Keesokan harinya...
“Apa kalian bodoh! Kenapa hal yang sepele seperti ini saja kalian tak bisa menanganinya!”
Karra melampiaskan kekesalannya pada para pegawainya dikala hari itu ia mendapati laporan tentang turunnya omset produksi usaha makanan instan yang dikelolanya. Semua kekesalannya akan perbuatan Alex membuat semua orang menerima amukannya.
“Hh! Saya gak mau tahu, ya! Kalian semua harus segera menangani permasalahan ini!” lanjutnya dengan perangainya yang masih nampak sangat kaku.
“Baik, Bu!” jawab para pegawai serempak. Mereka sangat takut menatap mata Karra.
Karra menghela napas sejenak. Ia nampak tengah menahan sakit kepala karena beberapa masalah yang dihadapinya minggu-minggu ini. Lalu dengan acuh ia mengibaskan tangannya sebagai isyarat agar para pegawai itu meninggalkan dirinya sendiri di dalam ruangan.
Mereka pun menuruti perintah. Dengan segan mereka perlahan keluar dari ruangan itu dan membiarkan Karra sendirian.
Karra menjatuhkan diri di kursinya, lalu perlahan mengamati jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul 5 sore, dan ia pun mengingat janji menjengkelkannya dengan Alex untuk makan malam.
“Ah, kenapa waktu cepat berlalu!” gumamnya sambil memejamkan kedua matanya yang mulai lelah. “Aku benci hari ini!”
Karra memejamkan kedua matanya. Ia mencoba melepas segala penat yang ia rasa dalam pikirannya. Ia mencoba menunda beberapa pekerjaan yang sejatinya belum juga ia selesaikan hari ini. Hingga kemudian ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang tiba-tiba menutup kedua matanya.
Panik dengan apa yang ada di hadapannya, secepat kilat Karra berdiri dari tempat duduknya. Karra langsung mencengkeram tangan itu dan membanting sosok yang mengagetkannya.
“Aw!” lelaki itu pun berhasil Karra jatuhkan dengan bantingannya.
“ARSAL!”
Karra nampak sangat terkejut ketika menyadari bahwa sosok yang menjadi korbannya tidak lain adalah kekasihnya. Lelaki bernama Arsal itu pun langsung ia hampiri dan ia bantu berdiri.
Perlahan Karra mendudukkan Arsal di sofa tempat biasa dirinya menjamu tamunya. Lelaki yang sedang merasakan rasa nyeri yang luar biasa di sekujur tubuhnya itu pun hanya bisa meringis menatap wajah panik Karra.
“Aku belum mati, Honey!” goda Arsal sambil meringis menahan sakit di tubuhnya.
“Aku membantingmu! Aku nyaris membunuhmu! Bagaimana bisa kau malah memamerkan wajah sumringahmu itu! Harusnya kamu marah padaku, Honey!”
Karra merengkuh Arsal dengan segala penyesalan dalam hatinya. Maka Arsal pun balas mendekapnya dengan wajah sumringah seperti biasanya. Lelaki penyabar yang sudah sangat mengenal tabiat kekasihnya itu tak bisa marah meski rasa nyeri di sekujur tubuhnya tak kunjung reda.
“Aku yang salah karena telah mengejutkanmu seperti ini.” ucap Arsal kemudian. “Jika itu aku, aku pun akan melakukan hal yang sama sepertimu mengingat bagaimana semalam lelaki itu datang untuk meminangmu.”
Mendengar perkataan Arsal, Karra melepas dekapannya. Ia menatap lelaki yang tak bisa berhenti tersenyum itu dengan tatapan penuh keheranan.
“Honey sudah tahu tentang apa yang terjadi semalam?”
Arsal menganggukkan kepalanya sambil mengacak pelan rambut Karra.
“Kenapa kamu nampak tenang?”
“Lantas, aku harus bagaimana?”
Karra memegangi wajah Arsal dengan kedua tangannya. Wanita itu menatap mata Arsal dengan sangat serius. Sementara Arsal semakin puas memandangi kekasihnya dari jarak yang sangat dekat.
“Seharusnya kamu marah! Cemburu!” ucap Karra ketus. “Apalagi laki-laki yang meminangku itu Alex! Alexanderusli!”
“Lalu kenapa dengan Alexanderusli? Aku tak masalah karena beberapa hari kemudian kamu akan menjadi istriku!”
Karra menghela napas. Wanita itu nampaknya masih kesal dengan tanggapan Arsal.
