Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Antara Mereka
MENU
About Us  

  Dedaunan bergoyang pelan, meniup serpihan debu yang bungkam tanpa perasaan. Deretan pepohonan menghasilkan oksigen yang kini menelusup ke hidung Mita. Cewek berambut lurus itu tengah menyendiri di taman SMP 02 Pancasila. Mengingat kini hari pertamanya masuk SMP sehingga urat malunya menebal. Ia tak berani berkenalan dengan calon teman-teman baru. Terasa berat untuknya melenyapkan rasa malu. Sehingga sendirilah pilihan yang tepat. 

  "Oi.." panggil seorang cowok pada Mita yang lantas menoleh

  "Siapa?" jawab Mita dengan polosnya. Cowok rambut ikal itu mengambil duduk di samping Mita. Ditatapnya wajah putih Mita. "Kamu kenapa sih?" tanya Mita meninggikan suara. Keanehan terhadap cowok itu tersimpan dalam benak. 'Sok akrab' itulah cibiran untuk cowok di sampingnya itu. 

  "Hai, nama kamu siapa?"

  "Mita!" Mita menjawab pertanyaan datar cowok sawo matang itu sembari memutar bola matanya malas. Rasa jijik mulai mengalir di pikirannya. Kesendiriannya dihancurkan oleh cowok itu. Ya, memang Mita ingin sendiri sekarang. Namun, dia datang sehingga menuai rasa malas ataupun kesal. 

  "Mita, kenalin aku Gio Antaraska, kamu bisa memanggilku Gio!" Gio mengulurkan tangan kanan, berharap dapat respon dari Mita. Ternyata tidak. Gadis itu hanya memandang kulit sawo matangnya tanpa menjabat tangannya. Tahu tak direspon, Gio menjauhkan tangan dari Mita. Kekecewaan tipis tersemat di hatinya, mengingat Mita yang bersikap acuh alias malas meresponnya. Karena dirinya juga belum mendapatkan teman baru, ia pun tak putus asa. Terselip harapan di benaknya untuk dapat berteman dengan Mita. Kesendirian gadis itu tadi membuatnya berniat menemani. "Mit, aku mau ngomong sesuatu sama kamu!" 

  Mita menatap tajam Gio. "Apa?" tanyanya penasaran. 

  "Sahabatan yuk!" ajak Lio. Mita menunduk sembari menyerap ucapan cowok berhidung mancung itu. Bola matanya bergeser ke sana ke mari menandakan bahwa ia tengah berpikir. "Dia ngajak sahabatan aku. Kira-kira gapapa lah ya? Toh aku kan juga malu kalau harus berkenalan dulu dengan yang lain. Ada yang mengajakku kenalan dan sahabatan. Oke aku terima deh!" batin Mita lanjut menjawab, "iya!" Mita mendongak. Tak ayal jika mereka bersahabat. Sikap pendiam yang melekat pada diri masing-masing memang cocok untuk berkomitmen.

  Sejak hari itu, mereka resmi bersahabat.

  -----------------------

  Perihal 2 tahun lalu itu masih terpampang jelas di benak Mita. Di kala ia resmi bersahabat dengan Gio yang kini ada di sampingnya. Tepi danau menjadi saksi bisu kebersamaan mereka sekarang. Airnya yang bersih terpancarkan oleh cahaya matahari berhias rerumputan di tepi danau membuat daya tarik tersendiri bagi para individu. Seperti Mita dan Gio yang memilih bersantai di sana sembari menikmati indahnya senja. "Nggak terasa ya, udah dua tahun kita sahabatan!" ucap Gio mengedar pandang ke deretan orang yang tengah mengambil gambar. Kepalanya bersandar pada bahu ramping Mita yang kini mengamati bersihnya air danau. Tangan kirinya meraih kerikil lalu dilempar ke air tersebut. Ia tampak senang mengamati senja itu. 

