Loading...
Logo TinLit
Read Story - Penantian
MENU
About Us  

Aku terlalu lelah

Yang belum usai, yang mengusik, bahkan tidak tau harus marah atau menahannya.

Mungkin ku batalkan saja janji dengannya. Suasanya hatiku sedang sangat buruk.

Hampir saja ku ketik pesan itu. Tidak jadi bertemu. Tapi pesannya lebih dulu masuk, untung saja. Dia juga datang lebih awal.

Ah! akhirnya jam pulang kantor. Hampir saja. Kekesalanku seperti meronta-ronta ingin meledak.

Tau kan? Kesal yang masih menusuk-nusuk. Tertahan di dada hingga tenggorokan. Dipaksa redam agar terlihat baik-baik saja. Benar-benar menyesakkan.

Masih dengan wajah menahan kesal, aku pergi sambil berpamitan seperti biasanya. Berpamitan dengan mode ramah.

Ramah adalah kamuflase mahir banyak manusia yang ku temui semakin beranjak dewasa. Setelan massive yang jadi pilihan aman. Berulang-ulang melakukannya untuk menutupi apa yang ada dibaliknya.

Sebaliknya, apa yang tidak diperlihatkan adalah yang bertolak belakang. Bukan hal aneh. Tentu kamu yang bekerja, ku rasa tahu maksudnya.

Yaaa..., begitulah.

Aku berjalan dengan wajah datar melewati lorong menuju lift. Perlahan mencoba mengatur nafas. Tuntas hari ini. Biarkan juga tuntas kekesalanku kali ini. Aku ingin pulang. Waktu istirahat yang sangat berharga.

Setidaknya itulah yang ingin ku yakinkan pada diri sendiri.

Pulang kantor hari itu tidak seperti biasanya. Tujuanku bukan langsung ke gerbang hitam menemui ojek online. Aku berjalan menuju parkiran. Kabarnya dia sudah menunggu di sana.

Ini bukan pertemuan yang dijanjikan. Tentang pertemuan dalam kurun waktu sebulan. Tapi pertemuan lainnya, setelah 7 tahun tidak jumpa wajah ataupun dengar suaranya, walau bukan putus kontak sama sekali.

Tepatnya pertemuan setahun lalu, sebelum perjajian sebulan itu ada.

Aku mungkin tidak tau dia di mana, jika pintu mobilnya tidak terbuka dan dia keluar menyapaku. Lebih tepatnya memanggil namaku. Telapak tangannya di angkat satu setinggi kepala. Senyuman canggung masih nampak jelas. Langkahnya perlahan menghampiriku.

Bertahun-tahun lamanya, sejak saat itu. Wajahnya ada di hadapanku.

Oh! Kami bertemu lagi.

"Ayo," ajaknya.

Sabuk pengaman sudah terpasang dengan benar, Mobil ke luar pintu gerbang. Berbelok ke kiri dan kiri lagi. Menjauhi sekotak gedung dengan facade dominasi abu dan hitam dari pandangan.

Sekotak gedung yang entah berapa kali membuatku ingin pergi. Padahal di dalamnya memiliki ruangan luas, belum lagi interior dengan anggaran mahal. Kenapa tidak memberiku kenyamanan. Apa mungkin aku saja yang merasa sesak di dalamnya? Aku yakin tidak. Atau, mungkin aku yang berlebihan? Lemah? Mudah menarik kesimpulan?

Memangnya di mana? ada pekerjaan yang membuat nyaman.

Hhaaa...., pikiranku ternyata masih kacau, menyalahkan diri sendiri jadi terasa lebih mudah.

Mobil terus melaju, sesak yang perlahan menghilang dalam lamunan memandang jalanan.

Belum ada obrolan apapun, sekedar pertanyaan tentang arah jalan. Canggung belum juga hilang. Sekitar 20 menit kemudian, mobil berhenti di kedai mie.

"Mau pesan apa?" tanyaku.

Pramusaji memberikan daftar list menu sekaligus list order.

Aku masih membaca menu yg ada sambil memegang pensil.

"Yamin?" kataku menawarkan

Dia mengangguk setuju.

"Minum?" tanyaku lagi.

"Es teh tawar."

"Okeee."

Dua Yamin, satu es teh tawar, Dan satu es jeruk. Pramusaji bilang estimasi tunggu 10 hingga 15 menit untuk orderan yang kami pesan

"Tempatnya ramai," dia memulai percakapan.

"Iya. Banyak juga yang datang."

"Pernah makan di sini?"

Aku menggelengkan kepala, "Sering lewat tapi belum pernah."

Lalu percakapan berlanjut menceritakan kabar yang terlewat di beberapa tahun terakhir, sampai akhirnya orderan yang dipesan tersaji di meja.

Untunglah dia menikmatinya. Sesekali ku lihat ekspresi wajahnya ketika makan.

