BUKAN AKHIR PERJALANAN
Hidup,
Jika semua mau diikuti dalam hidup,
Hidup menjadi tak mungkin bagi manusia,
Kalau semuanya selaras,
Lalu apa gunanya mengikuti permainan pikiran?
Musik membutuhkan kekosongan seruling,
Huruf membutuhkan putihnya halaman,
Terang membutuhkan kekosongan yang disebut jendela,
Kesucian membutuhkan ke-alpa-an diri,
Sebab ada yang dikenal suci,
Tetapi ada yang lain berpura-pura,
Manusia lebih senang mengakui dosa-dosanya,
Namun sembilan puluh sembilan persen – bahagia itu berdusta.
“Apa yang engkau hindari,
dan apa yang engkau dambakan,
Keduanya ada dalam dirimu”
Hidup,
Ke mana pun aku pergi,
Kau membawa dirimu sendiri,
Dan itu, mencemari segala lembaran putih.
Di tanah kedukaan,
Dalam kesakitan, airmata sedih yang teramat sangat,
Hati dibersihkan dari setiap kelekatan tak teratur,
Masuk ke dalam sanubari hati tanah perbuatan karya,
Itu bukanlah suatu akhir perjalanan.
Sekarang,
Masuklah ke pusat inti tanah cinta kasih,
Menemukan-Nya di tanah keheningan misteri hidup,
Jauh di dalam diri pribadi,
Ke dalam Hati Tuhan.
Aku melihat air jernih,
Aku mendengar suara nan lembut,
Rohku mengikuti Sabda, mengikuti Firman,
Aku berjalan sealir sungai mengalir,
Dan cahaya itu membawaku melewati langit,
Bulan, mentari, bintang dan planet-planet lainnya,
Hatiku bernyanyi,
Tawaku menghiasi semua indera-inderaku,
Disana ada simfoni, elegi,
Mengiringi musik surgawi yang riuh rendah,
Jejak terbangku melintasi langit,
Tidak membebani bumi.
“Mereka yang mencari penerangan budi tidak bisa menemukan-Nya,
Karena tidak bisa mengerti,
Bahwa sasaran pencarian-Nya itu dia akan mencari,
Tuhan seperti halnya keindahan,
Itu dalam aku yang menyimpannya”
Kini,
Aku berdiri di muka pintu,
Kuketuk perlahan,
Ternyata aku t‘lah sampai di rumah Bapaku,
Di sana,
Di samudera tertawa,
Duhai, samudera tertawa,
Dengan malaikat putih bersayap,
Dan nyanyian merdu kicau burung musim semi,
Menyambutku di hadirat-Nya …