  Mita menghela napas, mengubah posisi menghadap Gio. "Iya.. Jujur, aku pun tidak menyangka. Waktu berputar begitu cepat dan tak terasa persahabatan kita sudah berjalan dua tahun!" jawabnya. Persahabatan yang terjalin selama itu, tidaklah mudah bagi mereka. Dua insan itu harus melalui suka dan duka bersama. Banyak lika-liku yang telah berlalu. Konflik-konflik kecil yang terkadang menuai kemarahan pun kerap terjadi. Tak jarang Mita memarahi Gio sebab hal sepele. Gio yang kerap menunjukkan sikap keras kepalanya mampu menguras emosi Mita. Semua itu masih terpampang jelas di benak Mita. 

  ______

  Sinar matahari memancar ke bumi. Membawa energi panas yang menelusup bulu halus di tangan Mita, mengalirkan panas ke seluruh tubuhnya. Gadis itu berdiri tegak dengan Gio yang kini hendak menyeberangi keramaian jalan raya. Netranya fokus pada transportasi yang berlalu lalang di hadapannya. Gio yang berdiri di samping Mita pun menggenggam tangan kanannya, mengisyaratkan ketidaksabarannya untuk mengunjungi restoran lekusi di seberang sana. Restoran milik keluarga Mita itu sangat ramai pembeli. "Sabar.. Sabar!" tutur Mita seolah tahu pikiran Gio. 

  "Aku udah nggak sabar!" jawab Gio melangkah sembari menarik tangan Mita yang tak kuat menahan tubuhnya. Alhasil, cewek berambut lurus itu terpaksa mengikuti langkah Gio. Netranya bergeser menangkap mobil hitam yang melaju kencang ke arah mereka. 

  Thiiiinn... 

  "Aaaaaaa!" kejut Mita menghentikan langkahnya. Spontan ia melepas tangan dari genggaman Gio untuk menutupi wajah. Jantungnya berdegup lebih kencang. Mengingat ia nyaris di ujung maut. Cowok di sampingnya itu tak tinggal diam dan sontak menoleh. Mendapati Mita yang berdiri menutup wajah dengan tangan. Klakson mobil yang sedari tadi terdengar pun berhenti sejurus dengan pengemudi yang menginjak remnya. 

  Dengan sigap pengemudi itu keluar dari mobil. Ia memasang ekspresi kesalnya. Sepasang sahabat itu sungguh mengesalkan. Mereka menyebrang tanpa memeriksa kendaraan hitamnya yang melaju kencang. "Bagaimana sih dek? Kalau Mau nyebrang hati-hati!" tanyanya dengan nada tinggi. Mita yang mendengar itu sontak berdiri tegak, menatap pria gagah di hadapannya. 

  "Maaf Pak... Kami minta maaf!" ucap Mita menyatukan telapak tangan sembari menunduk. Malu, ia sangat malu. Mengingat kesalahannya dan Gio hingga menuai kekesalan dari orang tak dikenal. Teringin Mita menghilang dari dunia sekarang. 

  "Iya Pak! Kami minta maaf, kami mengaku salah!" imbuh Gio turut menunduk. Cowok itu juga menyimpan rasa malu. Terbesit di benaknya bahwa Mita akan marah dengannya, ia pun melirik cewek yang tertunduk malu itu. 

  "Maaf.. Maaf... Haiiihhhh.... Dasar anak berandalan!" sahut pria gagah di sana. Ia membalikkan badan lalu melangkah kembali masuk mobil. Mendapati itu, Mita dan Gio lanjut berjalan ke restoran lekusi. Hanya diam yang mengisi kebersamaan mereka. Mita memasang wajah kecewa dan malas berbicara. Berbeda dengan Lio yang merasa bersalah namun malu meminta maaf. Dua insan itu hanya duduk di lantai depan restoran tanpa membuka obrolan. Mengingat Mita sangat kecewa dengan Gio. Cowok itu membuatnya malu. Andaikan dia menuruti ucapannya untuk sabar, tidak akan terjadi hal seperti tadi. Namun, semua sudah terlambat. Rasa malu telah menjalar di hatinya hingga membuatnya sangat malas untuk berucap sepatah katapun.

  ****

  Kediaman megah milik keluarga Namiki, terisi oleh seorang cewek yang termenung di sofa. Siapa lagi jika bukan Namita Lekusi yang masih menyimpan kekecewaan terhadap Gio. Sejak kejadian di jalan raya siang tadi, Mita tak berbicara apapun dengan Gio. Inisiatif awalnya untuk menikmati makanan di restoran lekusi pun gagal seketika. Mita memilih pergi tanpa sepatah katapun. Gio yang tahu kekecewaan Mita hanya diam dan membiarkan langkahnya yang terus menjauh. 

