Read More >>"> Meteor Lyrid (Hujan Eta Lyrid) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meteor Lyrid
MENU
About Us  

Kau tahu? Jika aku dulu terus menerus lelah mencari, aku mungkin takkan menikmati setiap malam dengan penuh perayaan cintamu padaku.

Aku duduk bersandar pada kursi portable lipat memandang bukit didepannya yang tak kalah indah dari cerita-cerita di negeri dongeng maupun ketika kamu berkunjung ke negara Switzerland. Pandanganku masih takjub, masih belum mencerna apa yang ada di depanku. Puncak Gunung Sindoro tepat sekali ada didepanku, Glamping ini benar-benar menghadapkan kami pada puncaknya. Meskipun masih ribuan kilometer lagi didepan sana menuju ke puncak. Tapi tetap saja, kita berada di kaki Gunung Sindoro. Menatap langsung puncaknya dengan megah.

Padahal baru tadi siang pukul satu kami punya inisiatif dadakan untuk berkemah disini. Dan sore ini, aku sudah menatap pemandangan yang takkan pernah kulupakan. Pemandangan hangat, yang juga membuatku semakin bersyukur pada Tuhan betapa hangatnya hadirmu dihidupku.

“Kamu sepertinya terlalu asyik menikmati suasana.” suara alun laki-laki mengagetkan lamunanku, yang masih sama termangu menatap keindahan Gunung Cilik dan Gunung Sindoro yang berjejeran.

“Yaa, dan ini berkat kamu, Bi. Kita akhirnya bisa menikmati semua ini. Insting seorang pendaki memang tidak diragukan di alam. Kamu memilihkan tempat setenang ini untukku.” aku menirukan seseorang dalam film yang benar-benar sedang takjub tak percaya. Dan pastinya aku juga tahu, seekspresif apapun aku di depannya. Dia tetap menjadi orang yang sama, tenang -meskipun aku tak tahu apakah di dalamnya berisik, dan selalu memperhatikanku dalam diamnya.

“Terima kasih, Sayang.” kataku dengan balas menatapnya tulus ketika dia hendak duduk di samping kursi portable lipat bersebelahan denganku yang sengaja di pasang oleh pihak Glamping berpasangan. Tatapan kami saling tulus, seperti tidak bisa saling mendeskripsikan perasaan. Bahwa kami saling bersyukur satu sama lain.

“Malam ini pasti akan menjadi malam yang menyenangkan kita menginap disini, aku akan menikmati sekali suasana malam ini.” Suamiku bergumam sambil membuat kopi yang bahan-bahannya sudah disediakan di meja depan kami. Mungkin dia sedang sedikit mengobati rindu berpetualang di alam semasa mudanya.

Sebagai seorang pendaki, tentu suamiku sangat senang jika mengajakku menikmati alam, berkemah atau sedakar bertamasya di tempat yang sejuk. Tapi dia tak pernah memaksaku untuk mencoba mendaki gunung, meskipun ingin, dia rindu sekali mendaki gunung bahkan juga ingin mendaki bersamaku. Namun memori masa lalu, dimana saat aku hampir saja terkena hipotermia saat mendaki Gunung Prau via Kenjuran, mungkin benar-benar mengurungkan niatnya itu. Dia benar-benar tak pernah mengajakku mendaki gunung.

“Aku akan menuliskan semua keindahan ini di novel, entah aku juga tidak yakin bisa benar-benar menggambarkan keindahannya yang menakjubkan ini, atau menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini ketika kamu membelikanku tiket menginap bersama di Glamping ini untuk hadiah ulang tahunku, semuanya akan aku tuliskan.” aku memfoto welcome card didepanku yang berbunyi “Welcome Ms. Lyra. Glamping, 21 April” untuk diabadikan. Aku juga dengan penuh sumringah sambil mencatat beberapa poin di buku note yang selalu kubawa kemana pun. Sebagai seorang penulis, tentu memiliki buku catatan kecil dan bolfoin sudah menjadi rutinitasku agar ide yang melintas tidak hilang begitu saja sampai aku benar-benar siap mengeksekusinya di depan laptop nanti.

“Belum juga selesai urusan dengan Pak Bos, mau sok jagoan menulis novel segala.”

Aku terdiam. Sangat tahu apa yang dimaksud oleh suamiku. “Ah! Kamu sungguh mengacaukan suasana indahku, Bi.”