"Jadi bakal berapa lama di Jakarta?" tanyaku.

"Belum pasti. Mungkin setahun, dua tahun, atau lebih."

"Kenapa bisa setuju handle project ini? Bukannya gak mau lagi kerja di sini?"

"Lebih tepatnya sih karena nggak ada pilihan lain alias harus. Perintah atasan."

"Ohh..., karyawan teladan."

Dia sedikit tertawa.

"Ya namanya masih butuh gaji."

"Budak korporat juga ternyata."

Dia mengangkat tangan kali ini mengajakku tos.

Dua porsi yamin sudah habis di mangkok, begitu juga dua gelas minuman. Makan malam yang enak, teman lama yang berjumpa kembali, kecanggungan yang berubah keakraban. Sedikit-sedikit berubah seperti itu.

Dia mengantarku hingga ke depan gang. Setelah beberapa kali penolakan untuk menemaniku berjalan kaki hingga depan kontrakan. Akhirnya dia setuju.

"Balik ya. Terimakasih traktirannya," kataku sambil menundukkan kepala.

"Iya sama-sama. Lain kali masih ada kan? Makan selanjutnya?"

"Hhmm boleh aja. Gass..!"

"Siapp..."

Untuk beberapa detik kami saling memandang. Aku berinisiatif mengulurkan tangan untuk bersalaman. Tanda berpamitan.

"Sampai ketemu lagi. Hati-hati di jalan," kataku masih bersalaman.

Seketika semuanya bermunculan, seperti berbagai cuplikan kejadian yang datang dalam ingatan.

Perlahan tubuhku tertarik maju, kami berpelukan. Beberapa kali tepukan di punggung atas aku rasakan, begitupun sebaliknya yang ku lalukan. Seperti jadi transfer kekuatan mewakili banyak kata-kata yang tidak bisa disampaikan.

Tentu hanya bisa dilalukan untuk orang yang masih dipercaya.

Ya. Padanya aku masih percaya. Pertemanan kami sudah 21 tahun lamanya. Ada 14 tahun berada di lingkungan yang sama, 7 tahun jarak berjauhan. Dalam empat belas itu, tiga di antaranya pernah jadi hubungan yang berbeda sebelum akhirnya kandas.

Dalam pelukan, ada haru, ada juga kecewa, dan penyesalan, sekaligus pelepasan dari berbagai kecamuk yang melelahkan di usia menjemput kedewasaan.

Tepukan pertama yang berarti terimakasih atas pertemuan.

Tepukan kedua yang berarti terimakasih sudah bertahan dan bekerja keras.

Tepukan ketiga yang berasal dari kerinduan dan yang keempat untuk permintaan maaf.

Lalu sedikit usapan kecil adalah sapaan hangat yang tidak bisa terucap.

Malam belum larut, dia berjalan di sampingku, menemani hingga pagar kecil depan rumah di pertigaan gang.

Sebelum pergi saling melambaikan tangan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Menepi
1036      678     10     
Short Story
dr. romance
944      558     3     
Short Story
melihat dan merasakan ucapan terimakasih yang tulus dari keluarga pasien karena berhasil menyelamatkan pasien.membuatnya bangga akan profesinya menjadi seorang dokter.
ADA SU/SW-ARA
3419      1065     1     
Romance
Ada suara yang terdengar dari lubuknya Ada Swara....
MASIHKAH AKU DI HATIMU?
675      452     2     
Short Story
Masih dengan Rasa yang Sama
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
728      435     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.
To You The One I Love
874      510     2     
Short Story
Apakah rasa cinta akan selalu membahagiakan? Mungkinkah seseorang yang kau rasa ditakdirkan untukmu benar benar akan terus bersamamu? Kisah ini menjawabnya. Memang bukan cerita romantis ala remaja tapi percayalah bahwa hidup tak seindah dongeng belaka.
Layar Surya
1374      853     17     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
IMAGINATIVE GIRL
2659      1340     2     
Romance
Rose Sri Ningsih, perempuan keturunan Indonesia Jerman ini merupakan perempuan yang memiliki kebiasaan ber-imajinasi setiap saat. Ia selalu ber-imajinasi jika ia akan menikahi seorang pangeran tampan yang selalu ada di imajinasinya itu. Tapi apa mungkin ia akan menikah dengan pangeran imajinasinya itu? Atau dia akan menemukan pangeran di kehidupan nyatanya?
Life
315      219     1     
Short Story
Kutemukan arti kehidupan melalui kalam-kalam cinta-Mu
Dua Sisi
8326      1893     1     
Romance
Terkadang melihat dari segala sisi itu penting, karena jika hanya melihat dari satu sisi bisa saja timbul salah paham. Seperti mereka. Mereka memilih saling menyakiti satu sama lain. -Dua Sisi- "Ketika cinta dilihat dari dua sisi berbeda"