  ****

  Esok hari tiba. Saat matahari mulai menampakkan diri dan para insan tengah sibuk dengan aktivitasnya. Mita sibuk mengamati lantai koridor yang mengiringi perjalanannya ke kelas. Kelas 7D menjadi tempat pertama kali yang mempertemukannya dengan Gio usai terlibat konflik. Di sana, hanya ada dua insan lawan jenis itu. "Mita, kamu marah sama aku?" tanya Gio menunduk di dekatnya. 

  "Kamu masih bertanya? Harusnya kemarin kamu turutin ucapan aku. Sabar! Jangan buru-buru pasti tidak akan ada kejadian memalukan itu.. Hishhh... Aku sangat malu!" jawab Mita meluapkan emosi sembari menunjuk wajah Gio. Ekspresi kesal masih tampak jelas di wajahnya

  "Iya Mit. Aku mengaku salah. Aku minta maaf ya, kamu mau maafin aku, kan?" Gio menggenggam tangan Mita yang langsung memutar bola mata. Rasanya masih malas untuk menatap Gio, cowok yang telah membuatnya malu. 

  "Sebenarnya aku malas. Tapi, karena kamu sudah menyadari kesalahanmu. Oke, aku maafkan!" jawab Mita memberanikan diri guna menatap Gio. Gadis berseragam sekolah itu berusaha melupakan insiden memalukan kemarin. 

  ______

  Itulah salah satu insiden memalukan yang membuat Mita kesal. Semakin dewasa, pikirannya semakin berubah. Egoisnya semakin rendah. Sehingga tidak banyak merajuk seperti dua tahun lalu. 

  "Kamu lihat air danau itu?" Telunjuk Gio tertuju pada air di hadapannya. Mita pun mengikuti arah jari itu. Netranya menangkap kejernihan air yang dihiasi banyak teratai. Tampak beberapa katak yang bertengger di atasnya dengan ikan-ikan yang berenang di sekitarnya menambah keindahan danau itu. 

  "Iya, " jawab Mita masih menikmati objek indah di sana. 

  "Air danau itu sangat jernih seperti masa depan kita!" ucap Gio menatap Mita dengan sudut bibir yang terangkat. Pandangan Mita yang sedari tadi beredar pada air danau sontak beralih menatap Gio. Senyum cowok itu tak pudar selama pandangan mereka bersatu. 

  "Hem.. Maksudnya?" Mita memalingkan wajah sembari menaikkan alis sebelah  sebagai tanda bahwa ia tengah berpikir. 

  Gio yang mengetahuinya sontak menepuk jidat. Awalnya ia berharap pemahaman dari Mita dan membuat ia tersenyum. Sebab Gio suka dengan senyum sahabatnya. Ternyata tidak, Mita malah kebingungan seolah menuntut Gio untuk menjelaskan. "Em... Tidak paham pula. Masa depan kita pasti indah banget kayak danau itu!" jelas Lio mengajukan dagu. 

  "Owhhh... Iya. Semoga saja!" jawab Mita. Entah apa yang ada di pikiran Gio. Mita pun tak mengerti, namun ia tetap mengiyakan. Selama dua tahun bersahabat, inilah kali pertama bicara tentang masa depan. Wajar, jika Mita merasa aneh. Namun, tetap diam. Yang jelas, dua insan itu tetap diselimuti kebahagiaan. Kebersamaan di danau itu menjadi peringatan hari persahabatannya. Sederhana, namun terasa bahagia. 

  Gio yang sedari tadi memainkan bola matanya, kini berucap, "itu ada yang bermain layang-layang, ayo kita ke sana!" ajak Gio menunjuk lapangan yang tak jauh dari danau. 

  "Ayo!" jawab Mita antusias. Ia langsung berdiri sembari merapikan pakaiannya sebelum berjalan dengan Gio. 

  "Hai dek!" sapa Gio pada anak kecil di lapangan. Anak berambut keriting itu mendongak dan mendapati keberadaannya. 

  "Hallo Kak!" jawabnya masih menggenggam benang layang-layang yang dimainkan. 