Kenapa harus membahas Pak Bos? Aku sungguh kembali melipatkan senyumku yang baru beberapa menit lalu menatap takjub tempat ini. Pak Bos, begitu aku menyebutnya, beliau merupakan CEO Penerbit yang bekerjasama denganku, sudah dua bulan aku belum juga mendapatkan laporan kapan gajiku akan cair, dimana aku harus merogoh uang tabunganku untuk uang saku pergi ke Wonosobo ini. Padahal seharusnya aku bisa memakai gajiku di project penulisan yang terakhir.

“Ah iya, saat di kantor minggu lalu, aku mendapatkan undangan pernikahan dari Eura. Sepulang dari berkemah seharusnya kita menghadiri pernikahannya.”

Aku tak menjawab. Persetan sekali dengan pernikahan Eura maupun siapa mempelai lelakinya. Belum selesai urusan dengan Pak Bos, kali ini dia menyebut nama Eura. Tidak bisakah dia menyebutkan nama-nama yang menyenangkan saja?. Aku lebih memilih menghabiskan teh yang dia buatkan satu untukku, sambil tentunya memasang wajah menggerutu. Tapi di sampingku, dia justru tertawa terkekeh. Aku tahu maksud tawanya, dia tertawa karena telah berhasil menggodaku.

Sore berlalu begitu tenang. Digantikan malam indah yang tak terlupakan. Aku dan suami memutuskan untuk tidur lebih awal, seperti yang biasanya kita lakukan. Sebelumnya kita sudah menghabiskan malam dengan barbeque-an sambil menikmati pemandangan di Telaga Menjer. Perut kami benar-benar kekenyangan semalam. Malam ini sudah terlalu lelah untuk kita kembali haha-hihi.

“Tahu kah, Bi. Di dalam novel yang sedang aku baca ini. Dunia yang kita huni ini sebenarnya tidak sesederhana yang kita kira. Dahulu masih banyak kabar informasi bahwa bumi hanya merupakan salahsatu klan yang ada di dunia ini. Kemudian penduduk bumi menamakan benda-benda langit seperti Bulan, Matahari, Aldebaran, Komet, dll. Tanpa kita ketahui aslinya saat ini bahwa semua itu adalah nama dunia paralel.”

“Haha. Mungkin saja. Kalau begitu bisa jadi Komet Tiamat yang ada di film Kimi no Nawa juga dulunya merupakan nama sebuah klan.”

Meski berbeda kegemaran, aku lebih suka membaca buku dan dia lebih suka menonton film. Sebenarnya kami memiliki persamaan, sama-sama menyukai cerita. Apalagi jika itu berbau action-fiction. Malam itu setelah bertukar cerita, kami terlelap dalam dinginnya malam. Dingin sekali, hampir kami lupa jika kami menginap di kaki Gunung Sindoro, yang jelas dinginnya berkali-kali lipat jika dibandingkan dengan tidur di rumah. Beruntungnya, suami membawa sleeping bag. Berjaga-jaga jika dibutuhkan, meskipun sebenarnya ada selimut yang tersedia.

***

Hujan meteor eta lyrid merupakan hujan meteor tahunan yang bisa dinikmati juga di Indonesia. Asalkan memiliki suasana yang mendukung seperti cuaca yang cerah, serta bebas dari tutupan awan. Lyrids sebenarnya hanya meteor biasa, titik radiannya berada di konstelasi Herkules dekat Vega, bintang paling terang di konstelasi Lyra.

Lyrids kaya akan meteor redup. Terang namun samar karna jaraknya. Dingin namun hangat karna sinarnya. Seperti anak panah yang berhamburan di udara. Mereka tak berhenti bergerak, hingga mungkin saat fajar tiba. Samar dan semuanya sudah menghilang.

“Apa sih, Bi. Lihatlah ini baru pukul 01.00, tidak bisa kah kau membuatku tidur nyenyak. Aku juga ingin sekali menikmati tidur panjangku di Glamping ini. Belum tentu besok kita tidur lagi disini.” meski dalam keadaan mengantuk. Aku tetap saja mengoceh ketika suamiku membangunkanku dan menarikku keluar dengan paksa.