“Kamu jangan menyepelekan Alex, Honey! Kamu tahu kalo dia itu,-“
Karra menghentikan ucapannya sendiri ketika ia mengingat bahwa nyawa Elios ada di tangannya. Karra tidak mungkin menceritakan ancaman Alex kepada kekasihnya. Apalagi semua ancaman itu berawal dari niat buruknya terhadap Alex. Ia tak mau merusak citranya! Apalagi orang itu adalah sosok yang sangat ingin dimilikinya seumur hidupnya.
“Kenapa dengan Alex? Apa ada hal lain yang tidak aku ketahui?” tanya Arsal yang mulai penasaran dengan sikap Karra yang berusaha untuk menutupi sesuatu darinya.
“Ah, i-itu...”
“Itu?”
Arsal menantikan jawaban Karra. Hingga kemudian wanita itu beranjak dari tempat duduknya dan menarik tangannya agar ikut berdiri sepertinya.
“Tengkuraplah! Aku akan memijat punggungmu!” Karra mencoba membuat Arsal lupa dengan kalimat yang belum ia selesaikan.
“Tapi kamu belum selesai menjawab pertanyaanku tadi, Honey!” protes Arsal.
“Ah, lupakan saja masalahku dengan Alex! Lagi pula hari ini aku tak mau merusak hariku dengan mengingatnya!” tanggap Karra. “Tengkuraplah! Cepat! Kalau tidak, aku akan kembali membantingmu!”
“Hahahahha! Baiklah, Honey!”
Arsal pun bersiap untuk tengkurap, namun tiba-tiba ia menarik tangan Karra dan membanting wanita itu ke atas sofa. Seketika Karra membelalakkan kedua matanya karena terkejut dengan tingkah kekasihnya. Arsal mengunci tubuh Karra dengan tubuhnya. Lelaki itu ada tepat di atas tubuh Karra dengan kedua tangan yang menahan tubuhnya agar tidak benar-benar menimpah tubuh Karra.
“Kamu mau menantangku, Honey!” tegur Karra yang sedikit salah tingkah karena ulah Arsal yang terkesan begitu manis untuknya.
Arsal tersenyum, lalu perlahan memberi kecupan di kening Karra. Seketika Karra pun terbuai dengan sikap manisnya. Ia pun tersenyum memandang kekasihnya.
“Aku pasti akan menantangmu setiap hari jika kita sudah menikah nanti!” goda Arsal sembari mengerlingkan matanya.
“Bagaimana bisa aku menolak tantangan lelaki semanis dirimu, Honey!”
Arsal kembali memberi kecupan, kali ini ia mengecup bibir mungil Karra. Lalu dipandangnya wanita cantik itu dengan tatapan penuh cinta.
“Berhati-hatilah dengan Alex, Kar! Dia bukan lelaki yang mudah menerima segala hal yang membuatnya merasa sangat dipermalukan. Jangan samakan dia dengan banyak lelaki yang kamu hina! Dia berbeda.”
Keduanya bangun dari posisi mereka. Keduanya duduk bersama sambil saling menatap. Entah mengapa, perihal Alexanderusli menjadi pembicaraan yang sangat menarik untuk keduanya.
“Apa kamu mengenal Alex selain sebagai partner kerjamu selama ini? Kamu berkata seolah sangat mengenalnya melebihi siapapun yang dekat dengannya!” tanggap Karra. “Aku tahu jika lelaki itu adalah sosok keras yang tak bisa diremehkan siapa saja! Tapi apa salahnya jika aku jujur atas penolakanku?”
“Setidaknya kamu menyampaikannya dengan cara yang benar, Karra.” jawab Arsal perlahan. “Aku hanya mencoba mengingatkanmu tentangnya! Aku tak mau kamu berurusan dengannya seperti diriku.”
Karra mengerutkan keningnya. Ia mencoba menelaah setiap kalimat yang keluar dari mulut Arsal dan belum ia mengerti sepenuhnya.
“Aku kira selama ini kalian menjalin kerja sama yang sangat baik! Bahkan kalian sempat menerima penghargaan sebagai pengusaha muda terbaik tahun lalu!”
Arsal tersenyum, lalu membelai lembut rambut panjang milik Karra.
“Kami hanya bersikap profesional, Karra.” jawabnya pelan. “Jangan pikirkan apapun tentang kami. Aku hanya berpesan, kau harus berhati-hati dengan Alex. Jangan terlibat terlalu jauh dengannya. Mengerti?”
Karra hanya mengangguk pasrah sambil terus berpikir kalimat-kalimat yang baru saja keluar dari mulut kekasihnya. Ia berharap semua masalahnya dengan Alex bisa diselesaikan dengan segera tanpa masalah baru yang datang.