  "Di mana kamu beli layang-layang?" tanya Lio. Anak kecil yang telah fokus pada mainan terbangnya kini kembali menatap Gio. 

  "Di sana Kak!" jawabnya menunjuk pedagang layang-layang di tepi lapangan. 

  "Oke.. Terima kasih," ucap Gio yang langsung mengajak Mita ke sana. Mita menatap deretan layang-layang dengan beragam warna. 

  "Wawww... Semuanya bagus banget!" ucap Mita dengan gembira. 

"Kamu mau?" tanya Gio menatapnya yang masih menunduk. 

  "Aku mau dua deh!" jawab Mita jongkok agar lebih dekat mengamati deretan layang-layang. Mita bergerak hendak mengambil benda itu. Namun dicegah oleh Gio yang langsung menggenggam tangannya. 

  "Cukup satu!" Gio mengambil layang-layang biru di hadapannya lalu membayar dengan selembar uang lima ribu rupiah. 

  "Ini sama benangnya sekalian?" tanya sang penjual yang diangguki Gio. Mita hanya diam menatap penjual itu melayani sang sahabat. 

  Gio menerima segulung benang dari lelaki setengah tua di hadapannya. "Kembali seribu Mas!" Lelaki itu menukar uang Gio dengan selembar uang senilai seribu rupiah. 

  "Kembaliannya ambil aja Pak!" tolak Gio yang langsung menarik tangan Mita untuk pergi. Mereka berjalan ke tengah lapangan. Tanpa lama, Gio memasang benang pada layang-layangnya. Diraihnya pulpen dari saku. Ia hendak menulis sesuatu pada benda itu. 

  "Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Mita yang sedari tadi hanya diam mengamati tingkah Gio. Tangan kanan cowok itu lihai mengukir tulisan dengan pulpennya. 

Gio
Dan 
Mita
Bersama Selamanya

  "Loh? Kenapa kamu tulis itu?" tanya Mita yang melihat hasil tulisannya itu pun bertanya kebingungan. 

  Gio bangkit dari duduk sembari membawa benda biru tersebut. "Ini sebagai manifestasi untuk kita agar bisa bersama selamanya!" jawab Gio mengangkat layang-layangnya. 

  "Ingat, kita hanya sahabat. Tidak lebih!" tutur Mita mengangkat telunjuk. Tatapannya terus fokus dan serius pada Gio. 

  "Tapi bagiku, kamu lebih dari sahabatku!" jawab Gio. 

  Deg...

  Detak jantung Mita berubah seketika. Yang sedari tadi berdegup normal, kini semakin cepat. Bibirnya terasa kelu, hatinya pun beku. Terasa berat untuknya membalas jawaban Gio tadi. Padahal, lubuk hati terdalamnya sangat ingin melakukan itu. Entahlah, Mita bingung untuk memberi jawaban. Sebuah prasangka bertengger di benaknya. Apakah Gio jatuh cinta dengannya? Tidakkah itu mungkin? 

  Mita menatap kosong deretan rumput. Ia tengah berada dalam lamunan. Dan tersadar kala Gio mengguncang bahunya. Kepalanya menoleh seketika dengan netra yang  menangkap wajah Gio. "Ngelamun mulu'. Ayo kita terbangkan! Kamu pegang ini!" Mita mengikuti intruksi Gio dengan memegang dua sisi layang-layang sedangkan Gio berjalan mundur sembari menarik benang yang terikat dengan benda itu. "Aku hitung sampai tiga, kamu lepaskan!" Gio kembali memberi instruksi. "Satu... Dua... Tiga." Dengan senang hati ia melepas layang-layang biru yang tertulis namanya dan Gio. "Lihat! Layang-layang kita sudah terbang tinggi dan semoga kita bisa selalu bersama!" Gio mendekati Mita sembari menunjuk benda yang terbang tinggi itu. Mita tersenyum sebelum menatap Gio. Cowok itu memutuskan benang layangan. Alhasil, layang-layang pun terbang jauh. Dua remaja itu tersenyum senang mendapatinya. 