“Ah tidak, sekarang bukan waktunya untuk tidur. Ada yang lebih bagus untuk kau nikmati.” aku masih setengah menguap ketika dia tetap memaksaku untuk keluar. Dari Glamping tempat kita tidur, menanjak sedikit, di depan saja terdapat bangku yang menyatu dengan meja. Disana padang luas, memang  disediakan untuk bersantai bersama, atau makan malam bersama menikmati Gunung Cilik dan Gunung sindoro, serta hamparan bukit hijau dan perkebunan teh di sampingnya.

“Wauww. Itu apa, Bi?” tanyaku penuh takjub. Kurasa muka ku saat ini lebih takjub dibandingkan saat pertama kali aku tiba disini, menatap puncak Gunung Sindoro yang begitu dekat. “Itu hujan meteor, Lyra.”

“Bagaimana kamu menemukan hujan meteor ini, Bi? Bukankah kau tadi juga tidur?”

“Haha. Kamu sendiri yang bilang katanya insting pendaki tak pernah salah.”

Aku tak menjawab. Masih takjub. Di atas sana, meteor atau yang biasa di sebut bintang jatuh melintas. Mereka bergerak menuju selatan. Betapa cantiknya mereka.

Terang namun samar karna jaraknya.

Dingin namun hangat karna sinarnya.

Kamu mengenggap erat tanganku, sambil tersenyum menatapku yang masih takjub dengan keindahan alam malam ini. Jika kamu tak membangunkanku, aku mungkin tak akan melihat yang namanya hujan meteor bahkan sekali dalam seumur hidupku.

“Aku tahu kenapa sekarang namamu Lyra.”

“Kamu merasa dirimu biasa, padahal kamu tetap berjuang berayun melewati bumi. Kamu merasa dirimu samar, padahal kamu tetaplah seorang komet yang bersinar. Kamu mencoba dingin, keras pada diri sendiri, hampa karena mungkin tak pernah mempercayai siapa pun lagi, padahal sesungguhnya di dalamnya kamu juga butuh kehangatan. Lihatlah, tidak semua orang bisa melihatmu. Hanya mereka yang mau memahamimu yang bisa menikmati keindahannya.”

Dia yang mengoceh di sampingku, kurasa dia jauh lebih mengenal dan mengerti diriku dibanding diriku sendiri.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 1 1 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • nisalicylicacid

    memang gila penulis kita satu ini. good job ♡

    Comment on chapter Perempuan Gila
Similar Tags
Cinta dibalik Kebohongan
731      497     2     
Short Story
Ketika waktu itu akan datang, saat itu kita akan tau bahwa perpisahan terjadi karena adanya sebuah pertemuan. Masa lalu bagian dari kita ,awal dari sebuah kisah, awal sebuah impian. Kisahku dan dirinya dimulai karena takdir ataukah kebohongan? Semua bermula di hari itu.
Unending Love (End)
14509      1991     9     
Fantasy
Berawal dari hutang-hutang ayahnya, Elena Taylor dipaksa bekerja sebagai wanita penghibur. Disanalah ia bertemua makhluk buas yang seharusnya ada sebagai fantasi semata. Tanpa disangka makhluk buas itu menyelematkan Elena dari tempat terkutuk. Ia hanya melepaskan Elena kemudian ia tangkap kembali agar masuk dalam kehidupan makhluk buas tersebut. Lalu bagaimana kehidupan Elena di dalam dunia tanpa...
Konstelasi
741      369     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Perihal Waktu
360      245     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
Evolution Zhurria
292      181     4     
Romance
A story about the evolution of Zhurria, where lives begin, yet never end.
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
398      268     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
For One More Day
433      296     0     
Short Story
Tentang pertemuan dua orang yang telah lama berpisah, entah pertemuan itu akan menyembuhkan luka, atau malah memperdalam luka yang telah ada.
RINAI
366      262     0     
Short Story
Tentang Sam dan gadis dengan kilatan mata coklat di halte bus.
the invisible prince
1510      807     7     
Short Story
menjadi manusia memang hal yang paling didambakan bagi setiap makhluk . Itupun yang aku rasakan, sama seperti manusia serigala yang dapat berevolusi menjadi warewolf, vampir yang tiba-tiba bisa hidup dengan manusia, dan baru-baru ini masih hangat dibicarakan adalah manusia harimau .Lalu apa lagi ? adakah makhluk lain selain mereka ? Lantas aku ini disebut apa ?
Yang Terlupa
411      223     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.