari samping sembari mengusap bahunya.
"Iya Sayang, hati-hati!" jawab Mita menatap Kenzie yang berjalan menjauh. Netranya tetap fokus pada pada langkah cowok itu sebelum akhirnya menghilang ke dalam mobil. "Uwawww... Sepertinya dia anak orang kaya!" batin Mita lalu kembali masuk rumah.
🌹🌹🌹
Kasur empuk di kamar sederhana menjadi tempat sandaran bagi Gio Antaraska yang kini tinggal di rumah Arga. Cowok itu tengah bermain handphone guna menikmati kesendiriannya. Juga kebebasan dari jerat cinta yang terpaksa. Usai beberapa waktu Gio berjuang guna mengembalikan uang Mina, akhirnya telah bisa. Hal itu tak lelas dari campur yangan Arga yang kini telah menjadi Kakaknya. Hanya Arga penyemangatnya sekarang. Hanya Arga pendampingnya sekarang. Dan hanya Arga satu-satunya orang yang sangat ia sayang. Apakah Gio sudah tidak menyayangi Rati? Em... Dia sayang dengan Rati. Namun, seiring dengan paksaan-paksaan Rati tentang cinta Gio membuat rasa sayangnya kian memudar. Apalagi Gio harus meninggalkan rumah masa kecilnya hingga berjuang sendiri untuk mencari uang. Seolah lenyap sudah rasa sayangnya pada sang Ibu. Bahkan, Gio nyaris melupakannya. Namun, hal itu terselamatkan karena kesendiriannya ini. Ia kembali mengingat masa bersama Rati baik yang duka maupun suka. Semua masih terpampang jelas di benak Gio. Sesungguhnya cowok itu benci dengan sikap Rati yang pernah memaksa percintaannya. Gio sangat benci. Bahkan, darahnya pun naik kala hal itu kembali terputar di benaknya. Tangan kanannya mengepal kuat sebelum mendarat di dinding kamar. Sepertinya Gio harus menghilangkan memori buruk itu. Jika tidak, akan bahaya. Sebab dapat membuatnya emosi acap kali mengingatnya
Gio menghela napas guna menenangkan jiwa. "Sudahlah, aku harus melupakan kenangan buruk itu." Bola matanya bergeser ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 21.45. Tak ingin larut dalam bayang kenangan, Gio mengubah posisi telentang guna segera tidur.
*****
Suara motor matic yang memasuki garasi, tak membuat Gio bangkit dari alam mimpinya. Pukul 02.15 ini, Arga tiba di rumah usai beberapa jam berdagang. Lelaki itu kembali menutup pintu garasi lantas masuk rumah. Netranya menangkap pintu kamar Gio yang terbuka. Arga tak segan memasukinya. Ia mendapati Gio yang terlelap dengan wajah yang tak terselimuti. Ditatap dalam wajah Gio oleh Arga. Tiada disangka, Arga dapat kembali memiliki keluarga meski hanya satu. Sejak neneknya meninggal, dunia Arga seolah gelap. Ia tak punya pelita yang menyinari masa depannya. Lelaki itu hanya dapat berdagang saja. Ia pun bingung harus bagaimana. Kini, ada Gio yang menjadi penyemangatnya. Mengingat biaya sekolah Gio yang tak murah itu membangkitkan semangat Arga yang sempat tenggelam.
🌹🌹🌹
Matahari telah menampakkan diri. Setia menyinari bumi dengan membawa banyak keceriaan yang diberikan pada makhluk hidup. Burung-burung yang bertengger di dahan pohon terdengar berkicau merdu membalas keceriaan sang mentari. Begitupun dengan pepohonan yang memberi oksigen bagi mereka di sekitarnya. Seperti pada halaman rumah Mina yang terasa segar akibat tiupan angin pagi dengan oksigen. Pohon mangga yang berdiri kokoh telah banyak menggugurkan daunnya di musim kemarau ini. Alhasil, dedaunan kering yang jatuh pun menimbulkan niat Mina untuk membersihkannya. Wanita itu menggenggam sapu lidi yang ia gesekkan ke tanah kala menjumpai dedaunan kering. Guguran bagian tubuh tanaman itu mengikuti sapuan Mina yang kemudian memasukkannya ke tempat sampah.