  "Kamu ada-ada aja! Hehehehe," ucap Mita. Terasa indah di benaknya kala Gio melakukan hal semacam itu. Dari sekian tingkah Gio di hadapannya, hanya itulah yang istimewa. Mita merasa bahwa Gio memberi isyarat padanya untuk selalu bersama. Iya, memang itu yang diinginkan Gio. Dua tahun bersahabat bukanlah waktu yang singkat. Telah banyak hal bahagia yang mereka rasakan sehingga terasa berat jika dipisahkan. Tak bertemu sehari saja, rasanya sangat rindu. Seperti yang telah dialami Mita kala Gio tak masuk sekolah. Keceriaannya menurun drastis kala itu. Sebab Gio adalah penyemangat Mita, begitupun sebaliknya. Dua remaja itu memiliki kemistri yang cukup bagus. Maka, tak ayal jika Gio ingin terus bersama Mita. Namun, bisakah? 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
GAUNG SANGKARA
1730      790     0     
Action
Gaung Sangkara, mendapatkan perhatian khusus mengenai pengalamannya menjadi mahasiswa Teknik paling brutal di kampusnya. Dimana kampusnya adalah sebuah universitas paling top di Indonesia, ia mendapatkan banyak tekanan akan nama-nama besar yang berusaha menindas bahkan membunuh dia dan keluarganya. Hal tersebut berpengaruh terhadap kondisi sosial dan psikologis-nya. Lahir dari kalangan keluarga d...
Renjana
536      392     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."
Chrisola
1112      643     3     
Romance
Ola dan piala. Sebenarnya sudah tidak asing. Tapi untuk kali ini mungkin akan sedikit berbeda. Piala umum Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Piala pertama yang diraih sekolah. Sebenarnya dari awal Viola terpilih mewakili SMA Nusa Cendekia, warga sekolah sudah dibuat geger duluan. Pasalnya, ia berhasil menyingkirkan seorang Etma. "Semua karena Papa!" Ola mencuci tangannya lalu membasuh...
Janji-Janji Masa Depan
15781      3629     12     
Romance
Silahkan, untuk kau menghadap langit, menabur bintang di angkasa, menyemai harapan tinggi-tinggi, Jika suatu saat kau tiba pada masa di mana lehermu lelah mendongak, jantungmu lemah berdegup, kakimu butuh singgah untuk memperingan langkah, Kemari, temui aku, di tempat apa pun di mana kita bisa bertemu, Kita akan bicara, tentang apa saja, Mungkin tentang anak kucing, atau tentang martabak mani...
Kutunggu Kau di Umur 27
5037      2033     2     
Romance
"Nanti kalau kamu udah umur 27 dan nggak tahu mau nikah sama siapa. Hubungi aku, ya.” Pesan Irish ketika berumur dua puluh dua tahun. “Udah siap buat nikah? Sekarang aku udah 27 tahun nih!” Notifikasi DM instagram Irish dari Aksara ketika berumur dua puluh tujuh tahun. Irish harus menepati janjinya, bukan? Tapi bagaimana jika sebenarnya Irish tidak pernah berharap menikah dengan Aks...
HURT ANGEL
175      136     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
SURGA DALAM SEBOTOL VODKA
9888      2230     6     
Romance
Dari jaman dulu hingga sekarang, posisi sebagai anak masih kerap kali terjepit. Di satu sisi, anak harus mengikuti kemauan orang tua jikalau tak mau dianggap durhaka. Di sisi lain, anak juga memiliki keinginannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Lalu bagaimanakah jika keinginan anak dan orang tua saling bertentangan? Terlahir di tengah keluarga yang kaya raya tak membuat Rev...
ZAHIRSYAH
6623      1949     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
12343      1215     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
Ayugesa: Kekuatan Perempuan Bukan Hanya Kecantikannya
7806      2385     204     
Romance
Nama adalah doa Terkadang ia meminta pembelajaran seumur hidup untuk mengabulkannya Seperti yang dialami Ayugesa Ada dua fase besar dalam kehidupannya menjadi Ayu dan menjadi Gesa Saat ia ingin dipanggil dengan nama Gesa untuk menonjolkan ketangguhannya justru hariharinya lebih banyak dipengaruhi oleh keayuannya Ketika mulai menapaki jalan sebagai Ayu Ayugesa justru terus ditempa untuk membu...