Sementara Lica tengah sibuk membersihkan bagian dalam rumah. Mulai dari, menyapu, mengepel hingga merapikan seisi ruangan depan. Gadis itu tak ingin larut dalam kesedihannya. Ya, ia sedih lantaran belum siap mengakhiri hubungannya dengan Gio. Semalam, ia sempat menangis mengingat cowok itu. Terasa berat untuknya menerima kenyataan bahwa Gio bukan lagi miliknya. Cowok itu telah bahagia. Entah dengan siapa, Lica tak tahu. Yang pasti, dirinya sangat berat untuk melepaskan Gio. Namun, hatinya menjadi tenang usai Mina berkata bahwa ia akan membawa Lica ke rumah Rati hari ini. Pasti dapat berjumpa Gio, itulah kalimat yang menenangkan hatinya. Maka, di pagi yang cerah ini ia bersemangat melakukan aktivitas sebelum ke rumah insan familiar tersebut.
Lica dan Mina mengendarai motor menuju kediaman Rati usai dirinya membersihkan diri.
10 menit berlalu
Motor matic merah akhirnya dapat terparkir di pekarangan rumah minimalis hijau. Pintu rumah yang terbuka memudahkan Mina untuk langsung memanggil sang pemiliki rumah. "Permisi Rati!"
"Iya sebentar!" jawab Rati mematikan kompor di dapur. Wanita itu lekas ke ruang tamu dan mendapati dua insan itu. "Mina, Lica. Tumben pagi-pagi ke sini, ada apa?" tanya Rati duduk di kursi tamu diikuti oleh Mina dan Lica.
"Gio ke mana?" tanya Mina mewakili Lica yang duduk dengan kaki bersilang. Ia hanya diam menatap dua Ibu itu.
"Udah aku usir dari rumah!" jawab Rati.
Deg...
Lica yang sedari tadi santai sontak terbelalak. Kejutan yang tak mengenal waktu datang di pagi ini. Banyak pertanyaan yang tersemat di benaknya. "Apa benar Gio diusir dari rumah? Bagaimana bisa? Karena masalah apa? Apakah Tante Rati bisa hidup baik tanpa Gio? Kalau benar, sekarang Lio di mana ya? Kira-kira dia tinggal sama siapa? Terus juga siapa yang membiayai hidupnya? Jangan-jangan dia menjadi anak jalanan! Emm.. Tapi itu tidak mungkin!"
"Kenapa Ti?" tanya Mina.
"Dia itu memalukan. Padahal aku udah berkali-kali memintanya untuk mencintai anak kamu, tapi tetep aja nggak bisa, aku udah capek ngadepin dia. Makanya aku usir aja dari rumah!" ungkap Rati penuh kekesalan.
"Astaga Ti... Ti. Ada-ada aja deh kamu. Padahal dia udah putus sama anakku," respon Mina menggeleng-geleng.
"Dari kapan?" tanya Rati sontak terkejut.
"Kemarin."
"Kenapa bisa putus? Padahal dia merasa hutang budi sama kalian, mana mungkin dia berani minta putus!" Rati mengutarakan komentarnya.
"Hutang budi apaan? Tentang uang sepuluh juta itu yang kamu maksud?"
"Iya," jawab Rati.
Mina tertawa kecil. "Hahahaha... Itu mah udah lunas Ti!"
"Lunas? Apa benar? Bagaimana bisa? Siapa yang lunasin?" tanya Rati tak percaya. Wanita itu menatap dalam sahabatnya yang tampak santai.
"Gio sendirilah!" jawab Mina. Dua wanita itu sama-sama tak menyangka dan bertanya-tanya tentang cara Gio untuk mengembalikan uang Mina.
"Bagaimana bisa?" Rati terus bertanya.
"Ya elah. Tujuan kita ke sini tuh mau tanya sama kamu. Bagaimana bisa Lio melunasi semuanya, malah kamu bertanys balik!" Mina menghela napas sembari menepuk jidat.
"Lah, aku mana tau, kan udah aku usir dari rumah," jawab Rati. Harapan Mina untuk mendapat penjelasan dari misteri uang Gio kemarin tidaklah terwujud. Karena ternyata, prasangkanya salah. Awalnya Mina menyangka bahwa Rati mengetahui asal uang itu sehingga ia mendatangi rumahnya untuk mencari tahu. Namun, ternyata tidak. Ya sudahlah, Mina dan Lica tak ingin banyak bicara. Ia segera pulang.